Pandangan matanya tegak lurus menatap area persawahan dari
balik jendela kamar. Air matanya pelan-pelan membasahi pipi gadis berkulit
kuning langsat ini. Seharusnya ia berbahagia, tiga minggu lagi ia akan menjadi
pengantin. Menggelar pesta pernikahan tiga hari tiga malam, meramaikan desa kecilnya
dengan pergelaran wayang dalang terkenal dari ibukota provinsi. Seharusnya.
Kalau saja laki-laki yang bersanding dengannya Agus sang pujaan hati, bukan
seorang duda beranak satu sang pengusaha mebel.
balik jendela kamar. Air matanya pelan-pelan membasahi pipi gadis berkulit
kuning langsat ini. Seharusnya ia berbahagia, tiga minggu lagi ia akan menjadi
pengantin. Menggelar pesta pernikahan tiga hari tiga malam, meramaikan desa kecilnya
dengan pergelaran wayang dalang terkenal dari ibukota provinsi. Seharusnya.
Kalau saja laki-laki yang bersanding dengannya Agus sang pujaan hati, bukan
seorang duda beranak satu sang pengusaha mebel.
“Nduk, kamu mbok ya mau ngerti keadaan orang tuamu. Bapakmu
cuma petani. Utangnya banyak. Mbokmu cuma pembantu. Cuma kamu harapan simbok
satu-satunya. Simbok capek jadi orang miskin seumur hidup,”
cuma petani. Utangnya banyak. Mbokmu cuma pembantu. Cuma kamu harapan simbok
satu-satunya. Simbok capek jadi orang miskin seumur hidup,”
Kata-kata Simbok begitu terngiang-ngiang jelas. Seperti
memantul di segala sisi kamar.
memantul di segala sisi kamar.
“Wis to, nanti kamu akan bahagia sama dia, kaya itu bahagia
nduk,miskin itu sengsara, kayak kita sekarang ini”
nduk,miskin itu sengsara, kayak kita sekarang ini”
“Ani sudah punya pekerjaan mbok walau cuma tukang jahit, Ani
bisa membantu Simbok,”
bisa membantu Simbok,”
“Wis to nduk, manut itu enak,”
Ani menggelengkan kepalanya cepat. Menikahi orang yang tak
dicintainya sama sekali bukan keinginannya. Ada Agus yang akan melamar ketika
modal untuk menikah sudah mencukupi. Ia memantapkan niat. Mengemasi beberapa
helai pakaian dan memasukkan ijazah SMK jurusan tata busana yang didapatnya
sebulan lalu. Tak lupa ia meletakkan sepucuk surat untuk Simbok dan Bapak. Pelan-pelan
dipanjatnya jendela, tanah depan rumah rumah becek sehabis hujan. Secepat
mungkin ia berlari menuju Budi sahabatnya yang telah menunggu dengan motor di
ujung gang. Meminta Budi menginjak gas kencang-kencang. Menuju stasiun. Ke
Jakarta ia akan datang. Mengejar Agus yang bekerja sebagai teknisi pabrik di
kota yang katanya lebih kejam dari ibu tiri. Mengejar mimpi-mimpinya…
dicintainya sama sekali bukan keinginannya. Ada Agus yang akan melamar ketika
modal untuk menikah sudah mencukupi. Ia memantapkan niat. Mengemasi beberapa
helai pakaian dan memasukkan ijazah SMK jurusan tata busana yang didapatnya
sebulan lalu. Tak lupa ia meletakkan sepucuk surat untuk Simbok dan Bapak. Pelan-pelan
dipanjatnya jendela, tanah depan rumah rumah becek sehabis hujan. Secepat
mungkin ia berlari menuju Budi sahabatnya yang telah menunggu dengan motor di
ujung gang. Meminta Budi menginjak gas kencang-kencang. Menuju stasiun. Ke
Jakarta ia akan datang. Mengejar Agus yang bekerja sebagai teknisi pabrik di
kota yang katanya lebih kejam dari ibu tiri. Mengejar mimpi-mimpinya…
—
Ani membuka matanya. Matahari pagi mulai memancarkan sina hangat. Sawah-sawah
hijau di desanya telah berganti menjadi gedung tinggi nan angkuh. Selamat
datang di ibukota. Dibacanya kertas kecil yang menunjukkan alamat pabrik tempat
Agus bekerja sambil mengangguk-angguk. Dari stasiun Senen sekali naik mobil angkutan
berwarna biru, turun di daerah bernama Pulo Gadung, kata Budi yang pernah
bekerja di Jakarta.
Tak susah pikirnya. Tahu-tahu ia sudah berada di daerah yang
digambarkan Budi.
digambarkan Budi.
“Permisi Pak, tahu alamat ini?” Ani mengangsurkan kertasnya
“Oh, situ mbak.. Jalan ini lurus saja sampai mentok terus
belok kiri, nah nanti mbak lurus saja sampai ada perempatan belok kanan. Di
ujung jalan itu ada pabrik plastik gede. Itu mbak,”
belok kiri, nah nanti mbak lurus saja sampai ada perempatan belok kanan. Di
ujung jalan itu ada pabrik plastik gede. Itu mbak,”
Lurus, kiri, perempatan belok kanan. Ani berdecak melihat
pabrik besar di depannya. Ia meraih ponsel bututnya dan memencet nomor Agus
dengan tak sabar. Ini akan menjadi kejutan.
pabrik besar di depannya. Ia meraih ponsel bututnya dan memencet nomor Agus
dengan tak sabar. Ini akan menjadi kejutan.
“Aniiiii, ngapain di sini?”
“Ani nggak tahan Mas, tiap hari Ani nunggu Mas datang
menjemput tapi Mas nggak dateng-dateng. Ani sudah nggak betah sekali di rumah
diam menunggu,”
menjemput tapi Mas nggak dateng-dateng. Ani sudah nggak betah sekali di rumah
diam menunggu,”
Agus menghela napas. Ia menarik tangan Ani dan membawanya
menuju kursi kayu di bawah pohon.
menuju kursi kayu di bawah pohon.
“Mas, Ani ingin segera menikah dengan Mas, tinggal di kota
ini, biar miskin nggak apa-apa asal Ani nggak pisah sama Mas,”
ini, biar miskin nggak apa-apa asal Ani nggak pisah sama Mas,”
“Ani, Mas minta maaf kamu sampai menyusul mas seorang diri. Mas
harus jujur. Ani, sebenarnya Mas…”
harus jujur. Ani, sebenarnya Mas…”
Agus tak melanjutkan kata-katanya. Lidahnya kelu.
“Kenapa Mas? Ngomong saja Mas,”
“Mas….”
Dengan terbata-bata Agus bercerita. Tentang ia yang tak bisa
menjemput Ani. Lalu sambil menangis Agus bercerita tentang seorang wanita yang
dua minggu yang lalu dinikahinya lantaran telah mengandung anaknya, tentang
kekhilafannya menenggak meminum keras sehingga ia tak sadar apa yang dilakukannya,
tentang… Ani tak sanggup mendengar perkataan Agus lebih panjang lagi, air mata
tumpah ruah membasahi blus krem yang dikenakannya.
menjemput Ani. Lalu sambil menangis Agus bercerita tentang seorang wanita yang
dua minggu yang lalu dinikahinya lantaran telah mengandung anaknya, tentang
kekhilafannya menenggak meminum keras sehingga ia tak sadar apa yang dilakukannya,
tentang… Ani tak sanggup mendengar perkataan Agus lebih panjang lagi, air mata
tumpah ruah membasahi blus krem yang dikenakannya.
Ia berlari. Tak tentu arah. Mencegat metromini sekenanya.
Pokoknya ia ingin enyah dari hadapan Agus. Ia teramat membenci sebuah
pengkhianatan.
Pokoknya ia ingin enyah dari hadapan Agus. Ia teramat membenci sebuah
pengkhianatan.
—
Mata Ani masih sembab saat bus berhenti di terminal. Ia memutuskan
turun dan mencari tempat duduk. Untuk sekadar menenangkan diri.
turun dan mencari tempat duduk. Untuk sekadar menenangkan diri.
“Butuh minum Mbak?”
Ani menoleh. Sesosok pria berkumis tipis mengangsurkan
sebotol teh kepadanya. Ia menggeleng.
sebotol teh kepadanya. Ia menggeleng.
“Nggak usah pak,”
“Nggak papa mbak, kalau dari logatnya mbak dari jawa tengah
kan, saya juga mbak, ya anggep saja ini minuman dari sodara jauh,”
kan, saya juga mbak, ya anggep saja ini minuman dari sodara jauh,”
Air teh perlahan-lahan
membasahi kerongkongan Ani yang kering setelah menangis. Pandangan matanya perlahan-lahan
kabur dan ia merasakan tubuhnya mendadak lunglai.
membasahi kerongkongan Ani yang kering setelah menangis. Pandangan matanya perlahan-lahan
kabur dan ia merasakan tubuhnya mendadak lunglai.
—
Ani tergeragap. Ia mengedarkan
pandangannya sekeliling dengan nafas yang memburu cepat. Sekelilingnya kantong-kantong
semen dan peralatan pabrik. Ia menggerakkan badan. Tangannya terikat.
pandangannya sekeliling dengan nafas yang memburu cepat. Sekelilingnya kantong-kantong
semen dan peralatan pabrik. Ia menggerakkan badan. Tangannya terikat.
“Wah sudah bangun rupanya
cantik.. Sudah siap melayani Om rupanya,”
cantik.. Sudah siap melayani Om rupanya,”
Keringat dingin menjalari
sekujur tubuh Ani. Si pria berkumis tipis yang tadi memberinya minum berdiri di
samping seorang laki-laki gendut berkepala botak dengan pandangan liar ke
arahnya.
sekujur tubuh Ani. Si pria berkumis tipis yang tadi memberinya minum berdiri di
samping seorang laki-laki gendut berkepala botak dengan pandangan liar ke
arahnya.
“Silahkan Om, kayaknya masih
perawan,”
perawan,”
Laki-laki gendut itu terkekeh.
Ia memberi isyarat dengan tangannya menyuruh si pria berkumis untuk pergi.
Ia memberi isyarat dengan tangannya menyuruh si pria berkumis untuk pergi.
“Kamu cantik sekali, siapa
namamu?”
namamu?”
Ani meludahi wajah laki-laki di
depannya. Laki-laki itu naik pitam. Ia mulai menggerayangi tubuh Ani dan
merobek pakaiannya dengan paksa. Ani menggigit tangan laki-laki itu dengan
keras. Kakinya menendang bagian vital sang laki-laki. Laki-laki itu mengaduh
kesakitan. Kecil-kecil begini Ani pernah belajar karate. Ia bangkit dan beruntung
ia menemukan pisau kecil di atas meja. Ikatan terlepas, Ani berlari
sekencang-kencangnya.
depannya. Laki-laki itu naik pitam. Ia mulai menggerayangi tubuh Ani dan
merobek pakaiannya dengan paksa. Ani menggigit tangan laki-laki itu dengan
keras. Kakinya menendang bagian vital sang laki-laki. Laki-laki itu mengaduh
kesakitan. Kecil-kecil begini Ani pernah belajar karate. Ia bangkit dan beruntung
ia menemukan pisau kecil di atas meja. Ikatan terlepas, Ani berlari
sekencang-kencangnya.
—
Terseok-seok Ani berjalan
menelusuri jalanan yang tak dikenalnya. Sudah cukup jauh jaraknya dari tempat
mengerikan tadi. Pakaiannya sedikit robek lantaran kejadian barusan. Ia
menangis terisak, mengapa ia begitu malang. Tas ranselnya entah kemana padahal
di sana lah semua barang berharganya, uang dan telepon genggam. Ia merogoh saku
celananya dan menemukan selembar uang dua puluh ribu. Satu-satunya uang yang ia
punya. Sekarang ia hendak kemana sendirian di kota yang asing. Kepalanya begitu
berat memikirkan kejadian yang bertubi-tubi.
menelusuri jalanan yang tak dikenalnya. Sudah cukup jauh jaraknya dari tempat
mengerikan tadi. Pakaiannya sedikit robek lantaran kejadian barusan. Ia
menangis terisak, mengapa ia begitu malang. Tas ranselnya entah kemana padahal
di sana lah semua barang berharganya, uang dan telepon genggam. Ia merogoh saku
celananya dan menemukan selembar uang dua puluh ribu. Satu-satunya uang yang ia
punya. Sekarang ia hendak kemana sendirian di kota yang asing. Kepalanya begitu
berat memikirkan kejadian yang bertubi-tubi.
“Hei kamu, punya mata dipakai
dong, untung saya nggak nabrak kamu,”
dong, untung saya nggak nabrak kamu,”
Ani mendongak. Seorang
laki-laki berdiri menudingnya. Ia tak sadar menyeberangi jalan tanpa melihat
kiri kanan. Bahkan ia tak mendengar suara mobil yang menuju ke arahnya. Pikirannya
kosong.
laki-laki berdiri menudingnya. Ia tak sadar menyeberangi jalan tanpa melihat
kiri kanan. Bahkan ia tak mendengar suara mobil yang menuju ke arahnya. Pikirannya
kosong.
“Maaf.. “ Hanya itu yang bisa
terlontar dari mulutnya.
terlontar dari mulutnya.
“Maaf maaf..”
“Sudah-sudah Pak Yatno,”
Kali ini seorang wanita. Modis
sekali penampilannya. Rambutnya disasak tinggi dan pakaiannya mirip artis di
televisi. Wajahnya cantik dan ia tersenyum kepada Ani,
sekali penampilannya. Rambutnya disasak tinggi dan pakaiannya mirip artis di
televisi. Wajahnya cantik dan ia tersenyum kepada Ani,
“Sepertinya mbak sedang
linglung. Ikut saya saja mbak nanti saya kasih pekerjaan,”
linglung. Ikut saya saja mbak nanti saya kasih pekerjaan,”
Seperti terhipnotis Ani
mengikuti sang wanita memasuki mobilnya. Mobil mewah berwarna hitam itu
memasuki halaman sebuah rumah. Halaman yang teramat luas. Rumah brtingkat tiga yang
amat megah. Ani mengikuti langkah wanita di depannya seperti kerbau yang dicocok
hidungnya.
mengikuti sang wanita memasuki mobilnya. Mobil mewah berwarna hitam itu
memasuki halaman sebuah rumah. Halaman yang teramat luas. Rumah brtingkat tiga yang
amat megah. Ani mengikuti langkah wanita di depannya seperti kerbau yang dicocok
hidungnya.
“Duduk dulu di kursi itu lalu
mandilah, di ujung ruangan ada kamar mandi,”
mandilah, di ujung ruangan ada kamar mandi,”
Perempuan itu mengambil sebuah
pakaian dan mengulurkannya ke Ani.
pakaian dan mengulurkannya ke Ani.
“Pakailah,”
“Apa ini?”Ani terbelalak
melihat baju yang dipegangnya, baju pesta yang minim
melihat baju yang dipegangnya, baju pesta yang minim
“Sudah pakai saja dulu,”
Lagi-lagi seperti terhipnotis
Ani mengikuti perkataannya. Sekarang ia telah berdiri dengan gaun ungu yang
menonjolkan tubuhnya.
Ani mengikuti perkataannya. Sekarang ia telah berdiri dengan gaun ungu yang
menonjolkan tubuhnya.
“Hahaha, tak salah saya
mengajakmu ke sini. Kamu memang cantik sekali. Kamu pasti akan menjadi
primadona”
mengajakmu ke sini. Kamu memang cantik sekali. Kamu pasti akan menjadi
primadona”
Perempuang itu mencerocos
begitu saja. Tentang rumah itu, tentang profesinya.
begitu saja. Tentang rumah itu, tentang profesinya.
“Tenang saja, kamu akan saya
bayar mahal di sini. Kamu akan mendapatkan semuanya Ani,”
bayar mahal di sini. Kamu akan mendapatkan semuanya Ani,”
Ani terkesiap.
“Nggak tante, saya nggak mau,
begini-begini saya takut dosa tante,”
begini-begini saya takut dosa tante,”
“Ah dosa apa.. Tuhan itu sudah
meninggalkanmu, buktinya kamu hampir diperkosa orang bukan tadi? Sudahlah,
hidup di dunia ini sekali.. Nikmati saja,”
meninggalkanmu, buktinya kamu hampir diperkosa orang bukan tadi? Sudahlah,
hidup di dunia ini sekali.. Nikmati saja,”
Ani mencerna kata-kata
perempuan itu. Apakah Tuhan benar-benar meninggalkannya? Kemalangan datang
bertubi-tubi kepadanya.
perempuan itu. Apakah Tuhan benar-benar meninggalkannya? Kemalangan datang
bertubi-tubi kepadanya.
“Lagipula Tuhan itu Maha
Pengampun Ani, nanti kalau sudah tua kau tinggal tobat,”
Pengampun Ani, nanti kalau sudah tua kau tinggal tobat,”
Potongan demi potongan kejadian
melintas bergantian di kepala Ani. Perjodohannya, kepergiannya ke Jakarta,
pengkhianatan Agus hingga ia yang nyaris diperkosa. Ia tak mungkin kembali ke
desanya, simbok pasti mengusirnya lantaran telah membuat malu keluarga, Agus
telah meninggalkannya. Ia sendiri dan tak punya siapa-siapa. Tak punya apa-apa.
melintas bergantian di kepala Ani. Perjodohannya, kepergiannya ke Jakarta,
pengkhianatan Agus hingga ia yang nyaris diperkosa. Ia tak mungkin kembali ke
desanya, simbok pasti mengusirnya lantaran telah membuat malu keluarga, Agus
telah meninggalkannya. Ia sendiri dan tak punya siapa-siapa. Tak punya apa-apa.
“Bagaimana? Sepuluh juta untuk
keperawananmu cukup kan?” Perempuan itu mengerling.
keperawananmu cukup kan?” Perempuan itu mengerling.
Aku tak punya pilihan lain, Ani
berkata kepada dirinya sendiri. Ia memasuki kamar besar dan tak lama kemudian
seorang laki-laki memasuki kamar itu. Menutup pintunya dan mulai melakukan
keinginannya. Ani membiarkannya. Ia tertidur dan tahu-tahu ia bangun berselimut
saja. Laki-laki itu sudah tak ada. Segepok uang bertuliskan sepuluh juta rupiah
berada di sampingnya. Ani menyeringai memandangnya. Ia sudah lupa sholatnya, ia
sudah lupa ayat-ayat yang pernah
dibacanya, ia sudah lupa nasihat yang sering didengarnya dari pengeras suara
masjid kecil di desanya. Hari itu ia memilih mati. Mematikan diri.
berkata kepada dirinya sendiri. Ia memasuki kamar besar dan tak lama kemudian
seorang laki-laki memasuki kamar itu. Menutup pintunya dan mulai melakukan
keinginannya. Ani membiarkannya. Ia tertidur dan tahu-tahu ia bangun berselimut
saja. Laki-laki itu sudah tak ada. Segepok uang bertuliskan sepuluh juta rupiah
berada di sampingnya. Ani menyeringai memandangnya. Ia sudah lupa sholatnya, ia
sudah lupa ayat-ayat yang pernah
dibacanya, ia sudah lupa nasihat yang sering didengarnya dari pengeras suara
masjid kecil di desanya. Hari itu ia memilih mati. Mematikan diri.
—
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk,” (terjemahan Q.S. Al Isra : 32)
—
Belajar menulis cerpen. Tantangan menulis duamingguan dari Kelompok Menulis Ceria yang kali ini temanya “Hari ini Aku (Sedang) Mati”,
9 Comments. Leave new
hei, ini keren. Ceritanya sederhana, tp sy suka penuturannya. Sya baca habis dlam skjap, pdhal dah lama sy mningglkn kesukaan bca cerpen. Ckckcckk..
Sklian ikut kontes buat cerpen punya bloof, mon.
makasi komennya mbak ^^
meluncur ke situs bloof 😀
Kasian banget si Ani, karena keadaan dia jual semuanya.. 🙁
cerpennye keren euy, ngalir dan mudah dicerna, sukses ye mba yu..
lagi belajar nulis cerpen Nay.. kritik sarannya ditunggu yang mpok 😀
endingnya tragis 🙁
Tapi inilah yg dicari pembaca
Yg dimaksud mematikan dirinya sendiri itu bagaimana? Bunuh diri atau hanya berubah derastis?
Maksudnya mematikan diri di sinin yakni hati manusia yg telah mati atau 'dimatikan' oleh manusianya dengan memilih jalan yg tak seharusnya 🙁
makasih komenna ya mbak, salam kenal 🙂
hwaaaaaaaaaaaaaa aniii. real sekali, mbak monik. masya Allah, apa yang bisa aku lakukan untuk para ani? 🙁
Mulki.. kadang aku mikir.. sebelum aku menge-judge org ys salah di mataku apa iya aku tau alesan apa dibalik tindakannya serta mau memahami.. Ah, apa yg udah aku lakuin utk umat 🙁
humm.. aku tetap berfikir salah adalah salah (utk hal2 maksiat). kecuali mmg belum tau hal itu tidak boleh. walopun memang tidak ada orang jahat sejahat2nya dan tidak ada orang tanpa kesalahan setanpa2nya 😀