Kita hidup di zaman ketika informasi telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Percakapan BBM, Whatsapp, Line, beranda Facebook, linimasa Twitter, postingan Path menjejali otak dengan beraneka ragam informasi. Entah mulai dari tulisan copy paste hingga hasil screenshot. Entah opini, fakta atau hoax. Deras.
Overloaded informations, yet, possibly asymmetric ones
Yang pertama muncul di kepala saya ketika mendapatkan sebuah
informasi baru adalah apakah ada sumbernya?. Bisa dibilang lebih banyak tulisan
tak mencantumkan sumber. Entah karena itu dianggap tak penting, tak tahu sumbernya,
atau alasan lainnya. Tulisan tak ada sumbernya bisa dibilang diragukan validitasnya. Siapa yang
berbicara tidak diketahui, entah itu tulisan bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannya juga tidak diketahui. Pokoknya sebarkan tulisan yang dianggap
menarik. Pentingnya sumber selain itu mengetahui validitas informasi juga untuk
mengetahui kapasitas si pemberi informasi. Dokter tentu merupakan sumber yang
bisa dipercaya ketika ia berbicara mengenai masalah kesehatan, tetapi seorang
pakar keuangan tentu lebih berkapasitas ketika berbicara tentang perencanaan
keuangan rumah tangga.
Informasi merupakan hal yang amat penting dan berharga
karena informasi merupakan sumber dari pengambilan keputusan. Atau minimal
informasi merasuk ke dalam cara pandang dalam melihat suatu hal. Dikutip dari
laman Wikipedia, Notoatmodjo (2008) mengatakan bahwa semakin banyak informasi
dapat memengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang dan dengan pengetahuan
menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya.Itulah mengapa validitas dan kebenaran informasi
menjadi sesuatu yang vital. Salah satu kisah tragis dalam sejarah modern adalah
bahwa perang Irak terjadi berdasarkan informasi intelijen yang salah, sebagaimana
yang telah diakui oleh Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair dua belas
tahun pasca perang tersebut. Menteri propaganda Nazi, Joseph Goebbels, menyatakan bahwa kebohongan yang dikatakan berulang-ulang akan dianggap sebagai kebenaran.
Cara sederhana
menelusuri berita
Yang pertama dilakukan ketika menemukan informasi baru dan
tak ada sumbernya adalah bertanya kepada si pemberi informasi. “Sumber dari
mana?”. Jika ia tak bisa mengatakan dan hanya menjawab copy paste, maka langkah berikutnya adalah googling. Ya, tulis saja kata kunci yang terkait dengan informasi.
Misal ketika heboh berita seorang remaja Arab selfie dengan jenazah kakeknya, saya mengetik ‘Arabian teenager selfie with his dead grandfather’ dan muncullah
sederet artikel dari situs terkait.
Selanjutnya, jika telah menemukan artikel di internet (bukan
sekadar postingan di Whatsapp misalnya), cek sumber dari tulisan di situs itu. Setelah
paragraf terakhir akan ada keterangan yang menunjukkan sumber darimana berita
dikutip (jika situs tersebut bukan sumber pertama). Telusur sumber pertama
tersebut dengan dikombinasikan dengan kata kunci terkait. Mengetahui sumber
pertama informasi akan menjadi salah satu pertimbangan dalam respon kita
terhadap informasi terkait bukan?
Seringkali, informasi yang cepat beredar adalah jika terkait
dengan agama. Apalagi jika sebuah informasi disebutkan sebagai sebuah hadits.
Perlu dipertanyakan : perawinya siapa? Apa derajat hadits tersebut? Jika tak
mampu untuk melacak di kitab hadits atau bertanya kepada ustadz, minimal googling, adakah situs terpercaya yang
memberikan informasi terkait dengan apa yang disebut sebagai hadits tersebut.
Menelusuri sumber
pertama
Salah satu ‘hobi’ saya adalah menelusuri sumber informasi
pertama. Caranya seperti yang saya sebutkan di atas. Ribet? Cara lebih
gampangnya adalah mencari tahu di situs resmi atau media sosial dari pihak yang
disebutkan di pemberitaan. Contohnya, jika ada artikel tentang kebijakan
moneter, crosscheck di situs atau
media sosial Bank Indonesia. Jika ada artikel atau pemberitaan tentang
kebijakan fiskal, pajak, kekayaan negara, dan hal terkait lainnya tentu akan
lebih valid jika informasi tersebut ada di situs Kementerian Keuangan atau
terpampang di media sosialnya.
Jika membuka situs Kementerian Keuangan, informasi tak hanya
dalam bentuk ‘dokumen asli’ yang membuat kening berkerut. Bayangkan jika
membaca 94 halaman RUU APBN 2016, belum tentu mudah dipahami masyarakat. Untungnya
dalam situs Kemenkeu, informasi tentang APBN 2016 diringkas lebih mudah dan
menarik dalam sebuah infografis, selain itu di halaman beranda situs Kemenkeu
juga terdapat banner infografis APBN
2016 di sebelah kanan atas. Tak hanya itu, Kementerian Keuangan merupakan salah
satu instansi Pemerintah yang aktif di media sosial. Tengok saja akun Facebook Page, Twitter, Youtube hingga Instagram (at kemenkeuri). Ya, mencari tahu informasi dari sumber
pertama menjadi semakin mudah bukan?
Jika sudah follow atau
like akun sumber, maka akan lebih
mudah dalam terkoneksi. Semisal, ketika Go Glam Gojek belum resmi dirilis, saya
mendapatkan informasi dalam bentuk gambar. Saya pikir itu editan karena ketika
itu Gojek belum menginformasikan melalui email sebagaimana biasa dilakukan oleh
Gojek jika terdapat informasi baru (salah satu pentingnya subscribe email). Maka, saya pun mengirimkan tweet ke Gojek. Jika terdapat akun dari sumber pertama, mengapa tak
bertanya untuk mengklarifikasi bukan?
Setidak-tidaknya kita
tak ikut menyebarkan berita yang keliru
Ada gambar yang bagus terkait dengan masifnya informasi yang
saya dapatkan dari beranda salah seorang teman. Berikut gambarnya :
Jika malas untuk melakukan semua hal di atas, amat minimal
jika kita tak ikut menyebarkan berita yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jangan terpancing dengan judul
bombastis, apalagi dari situs/blog tidak jelas. Skeptisme profesional (meminjam istilah dalam audit) amat diperlukan
dalam menyaring informasi di era bebas seperti sekarang ini. Dan tentu saja, setiap perbuatan kita kelak akan dipertanggungjawabkan bukan?
postingan ini sekalian ngeshare link2 kemenkeu yak :p
ReplyDeletesaya mah biasanya udah su'uzhon aja kalo baca berita yang di-share di sosmed. jadinya biasanya langsung googling dan keyword-nya langsung saya tambahin hoax, hehehe
kalau ditambahin 'hoax' mempersempit kata kunci mba :P
DeleteIya jama
ReplyDeleteSekarang susah cari informasi yang valid.
Note. Penting mencantumkan sumber tulisan
Iya mba.. penting banget :))
Deletebener nih, kita sering man sebar tanpa lihat itu benar atau cuma hoax
ReplyDeletekarena biasanya keburu heboh dulu jadi langsung sebar hihi
Deletehampir gk prnh ngeshare
ReplyDeleteehehe.. knp mba? klo blh tau
DeleteBerguna banget nih, soalnya aku suka geram sama yang main asal share berita tapi ngga dikroscek dulu. Yang paling parah kalo udah share, pake komenin yang negatif, cuma baca judulnya aja, eh tulisan atau beritanya salah trus udah terlanjur viral. Naudzubillah malah kesannya kayak menyebar fitnah.
ReplyDeleteiya betul mba.. berita hoax bs menjadi fitnah jika bukan kebohongan :(
DeleteTabayun itu penting sebelum nge-share suatu berita/isu. Bahkan klo saya menulis tuk postingan blog saya berusaha mencari sumber informasi yg valid. Apalagi klo menyebarkan berita provokatif macam John Roe, ogah ah, Entar kena dosa, mancing2 emosi orang.
ReplyDeleteThanks postingannya Mbak Monika :D
Great!