Rumah
mendadak menjelma kantor, rumah mendadak menjelma sekolah. Pandemi membuat
banyak hal berubah.
Pandemi
memicu pergeseran tatanan kehidupan. Belajar dan bekerja dapat dilakukan dari
rumah selagi internet dalam genggaman. Tak perlu berjam-jam menempuh perjalanan
atau menembus kemacetan. Rapat dapat dilakukan secara virtual dan pekerjaan
kantor tetap dapat diselesaikan tanpa perlu meninggalkan rumah yang nyaman.
Sepertinya, menyenangkan bukan?
Namun,
tunggu dulu. Bekerja dari rumah artinya memungkinkan lebih banyak distraksi.
Anak mungkin saja perlu didampingi. Pekerjaan rumah seolah tiada henti. Tak ada
yang menegur bila kita menonton film kesukaan atau bermalas-malasan. Seseorang
juga cenderung akan melakukan banyak pekerjaan dalam satu waktu (multitasking)
bila berada di rumah karena tak dapat dipungkiri bahwa bekerja dari rumah
memiliki berbagai tantangan tersendiri.
Sebuah
riset yang dilakukan oleh University of Southern California menunjukkan bahwa
melakukan banyak pekerjaan dalam satu waktu (multitasking) justru
mengarah pada penurunan produktivitas karena otak akan memerlukan waktu ekstra
untuk beralih dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.
Lalu,
bagaimana caranya agar produktivitas tetap terjaga ketika di rumah saja?
Cal
Newport seorang profesor pada Georgetown University mempopulerkan istilah “deep
work” pada buku yang ia tulis pada tahun 2016. Istilah “deep work”
merujuk pada aktivitas profesional yang dihasilkan sebagai buah dari
konsentrasi tanpa distraksi yang menekan batas kemampuan kognitif seseorang.
Profesor
Newport membagi pekerjaan menjadi “deep work” dan “shallow work”
yang menunjukkan proses bekerja. Perbedaan mendasar di antara keduanya yakni “shallow
work” dapat dilakukan ketika seseorang terdistraksi dan mudah untuk
direplikasi sementara “deep work” menunjukkan kondisi sebaliknya. Istilah
“deep work” menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut diniatkan dan
diinginkan, bukan sekadar asal terselesaikan.
Tips Bekerja dari Rumah Secara Produktif
Nah,
bagaimana menghasilkan cara menghasilkan “deep work”? Saya melihat setidaknya
ada sembilan cara yang dapat dilakukan.
Pertama, pahami cara kerja yang paling cocok untuk kita dan susun strategi. Masing-masing orang memiliki strategi yang berbeda untuk meraih produktivitas. Berdasarkan Newport, terdapat empat filosofi “deep work”. Dalam pendekatan monastik, hampir seluruh waktu kita didedikasikan untuk menghasilkan “deep work”. Kita menyingkirkan semua distraksi dan mengasingkan diri demi fokus bekerja. Pendekatan kedua adalah pendekatan bimodal. Dengan pendekatan ini, kita menetapkan sejumlah waktu tertentu untuk mengasingkan diri bekerja dan sisanya adalah waktu bebas. Biasanya, pendekatan bimodal dilakukan dalam basis harian tertentu, beberapa hari untuk bekerja dan beberapa hari untuk waktu bebas.
Pendekatan
selanjutnya adalah pendekatan ritmik yang mana kita membagi waktu dalam satu
hari untuk melakukan “deep work” dan “shallow work”, misalnya ada
90 menit dalam sehari kita benar-benar tidak ingin diganggu.
Pendekatan
terakhir adalah pendekatan jurnalistik. Dalam pendekatan ini, “deep work”
dilakukan ketika kita menemukan waktu bebas dalam keseharian. Misalnya, ketika
tiba-tiba ada rapat yang dibatalkan.
Strategi
peningkatan produktivitas lainnya dapat dilakukan dengan mengaplikasikan Teknik
Pomodoro. Sederhananya, nyalakan alarm. Dalam interval waktu 25-30 menit kita
benar-benar fokus bekerja lalu beristirahat dalam 2-3 menit. Ulangi hingga
empat sesi sebelum mengambil istirahat yang lebih panjang.
Apapun
teknik yang dipilih, pastikan dilakukan secara sungguh-sungguh dan konsisten.
![]() |
Photo by Green Chameleon on Unsplash |
Kedua,
tentukan tujuan yang jelas. Terdapat perbedaan yang cukup
signifikan antara “deep work” dan “shallow work”. Salah satunya
adalah “deep work” lebih sulit dilakukan karena membutuhkan upaya dan
kesungguhan yang lebih besar dibandingkan dengan “shallow work”. Oleh
karena itu, tujuan yang jelas dari “deep work” diperlukan sebagai
pendorong dalam bekerja. Apa yang ingin dicapai dari jerih payah yang
dilakukan.
Dalam
buku “The Secret” yang ditulis oleh Rhonda Byrne disebutkan bahwa apabila kita
dapat memvisualkan apa yang ingin kita capai sebelum kita benar-benar
meraihnya, kita akan memiliki sikap mental yang lebih baik yang dapat mendorong
pencapaian tujuan tersebut.
Ketiga,
fasilitasi “deep work”. Ciptakan kondisi dan
situasi yang mendukung penyelesaian pekerjaan dengan optimal. Untuk
menghasilkan “deep work”, kita membutuhkan kekuatan mental. Beberapa hal
yang dapat dilakukan antara lain menciptakan ruang kerja yang nyaman, melakukan
olah raga ringan sebelum bekerja, hingga melakukan olah nafas (meditasi).
Meditasi selama sepuluh menit sebelum melakukan pekerjaan dapat membantu fokus
dalam bekerja.
Keempat,
jadikan “deep work” sebagai kebiasaan
Melakukan
“deep work” membutuhkan konsentrasi dan upaya lebih. Oleh karena itu,
diperlukan repetisi untuk menjadikannya sebagai kebiasaan. Kebiasaan membuat
hal yang berat terasa ringan. Jadikan “deep work” sebagai sebuah gaya
hidup dan indikator bekerja dalam keseharian.
Kelima,
eliminasi distraksi. Distraksi merujuk pada hal-hal yang dapat
mengganggu konsentrasi dalam bekerja. Salah satu contoh sederhana adalah
notifikasi pada ponsel. Minimalkan notifikasi kecuali untuk hal-hal yang sangat
penting seperti grup Whatsapp kantor misalnya. Mengecek email juga tidak perlu
dilakukan setiap saat. Membuka media sosial dapat dilakukan jika telah memiliki
waktu senggang atau dapat menjadi sebuah hadiah setelah menyelesaikan suatu
pekerjaan. Pendek kata, minimalkan gangguan dalam bekerja.
Salah satu penyebab terbesar distraksi adalah internet. Jika dirasa sangat perlu, kita bisa melakukan apa yang disebut sebagai “internet sabbath” atau waktu tanpa internet untuk meminimalkan godaan dalam bekerja.
![]() |
Photo by Annie Spratt on Unsplash |
Keenam,
jadwalkan waktu bekerja dan waktu bebas. Produktif bukan
berarti bekerja tanpa henti sepanjang waktu. Menjadwalkan waktu bekerja dan
waktu bebas perlu dilakukan untuk mengembalikan energi yang terkuras. Dengan
adanya jadwal antara bekerja dan waktu bebas membuat kita lebih menghargai
waktu sehingga semakin berhati-hati dan tidak menyia-nyiakan waktu yang ada. Menjadwalkan
waktu bebas juga diperlukan untuk menjaga kewarasan dalam bekerja.
Ketujuh,
fokus pada output. Ada istilah “start with ending”. Rhonda
Byrne menyarankan untuk memvisualisasikan apa yang ingin kita capai pada hari
tersebut pada pagi hari sebelum beraktivitas. Target output harian dapat
membantu kita fokus dalam bekerja. Jangan lupa untuk selalu mencatat progress
pekerjaan setiap harinya yang akan membantu mengukur tingkat produktivitas
kita.
Kedelapan,
jadilah “mindful”. Menjadi “mindful” artinya kita
berada dalam kondisi sini-kini. Pikiran berfokus pada apa yang terjadi pada saat
itu dan dalam kondisi itu. Menjadi “mindful” dalam bekerja artinya
menyingkirkan pikiran lain dalam bekerja ketika berada dalam waktu pelaksanaan
“deep work” yang telah ditentukan. Misalnya, dengan teknik Pomodoro,
dalam waktu 25 menit kita fokus bekerja tanpa memikirkan hal lain di luar apa
yang sedang kita kerjakan.
Kesembilan,
otomasi pekerjaan. Dunia penuh distraksi memicu timbulnya
risiko kelelahan mental yang tinggi. Kelelahan mental dapat menyebabkan otak
tidak mampu berpikir secara optimal dan menurunkan kualitas pekerjaan. Salah
satu upaya untuk mengurangi kelelahan mental adalah mengurangi hal yang perlu
dipikirkan dengan melakukan otomasi pekerjaan. Hal sederhana yang dapat
dilakukan dalam pekerjaan seperti membuat template bahan tayang atau jawaban
surat elektronik.
Tetap
produktif saat bekerja dari rumah bukan hal yang sulit untuk diupayakan tetapi
memerlukan kesungguhan dalam pelaksanaan. Oleh karena itu, diperlukan strategi
“deep work” untuk memperoleh hasil kerja yang optimal. Menjadi produktif
saat pandemi adalah sebuah tantangan sekaligus peluang.
Konon
katanya, laut yang tenang tidak akan menghasil pelaut yang tangguh, bukan?
***
Referensi
:
Newport,
Cal. Deep Work (2016)
https://appliedpsychologydegree.usc.edu/blog/to-multitask-or-not-to-multitask/
https://dansilvestre.com/deep-work/
https://www.forbes.com/sites/bryancollinseurope/2020/03/03/the-pomodoro-technique/#4c746e7b3985
Ditulis ulang dengan sedikit perubahan dari tulisan saya di Medium
No comments