Review Matinya Kepakaran - Penyanyi
Anji membuat gaduh dunia jagad maya. Di tengah perjuangan para tenaga kesehatan
menjadi garda terdepan melawan pandemi Coronaavirus Disease-19 (Covid-19) dan masih
tingginya kasus positif Corona di Indonesia, pernyataan Anji bahwa Corona tidak
semenakutkan itu sungguh kontradiktif. Anji bisa jadi merupakan seorang yang
jenius di bidang musik, tapi di bidang kesehatan ia merupakan seorang awam,
dalam arti tidak memiliki kompetensi keilmuan atau jam terbang pengalaman yang
memadai.
Namun,
mengapa seorang awam berani berkoar-koar sesuatu yang bukan keahliannya?
Tom
Nichols menyajikan ulasannya secara apik dalam buku berjudul The Death of
Expertise (telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi Matinya
Kepakaran).
Internet
adalah tersangka utama dari perubahan pada masyarakat. Internet mengubah cara masyarakat
membaca dan berpikir menjadi lebih instan.
Pada
zaman Internet yang sangat mudah diakses seperti sekarang, kita kerap kali
kesulitan untuk menelusuri mana informasi yang benar dan mana yang palsu. Internet
memungkinkan semua orang untuk menemukan sumber yang mendukung apapun
opini seseorang, tak peduli betapa tidak ilmiahnya opini tersebut. Akibatnya,
orang menjadi merasa lebih berdaya untuk menyuarakan opininya.
Nah,
apa yang lebih buruk dari hal tersebut? Orang biasa mungkin tidak memiliki
basis massa yang banyak atau jangkauan menyuarakan pandangannya secara luas. Namun,
bagaimana jadinya jika selebritis atau tokoh terkenal yang mempromosikan
informasi yang salah? Tentu, akibatnya jauh lebih masif.
Pertanyaannya,
mengapa manusia bisa percaya pada argumen yang salah dan begitu percaya diri
dengan pandangannya?
Informasi
berlimpah yang bisa ditemukan hanya dengan menggeser layar gawai mendukung
orang memiliki sumber untuk berdebat mengenai apapun, mulai dari hal yang
ringan seperti film hingga teori ilmu alam. Ketiadaan latar belakang pendidikan
formal tidak menurunkan kepercayaan diri orang yang hanya didukung beberapa
artikel lantas mereka merasa menguasai sebuah persoalan. Itulah mengapa banyak
perdebatan yang memicu keributan di dunia maya.
Penyebab
Orang Percaya pada Argumen yang Salah
Kabar
buruknya, kita memiliki sifat manusiawi yang membuat kita percaya pada argumen
yang salah.
Ketika
ditelisik lebih lanjut, baik para ahli maupun orang awam, memiliki
kecenderungan untuk percaya pada argumen yang salah. Setidaknya terdapat dua
penyebab kecenderungan manusia memercayai argumen yang salah. Pertama, apa yang
disebut dengan the Dunning-Kruger Effect dan kedua, bias konfirmasi (confirmation
bias).
The
Dunning-Kruger Effect
Pada
tahun 1999, David Dunning dan Justin Kruger, psikolog dari Universitas Cornell
mengemukakan bahwa orang yang kurang memiliki keahlian justru tidak menyadari
bahwa mereka tidak kompeten. People don’t know that they don’t know.
Pendek
kata, the Dunning-Kruger Effect merupakan sebuah bias kognitif yang membuat
orang terlalu percaya diri akan pengetahuannya, khususnya malah di area yang
kurang mereka kuasai. Penyebabnya adalah kurangnya kesadaran atas proses
berpikir seseorang yang menyebabkan mereka malah ngeyel atas opini yang mungkin
jelas-jelas salah.
 |
The Dunning-Kruger Effect |