“The right question is usually more important than the right answer.” (Plato)
Ta'aruf islami - Bagaimana kamu yakin bahwa dia
adalah jodohmu? Bagaimana kamu tahu bahwa seseorang adalah orang yang tepat
untukmu? Kalau kamu pacaran, mungkin kamu memiliki waktu yang lama untuk
mencari tahu.
Namun, jika kamu memutuskan untuk ta’aruf, apalagi dengan orang
yang sama sekali tidak kamu kenal sebelumnya, apa yang harus kamu lakukan agar
kamu tidak membeli kucing dalam karung?
Bayangkan kamu duduk di sebuah
ruangan bersama seseorang yang tak pernah kamu kenal sebelumnya, dengan
perantara di antara kalian. Kamu sudah membaca CV ta’aruf yang disampaikan oleh
bakal calon pasanganmu dan dia juga dia telah membaca CV kamu. Lalu, kalian
dipertemukan. Ini adalah kesempatanmu
untuk mengenal lebih lanjut tentang sosoknya. Kamu memiliki waktu, katakanlah
2-3 jam untuk kemudian memutuskan apakah ta’aruf bisa dilanjutkan menjadi
khitbah atau cukup disudahi. Bisa jadi
ini adalah satu-satunya kesempatanmu.
Apa saja yang akan kamu tanyakan? Pertanyaan-pertanyaan apa yang bisa
memberikan jawaban yang meyakinkanmu untuk berkata ya atau tidak atas
kelanjutan ta’aruf?
Karena pertanyaan yang tepat akan
bisa memvalidasi.
Benarkah ia adalah orang yang tepat untukmu? Benarkah kamu adalah orang
yang tepat untuknya? Benarkah kamu dan dia bisa menjadi dua orang yang
beriringan bersama dalam menjalani kehidupan?
Jadi, apa saja pertanyaan yang
perlu kamu tanyakan ketika ta’aruf?
Jangan ta’aruf dengan tangan kosong
Sebelum kamu mengajukan
pertanyaan ketika ta’aruf, jangan
ta’aruf dengan tangan kosong. Kamu harus mengidentifikasi kebutuhan dan keinginanmu dengan menetapkan kriteria pasangan
yang kamu mau dan mengidentifikasi rumah
tangga seperti apa yang kamu inginkan.
Mengapa? Agar kamu bisa fokus dan memudahkanmu melakukan filter.
Misal, kamu memiliki kriteria
utama suami yang sholat 5 waktu berjama’ah di masjid, tidak merokok. Itu akan
menjadi panduanmu ketika ta’aruf. Semisal, bakal calon pasangan tidak memenuhi
kriteria itu. Ya sudah, jangan lanjutkan jika memang hal tersebut tidak ada
pada bakal calon pasangan.
Kamu ingin rumah tangga yang
bersama-sama menjadi penghafal Al Qur’an. Kamu bisa menanyakan bagaimana
pandangannya tentang hal tersebut.
Setelah menentukan kriteria utama
pasangan dan rumah tangga yang kamu inginkan, silakan siapkan pertanyaanmu
ketika ta’aruf. Apa saja?
Pertanyaan Penting Ketika Ta’aruf
Pertama, AGAMA
“Wanita dinikahi karena 4 hal: hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah yang memiliki agama, maka kalian akan beruntung.” (H.R. Bukhari)
Agama seyogianya menjadi kriteria utama dalam memilih pasangan hidup. Ulama Hasan Al Bahri pernah memberikan nasihat kepada seorang ayah yang menanyakan sebaiknya putrinya ia nikahkan dengan siapa. “Nikahkan dia dengan orang yang bertakwa kepada Allah. Jika orang itu mencintai putrimu, ia akan memuliakannya; dan jika ia membencinya, ia tidak akan menzhaliminya.”
Artinya, tidak akan rugi seseorang yang memilih pasangan karena agamanya.
Lalu, bagaimana pertanyaan
tentang agama yang bisa kamu tanyakan?
Akidah adalah fundamental dari
agama Islam. Jadi, tanyakanlah pertanyaan terkait akidah terlebih dahulu. Kamu
bisa menanyakan “Apa sih tauhid menurut
kamu dalam aplikasinya di kehidupan sehari-hari?”
Terkait agama, berikut contoh
pertanyaan yang bisa kamu ajukan :
- Kamu memandang dirimu sebagai seorang Muslim yang bagaimana?
- Apakah kamu mengikuti aliran tertentu dalam beragama?
- Ibadah sunnah yang rutin kamu lakukan sehari-hari apa?
- Apa pengalamanmu dalam beragama yang paling berkesan?
Mengapa pertanyaan tentang agama penting?
Karena pasangan merupakan orang yang
akan beribadah bersama dengan kita dalam jangka waktu yang lama, bahkan
katanya pernikahan merupakan ibadah terpanjang.
Kedua, PERSONAL
Ingatlah bahwa tidak cukup menikah dengan orang baik, tetapi juga carilah orang yang cocok dengan kita. Ketika ta’aruf, kita berkesempatan untuk menggali lebih jauh tentang kepribadian dan sudut pandang seseorang.
Ingatlah bahwa tidak cukup menikah dengan orang baik, tetapi juga carilah orang yang cocok dengan kita. Ketika ta’aruf, kita berkesempatan untuk menggali lebih jauh tentang kepribadian dan sudut pandang seseorang.
Kamu bisa menanyakan :
- Apa saja kelebihan dan kekuranganmu yang menonjol/utama?
- Apa yang menjadi impian terbesar dalam hidupmu?
- Apa yang kamu lakukan ketika marah kepada seseorang?
- Apa yang kamu lakukan di waktu senggangmu?
- Apa yang menjadi prioritasmu saat ini?
- Bagaimana caramu menyelesaikan masalah?
Dari jawaban yang ia sampaikan,
kamu bisa menilai kepribadian dan juga karakter seseorang. Pertanyaan tentang
cara mengelola kemarahan menunjukkan tentang bagaimana ia akan memperlakukan
seseorang ketika marah, termasuk memperlakukanmu ketika menjadi pasangannya.
Dari caranya menyelesaikan masalah, kamu bisa menilai seberapa dewasa dia.
Ketiga, KELUARGA
Banyak orang berkata bahwa menikahi seseorang adalah juga ‘menikahi’ keluarganya. Jadi, mau tak mau, kamu harus paham kamu menikah dengan orang dari keluarga seperti apa. Filosofi Jawa mengatakan “bobot, bibit, bebet”, bibit terkait dengan asal usul (keturunan) calon pasangan.
Bagaimana cara mengetahui lebih
dalam tentang keluarga? Tanyakanlah :
- Bagaimana kamu mendeskripsikan keluargamu? (Pertanyaan ini merupakan pancingan awal untuk mengetahui latar belakang keluarga dan keluarga seperti apa yang akan kamu hadapi jika kalian jadi menikah)
- Adakah preferensi orang tua terkait menantu?
- Apakah orang tua keberatan jika memiliki menantu yang... (sebutkan kondisimu yang menurutmu bisa membuat orang tua keberatan, misal beda suku, perempuan karier, dari keluarga broken-home, dsb)
Dengan pertanyaan pancingan seperti di atas, kamu bisa menanyakan pertanyaan lanjutan yang lebih sesuai dengan kondisi keluarganya secara spesifik. Misal, dia bercerita bahwa dia merupakan anak tunggal. Kamu bisa menanyakan pertanyaan lanjutan, “Ohya berhubung anak tunggal, kira-kira ada syarat dari orang tua nggak ya misal untuk tinggal bareng orang tua?”
Ketika ta’aruf dulu, saya
memastikan kepada suami pada waktu itu bahwa keluarganya sudah paham mengenai
ta’aruf. Bagi sebagian keluarga untuk menerima orang baru sebagai anggota
keluarga itu tidak mudah, apalagi melalui ta’aruf yang mana sang calon belum
dikenal sama sekali oleh keluarganya.
Selain itu, saya juga menanyakan
apakah orang tuanya (Minangkabau) keberatan bila memiliki menantu orang Jawa.
Hal tersebut saya tanyakan untuk memitigasi
risiko saya tidak diterima oleh keluarganya.
Jadi, pertanyaan tentang keluarga amat penting karena nantinya keluarga
pasangan akan menjadi keluarga kita. Tentu, kita ingin tak hanya diterima oleh pasangan, tetapi juga diterima oleh keluarganya. Kita juga
harus bisa menerima keluarga pasangan seperti kita menerima dia.
Keempat, KRITERIA PASANGAN
Tanyakanlah apa ekspektasi bakal calon pasanganmu tersebut dan nilailah apakah kamu dan dia bisa saling melengkapi.
Kamu bisa memancingnya bercerita
lebih dalam tentang kriteria yang diinginkannya dengan menanyakan :
- Bagaimana kamu memandang pasangan hidup (suami/istri)?
- Kriteria pasangan yang menurutmu harus ada itu apa?
- Hal apa yang paling tidak kamu harapkan ada pada diri pasanganmu?
- Apakah kamu keberatan jika memiliki pasangan yang (sebutkan kekurangan/kondisimu yang kira-kira bisa membuat seseorang keberatan menerimamu sebagai pasangan, misal : pencemburu, cerewet, tidak bisa memasak, tidak bisa menyetir, dsb)
Misal, ketika itu saya menanyakan apakah dia keberatan jika saya bermaksud mengambil beasiswa S2 di luar negeri, apakah keberatan jika memiliki istri yang bekerja.
Kelima, RUMAH TANGGA
Menikah bukan hanya untuk mengganti status di KTP, tetapi kamu akan membangun rumah tangga dengan seseorang yang bakal bersamamu hingga akhir hayat. Jadi, kamu harus memastikan dahulu rumah tangga apa yang akan kamu bangun bersama orang tersebut.
Tanyakanlah pertanyaan tentang
rumah tangga yang diinginkan seperti :
- Awali dengan pertanyaan pancingan, “Keluarga seperti apa yang kamu inginkan?”
- Rumah tangga ideal menurutmu itu yang bagaimana?
- Bagaimana pembagian tugas domestik antara suami istri menurutmu? (Mungkin terdengar sepele, tetapi ketika berumah tangga urusan domestik bisa jadi sumber permasalahan)
- Apabila ta’aruf ini berlanjut menikah, kira-kira akan tinggal di mana (kos/kontrak/sama orang tua)?
- Bagaimana pandanganmu tentang poligami? Dan apakah ada keinginan untuk melakukannya?
Pastikan kamu menanyakan hal-hal yang penting bagimu dalam sebuah pernikahan. Misal, dari pertanyaan tentang keluarga saya mengetahui bahwa suami tinggal bersama adik laki-lakinya. Kemudian, saya pun menanyakan “Jika memang ta’aruf ini berlanjut, kira-kira bisa nggak ya kalau nanti tinggalnya hanya kita berdua saja?”
Saya juga mengemukakan preferensi
dalam berumah tangga bahwa saya nggak ingin membeli rumah dengan cicilan bank
dan menanyakan pendapatnya tentang hal tersebut.
Keenam, FINANSIAL

Jangan malu untuk menanyakan tentang finansial sebelum menikah. Masalah ekonomi merupakan salah satu penyebab perceraian utama di Indonesia. Jadi, alangkah lebih baiknya jika dapat diantisipasi dari awal.
Kamu bisa menanyakan :
- Bagaimana caramu mengelola keuangan?
- Apakah kamu memiliki kewajiban finansial ke keluarga?
- Apakah kamu memiliki tanggungan finansial/utang?
- Nafkah istri itu menurutmu seperti apa?
- Sebutkan kasus terkait keuangan misal istri tidak bekerja dan orang tuanya membutuhkan bantuan finansial, tanyakanlah apakah dia tidak keberatan untuk membantu
- Bagaimana pandanganmu tentang utang?
- Kalau suami memiliki gaji UMR, apakah kamu keberatan?
Dari pertanyaan tentang
finansial, kamu bisa menilai kondisi dan cara pandang bakal calon pasangan
tentang finansial. Misal, kamu bisa menilai seseorang itu boros atau pelit.
Kebetulan, saya dan suami satu
instansi tapi beda unit eselon I. Saya tidak perlu menanyakan berapa gajinya
karena saya sudah tahu gaji PNS golongan tersebut. Jadi, ketika ta’aruf saya
hanya menanyakan, “Adakah penghasilan
lain di luar gaji?”
Saya juga memberikan persyaratan
terkait keuangan kepada suami. “Ketika
saya menikah, saya ingin terus bekerja dan tidak ingin dibatasi dalam
memberikan bantuan finansial kepada keluarga. Kira-kira keberatan nggak ya
dengan hal tersebut?”
Ketujuh, KESEHATAN
Dalam ta’aruf, kita dianjurkan untuk bertanya tentang kesehatan pasangan. Kamu juga mengemukakan kondisi kesehatanmu.
Pertanyaan yang bisa diajukan :
- Apakah kamu memiliki penyakit tertentu?
- Apakah kamu merokok? Jika misal ya, bersediakah kamu untuk berhenti merokok setelah menikah?
Dengan mengetahui kondisi kesehatan pasangan, kamu bisa memperkirakan banyak hal. Jika bakal calon pasanganmu memiliki riwayat penyakit tertentu, kamu bisa mengetahui di awal kondisi yang akan dihadapi. Kamu juga bisa mengetahui kemungkinan riwayat penyakit tersebut menurun pada anak atau tidak. Ingat, kamu juga mencari ayah/ibu anakmu.
Kedelapan, PAMUNGKAS
Ketika ta’aruf, ingatlah bahwa kita tidak boleh mencari aib seseorang.
Jangan menanyakan dosanya di masa lalu. Namun, menurut saya, jangan sampai
kondisi masa lalu bakal calon pasangan bakal mengganggu perjalanan rumah tangga
ke depan, jika berlanjut.
Saya menganjurkan untuk
menanyakan pertanyaan ini, “Adakah hal di
masa lalu yang kira-kira masih menjadi ganjalan dan bisa mengganggu rumah
tangga ke depan?”
Jangan sungkan ketika bertanya dalam ta’aruf karena itulah
kesempatanmu untuk menggali lebih dalam. Namun, tentu saja, sampaikanlah
pertanyaan dengan kalimat yang sopan dan nada bicara yang santai. Tanyakan secara halus dan hindari nada judging dalam mengemukakan
pertanyaan. Ingat untuk memasukkan kondisimu dalam pertanyaan kepadanya
sehingga jawaban yang ia berikan akan benar-benar relevan.
Dalam Islam, kamu boleh mengajukan syarat tertentu kepada calon pasangan sebelum
menikah. Namun, tentu saja, syarat yang tidak bertentangan dengan syariat. Masukkanlah
syaratmu itu ketika ta’aruf.
“Sesungguhnya persyaratan yang paling layak untuk dipenuhi adalah
persyaratan yang diajukan untuk melanjutkan pernikahan.” (HR. Bukhari 2721,
Muslim 1418, dan yang lainnya).
Semisal, laki-laki boleh
mensyaratkan untuk memiliki istri yang masih perawan dan apabila nanti setelah
menikah istri ternyata sudah tidak perawan, suami memiliki hak fasakh
(membatalkan pernikahan) apabila ia tidak ridha terhadap kondisi sang istri.
Perempuan juga boleh mengajukan syarat tidak mau dipoligami.
Pertanyaan ketika ta’aruf sangat
penting untuk mengetahui kondisi bakal calon pasanganmu, memberitahukan
kondisimu kepadanya, dan sebagai pembuka penilaianmu apakah ta’aruf bisa
dilanjutkan atau cukup sampai itu saja.
Bukan untuk mencari kekurangan
seseorang tetapi untuk mengetahui apakah kamu bisa bersama orang seperti itu.
Kamu tahu kondisi apa yang kamu hadapi jika menikah dengannya.
Kamu tahu di awal tentang konsekuensi yang sekiranya kamu hadapi ketika
mengambil keputusan
Bagaimana kita tahu seseorang mengatakan yang sebenarnya ketika ta’aruf?
Secara pribadi, saya tidak
menyarankan kamu menikah dengan orang yang sama sekali tidak kamu kenal alias stranger. Dalam tulisan sebelumnya, 7Hal yang Harus Dipersiapkan Sebelum Memutuskan Ta’aruf, saya menuliskan bahwa
perantara sebaiknya orang yang mengenal kamu dan bakal calonmu dengan cukup
baik. Mengapa? Karena kamu akan bisa melakukan check and recheck atas jawaban yang diberikan bakal calon
pasanganmu saat ta’aruf. Apa benar dia bekerja di perusahaan yang dikatakannya?
Apa benar dia benar orangnya suka ke masjid? Apa benar statusnya benar-benar
belum menikah? Dan sebagainya.
Ketika saya memutuskan ta’aruf
dengan laki-laki yang saat ini menjadi suami saya, saya menggali info
sebanyak-banyaknya dari mutual friends
alias orang-orang yang sama-sama mengenal saya dan dia (jadi walaupun saya dan
dia tidak kenal sama sekali, kami memiliki beberapa teman yang sama). Saya
memverifikasi beberapa jawabannya saat ta’aruf dan meminta testimoni
teman-teman. Begitu juga dengan dia yang mencari testimoni beberapa orang
tentang saya.
Jadi, ta’aruf tidak berarti
membeli kucing dalam karung. Jangan sampai mengalami kejadian yang tidak
diinginkan seperti ‘ikhwan’ yang menipu ketika ta’aruf (silakan googling sendiri terkait ini).
Enaknya ta’aruf menurut saya
adalah nothing to lose. Kalau
berlanjut ya alhamdulillah bertemu jodoh, jika tidak pun tidak ada ruginya.
Mengapa? Karena dalam ta’aruf, rasa baper bisa diminimalkan. Interaksi tidak
dilakukan secara langsung tetapi melalui perantara.
Jadi, kamu sudah siap untuk
ta’aruf?
***
Baca juga alasan saya menikah dengan cara ta'aruf di Menikah Tanpa Cinta, Mengapa Tidak? dan persiapan ta'aruf di 7 Hal yang Harus Dipersiapkan Sebelum Memutuskan Ta'aruf
***
Baca juga alasan saya menikah dengan cara ta'aruf di Menikah Tanpa Cinta, Mengapa Tidak? dan persiapan ta'aruf di 7 Hal yang Harus Dipersiapkan Sebelum Memutuskan Ta'aruf
***
https://konsultasisyariah.com/22591-ternyata-istriku-tidak-perawan.html
makasih sharingnya
ReplyDeleteSama2 :)
DeleteWah bisa menjadi referensi nih, terimakasih ya! Sangat bermanfaat sekali.
ReplyDeleteSama2 mba.. senang jika bisa bermanfaat
DeleteMenarik sekali kontennya mbak. Sangat bermanfaat. Btw, salam kenal
ReplyDeleteTerima kasih apresiasinya, mas. Salam kenal
DeleteWarbyasa
ReplyDeleteDulu perasaan kami gak gini" banget ya karena udah semanhaj aja si
Tapi ya masing" orang kan beda" ya
Ya kondisi dan prioritas masing2 beda hehe.. semoga ada yang bermanfaat yang bisa diambil pembaca
DeleteSangat menginspirasi mba, semoga sehat selalu dan keluarganya sakinah mawadah warahmah yaa. Thankyou for sharing, mbaaa
ReplyDeleteAamiin.. terima kasih doanya.. doa baik kembali kepada yang mendoakan
DeleteHi kak. Sangat bermanfaat, walaupun mungkin dipraktikkannya masih 5-8 tahun ke depan, hehe. Izin share ya kak, terima kasih. :)
ReplyDeleteSangat bermanfaat dan membantu tulisannya mba. Izin share ya mba :)
ReplyDeleteEnak dibaca dan informatif
ReplyDeleteterima kasih akak
ReplyDeletesaya sangat menyukai blog ini, sangat berkesan and memebantu
ReplyDelete