
Muhammad
Yunus memulai buku ini dengan awal mula terciptanya sebuah bisnis baru, bisnis
sosial, yang lahir akibat permasalahan yang ditimbulkan oleh sistem
kapitalisme, kegagalan pemerintah dalam memecahkan masalah sosial hingga kurang
efektifnya gerakan nirlaba. Ia juga menunjukkan perbedaan antara perpaduan
antara badan pemerintah dan kelompok nirlaba, yakni lembaga multilateral,
seperti Bank Dunia dan korporasi keuangan internasional dengan Bank Grameen,
sebuah bank dengan basis bisnis sosial serta Corporate Social Responsibility (CSR) yang dewasa ini telah banyak
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar. Kapitalisme menurutnya tak lebih
dari sekadar struktur setengah jadi yang memandang manusia sebagai makhluk satu
dimensi yang hanya tertarik mengejar keuntungan sebesar-besarnya.
Bisnis baru yang
ditawarkan oleh Muhammad Yunus, bisnis sosial adalah bisnis yang mengakui sifat
multidimensi manusia. Pengusaha bukan mendirikan bisnis dengan target
keuntungan sebesar-besarnya (profit-maximizing
business-PMB) melainkan untuk mencapai tujuan sosial yang luas. Terdapat dua jenis bisnis sosial yakni perusahaan yang
fokus menyediakan manfaat sosial, bukan mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya dan dimiliki oleh investor yangmengharapkan manfaat sosial.
Yang kedua adalah bisnis pencari keuntungan maksimal yang dimiliki oleh orang
miskin dan orang kurang beruntung.
Bank Grameen
lahir untuk mematahkan anggapan bahwa orang miskin tak layak mendapatkan
bantuan kredit. Muhammad Yunus bahkan memberikan bantuan kredit kepada para
pengemis! Hasilnya tak sia-sia, tingkat pengembalian pinjaman mencapai 98%,
banyak pengemis yang ‘pensiun’ sebagai pengemis dan memulai usaha.
Kekuatan
kredit mikro yang ditawarkan bukan berasal dari jumlah kredit yang diberikan
melainkan pada keyakinan seorang Muhammad Yunus bahwa akan ada cara untuk
mengentaskan keyakinan. Ia membuat orang-orang miskin yakin bahwa mereka mampu
selama mereka berjuang untuk diri mereka sendiri. Pinjaman yang diberikan
digunakan untuk kegiatan produktif, terdapat enam belas butir perjanjian yang
disepakati dengan penerima pinjaman hingga pembuatan kelompok usaha sehingga
anggota usaha malu kepada kelompoknya apabila gagal membayar. Ia juga menemukan
bahwa memberi pinjaman kepada wanita jauh lebih efektif daripada memberi
pinjaman kepada pria.
Berawal dari
kredit mikro, bisnis sosial Muhammad Yunus pun dimulai. Ia bahkan memiliki dua
puluh lima organisasi bisnis sosial yang bergerak di berbagai bidang. Ia juga
bekerjasama dengan Danone dan membentuk Grameen Danone dan kemudian berkomitmen
memproduksi makanan bergizi dengan harga rendah untuk rakyat Bangladesh
(kemudian dikenal sebagai yoghurt Shokti Doi). Tak hanya itu, ia juga
memikirkan mengenai dampak plastik yang digunakan sebagai wadah yoghurt dengan
menggantinya dengan wadah yang terbuat dari tepung jagung.
Kekuatan
Muhammad Yunus terletak pada keyakinannya akan hal-hal yang dianggap orang
sebagai hal yang mustahil dicapai, kepeduliannya yang begitu besar kepada orang
miskin dan kemampuannya memikirkan hal-hal yang diabaikan orang lain. Ia
bermimpi pada tahun 2050 nanti kemiskinan akan berada dalam museum.
Membaca
buku ini seperti menyelami pemikiran seorang Muhammad Yunus yang luar biasa. Pantaslah
bila ia diganjar dengan sebuah penghargaan Nobel. Buku yang mengagumkan dan
membuat saya menyesal mengapa baru sekarang membacanya :)
-previously posted in facebook-
An juga pernah ikut penelitian CSR, mon...CSR tentang pengendalian DBD di Kelurahan Gajahmungkur, Semarang
ReplyDeletejadi CSR itu bentuk kapitalisme atau bukan ya?
ReplyDelete