
Bagi sebagian orang, lezatnya steak Holycow misalnya,
bukanlah hal yang ‘luar biasa’. Bukan hal yang memberatkan untuk merogoh kocek sekian
puluh atau ratus ribu untuk sekali menyantap hidangan favorit. Santapan dengan
menu daging bisa jadi merupakan hal yang jamak sehari-hari. Namun bagi sebagian
orang lainnya, daging merupakan hidangan mewah yang dinikmati amat jarang, pendek
kata bisa makan saja merupakan sesuatu yang amat disyukuri.
Jika Idul Fitri didahului dengan tiga puluh hari puasa wajib
Ramadhan, maka Idul Adha didahului dengan sembilan hari puasa sunnah. Sejatinya,
dengan puasa umat Muslim selain diharapkan mampu menjadi orang yang bertakwa
dengan mengendalikan hawa nafsunya, juga diharap mampu berempati dengan
orang-orang yang ‘berpuasa’ lantaran tak memiliki cukup uang untuk membeli makanan.
Hari raya adalah keriangan, ketika orang-orang merayakan kemenangan di bulan
Ramadhan, turut berkurban sebagian harta melalui hewan sembelihan hingga suka
cita orang-orang menikmati lezatnya daging.
Momentum Idul Adha patut untuk menjadi refleksi diri, apakah
cinta kepada Allah melebihi cinta pada harta. Mengeluarkan dua setengah juta
untuk membeli tiket konser, misalnya,
apakah lebih mudah dibandingkan dengan mengeluarkan jumlah yang sama untuk
membeli hewan kurban. Malu, jika seorang pemulung mampu berkurban dua ekor
kambing dengan menyisihkan pendapatannya selama tiga tahun, sementara yang
bergaji sebulan berlipat dari harga kambing tidak mampu (atau tidak mau) untuk
melaksanakan ibadah sekali setahun ini. Adakah yang lebih indah daripada iman
di dada?
“Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Terjemahan QS. Al Hajj: 37)
Selamat Hari Raya Idul Adha
Referensi :
1.
Kisah Ibrahim disarikan dari materi yang
disampaikan ketika liqo. Jika ada yang kurang tepat mohon dikoreksi
2.
http://www.dakwatuna.com/2012/10/27/23742/setelah-menabung-3-tahun-pemulung-itu-pun-berqurban-2-kambing-terbesar/
No comments