Persiapan keuangan pernikahan - Aisyah dan Maisyah. Hayo siapa yang sudah pernah dengar dan ada hubungan apakah di antara keduanya? Aisyah dan Maisyah merupakan salah satu judul buku Ahmad Gozali, seorang Financial Planner muslim terkemuka, yang berisikan mengenai persiapan mengenai pernikahan. Namun tulisan kali ini tak membahas mengenai buku tersebut *kebetulan belum baca hehe* melainkan sedikit ilmu untuk dibagi dari sesi perencanaan keuangan keluarga Muslim oleh sang penulis buku yang saya ikuti beberapa waktu lalu. Yuk mari...
Dibuka dengan sitiran hadits yang memotivasi para pemuda untuk menikah “Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah siap menikah, nikahlah. Sesungguhnya nikah itu dapat menahan pandangan dan menyelamatan kemaluan dan barang siapa tidak mampu maka berpuasalah karena sesungguhnya dia (akan) menjadi perisai,” sesi kali ini pun membuat peserta bertanya-tanya : sudah siapkah untuk menikah?
Parameter kesiapan seseorang tentu berbeda antara satu
dengan yang lain, mungkin ada yang menafsirkan kesiapan (dalam hal ini kita
berbicara mengenai hal finansial tentu saja) dengan besar kecilnya penghasilan
seseorang atau barang tertentu yang telah dimiliki. Sah-sah saja tetapi jangan
sampai salah menempatkan prioritas. Prioritas
utama adalah “bagaimana memenuhi nafkah setelah menikah” bukan “bagaimana
menyiapkan dana untuk resepsi pernikahan.” Mengapa?
Karena semahal-mahalnya biaya resepsi pernikahan, masih bisa ditanggung bersama oleh keluarga kedua belah pihak. Tapi semurah apapun biaya hidup, nafkah harus dari hasil keringat sendiri.
Sebagian orang berkeinginan untuk
menikah setelah mapan. Kalau menunggu mapan sampai kapan? Dikatakan bahwa
berdasarkan sebuah penelitian, orang yang sendirian mengumpulkan aset lebih
lambat daripada orang yang menikah. Nah lho. Dalam Q.S An-Nuur:32, Allah bahkan
telah menjamin rezeki orang yang menikah, “Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah maha luas
(pemberian-Nya) lagi maha mengetahui,”
Yang harus digenggam erat pertama adalah keyakinan akan rezeki Allah.
Berapa penghasilanmu tdk lebih penting daripada ‘darimana’ didapat dan ‘untuk apa’ digunakan karena ‘berapa’ hanya menunjukkan level di mata manusia. Sedangkan ‘darimana’ menunjukkan halal/tidaknya, baik/tidaknya sedangkan ‘untuk apa’ menunjukkan value, nilai keberkahannya. Dan bilamana tiba saatnya nanti, kita tdk akan ditanya ‘berapa’, tapi ‘darimana’ dan ‘untuk apa’. Itulah pertanggungjawaban kita padaNya.
Perencanaan keuangan keluarga dimulai dari sebelum seseorang menikah. Ketika ta’aruf
dilaksanakan, seseorang harus tahu
penghasilan dan kebiasaan keuangan calon pasangan serta memahami pandangannya.
Tiga pertanyaan : 1) berapa ‘setoran’
gaji suami untuk istri? 2) Siapa yang mengelola keuangan keluarga dan 3)
Bagaimana penghasilan istri yang bekerja? merupakan pertanyaan-pertanyaan yang
paling sering ditanyakan dalam pengelolaan keuangan keluarga.
Suami mempunyai penghasilan maka
atas penghasilan tersebut merupakan hak
suami tetapi istri berhak mendapatkan nafkah (ingat nafkah bukan gaji) dari
suami. Nafkah di sini dalam konteks suami dan istri menikmati standar yang sama, misal dalam makanan
atau pakaian. Selain itu tidak secara otomatis harta suami menjadi milik istri
tetapi istri boleh memakai dan boleh
meminta.
Tips berikutnya adalah harta suami dan istri sebaiknya dipisah
karena pernikahan tidak menyebabkan bercampurnya harta dan yang tak kalah
penting adalah bahwa ahli waris suami dan istri berbeda dalam kasus-kasus
tertentu seperti : suami istri tidak mempunyai anak, mempunyai anak dari
pasangan yang lain/suami beristri lebih dari satu atau suami istri memiliki
anak tetapi tidak memiliki anak laki-laki (lebih lanjut dapat dipelajari di
hukum Faraidh). Ahli waris suami dan istri sama jika suami beristri satu dan
mereka memiliki anak laki-laki. Harta yang harus dipisah tentunya tidak semua
harta melainkan harta yang ada legalitasnya (dibuktikan dengan surat
kepemilikan). Harta istri bisa berasal dari harta yang telah ia miliki sebelum
menikah, harta yang diperoleh melalui warisan, hadiah dari suami dan mahar.
Selain itu, penghasilan istri bukan merupakan hak penuh dari istri. Mengapa?
Karena suami sedikit banyak memiliki andil dalam memperoleh penghasilan istri
tersebut melalui pemberian izin suami kepada istri untuk bekerja. Yang
terpenting adalah jangan menilai rumah tangga dari materi saja. Misalnya
melalui perjanjian pranikah yang mana jauh kebih besar risiko psikologis
dibanding risiko legalnya.
Sesi setengah hari
tersebut pun ditutup dengan tips menghitung pengeluaran secara ‘menyenangkan’.
Maksudnya? Pengeluaran katakanlah dibagi menjadi empat : biaya hidup (seperti sembako, listrik, telpon, uang sekolah), cicilan hutang (seperti kredit
rumah/mobil), kebutuhan masa depan
(seperti tabungan, investasi dan asuransu), serta kewajiban agama/sosial (seperti zakat, infaq, shodaqoh).
PENGELUARAN
1. Biaya Hidup (40-60%)
2. Cicilan Hutang (maks.
35%)
3. Kebutuhan Masa Depan
(min.10%)
4. Kewajiban
agama/sosial (2,5-10%)
Cara Menghitung A
Gaji
: 100
Hutang
: 30
Sisa : 70
Biaya
hidup : 60
Sisa : 10 >>saving
Cara Menghitung B
Gaji
: 100
Hutang
: 30
Sisa : 70
Saving : 10
Sisa : 60 >>biaya hidup
Sekilas tak ada yang berbeda
dengan cara menghitung A dan B mengingat jumlah yang dikeluarkan untuk keempat
pos sama persis. Tetapi perhatikan bahwa cara menghitung A mendahulukan pembayaran
biaya hidup dibandingkan saving sementara cara menghitung B mendahulukan saving sebelum membayarkan biaya hidup. Apa bedanya? Mindset. Pada cara pertama, jumlah 10
sebagai saving bisa ada bisa tidak *ingat bahwa berapapun pendapatan pengeluaran
menyesuaikan* sementara dengan jumlah yang sama cara menghitung B memiliki
mindset positif yakni bahwa ia memiliki
tujuan menghabiskan uang bukan untuk menyisakan uang. Lebih menyenangkan
bukan? :)
Sekian dulu oleh-olehnya. Ohya
bagi yang ingin berkonsultasi lebih lanjut dengan kakak kelas satu almamater saya ini *numpang ngeksis ;p dapat menghubungi beliau
melalui akun twitternya @ahmadgozali *beliau biasanya ramah menjawab pertanyaan yang
dilayangkan ke akun twitternya.
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.
wah, tambah ilmu lagi nih kak... awal juga udah dapet ilmu di acara chat dengan YM edisi matematika jodoh...
ReplyDeletepengen juga nikah muda, tapi kaka bilang 25 tahun aja, belum tanya ayah, maunya lebih muda lagi... hahah...
kaka kapan nih? ditunggu undangannya ya kalo ngga hardcopy, undangan sofcopynya juga ngga apa2
iya, kakak juga tambah ilmu habis ditag dek Awal video youtube kmrn :)
Deletesemoga niat baik dimudahkan ya dek...
doain aja segera dek, jodoh kakak datengnya :D
Masya ALLoh.. bener-bener perencanaan yang matang, Mon.. karena menikah juga butuh manajemen keuangan , ya^_^
ReplyDeletejazakillah khair...
Bener banget An, wa iyyaki :)
Deletembak monik, numpang senyum, hehe :D
ReplyDeletekalo dulu temenku ada yang nekat nikah tanpa mikirin banget biaya hidup setelahnya dan dia bisa bertahan sampai skrg. entah nanti aku bakal ikuti jejaknya atau ga ya, hihi. jujur, manajemen keuangan masih suka berantakan. wkekeke :D
ahaha, mumpung kita belum nikah, siap2 dulu, pas jodohnya dateng udah siap lahir batin *termasuk aspek keuangan tentunya... :)
Deletewah ilmu baru MOn. bagus bgd. aku baru dngar. tambah pinter aja nih MOnik manis.
ReplyDeletehemm... makash yah. Duh yg lagi menuju jalan indah. Sepertinya sebntar lagi ya. smoga nyusul Awa.
Nice posti, jadi bisa belajar lagi dan lebih matang mengelola keuangan :)
ReplyDeleteayo mba, bagi2 ilmu dari yg udah pengalaman :)
Deleteaku yang udah nikah 2 tahun kayaknya masih harus mendalamai ilmu manajemen keuangan keluarga, hihihi :p
ReplyDeletehihi.. semangat mba, aku malah belum praktek kan *eh :p
DeleteAku baru mau nikah, bermanfaat banget ini buat aku, terima kasih ya mbak, mungkin yang agak sulit nanti menjelaskan pada calon istri.. semoga tidak.. :)
ReplyDeletesama2 mas.. semoga bermanfaat.. salam kenal ya :)
Deletewah, patut dipraktekin nih, makaish infonya
ReplyDeletesaam2 mba, semoga bermanfaat..
Deletesalam kenal ya mba :)
Sejak single hingga setelah menikah, saya berpegang pada 2 hal:
ReplyDelete1. utang tidak boleh lebih dari 30% dari penghasilan sebulan
2. menabung di awal bulan (setelah gajian) minimal 10%, kalau dalam bulanitu mendapat penghasilan tambahan ya masuk ke tabungan juga
Yang lainnya belum hehe habis kalau kebanyakan rencana biasanya kacau, yang penting cukup aja setiap bulan dan masih ada sisa utk tabungan tambahan.
Mbak, aq lupa lomba ttg hijabnya. Maaf ya :(
sip2 mba,, thanks for sharing :D
Deletehihi gapapa mba...
Semoga saya diberi rezeki agar dapat menikah secepatnya. Amin :)))
ReplyDeleteaamiin... semoga terkabul mas :)
Deletesalam kenal yah...
weits... nice inpoh mba...
ReplyDeletesalam kenal mba nya
salam kenal juga mba rima.. semoga bermanfaat :)
DeleteWah, mantap ilmunya mbak Monik. TFS ya mbak :)
ReplyDeletesama2 mba... semoga bermanfaat :)
Deleteditunggu tulisan2nya mba hihi
Assalamu'alaikum warrahmatullah
ReplyDeleteSalam kenal, Mbak Monik :)
Wah, saya udah setua ini masih acak kadul ngurusin uangnya, jadi bisa belajar ini :)
Maaf OOT, mengenai Blogger Hibah Sejuta Buku, gabung aja di group FBnya, Mbak
http://www.facebook.com/groups/hibahbuku/
wa'alaykumsalam wr wb..
Deleteslm kenal jg mba Azkia :)
oke mba, meluncur :D
Jadi inget pas pulang kemarin diceritain istri tentang materi ini.
ReplyDeleteHehehe