Gemerisik air sungai yang berpadu dengan cuit burung dan desir angin menemani langkah kami pagi itu. Di atas jembatan bambu, saya berhenti sejenak. Menengok pepohonan rindang di sekitar, menarik nafas dalam, dan merasai alam yang terasa begitu dekat.
Beberapa saat kemudian kami harus mendaki tanjakan yang lumayan terjal. Seorang mahasiswa pecinta alam rombongan kami menarik tangan saya begitu melihat saya ngos-ngosan. Dua orang laki-laki berpakaian jamang sangsang, baju khas orang Baduy, dan tanpa alas kaki menyapa kami dengan wajah yang sumringah. Kehangatan yang mungkin jarang ditemui di ibu kota.
Setelah trekking selama sekitar empat jam dari perkampungan Baduy Luar, akhirnya kami memasuki perkampungan suku Baduy Dalam. Malam itu kami menginap di kampung Baduy Dalam yang berjarak hanya sekitar 160 kilometer dari Jakarta tetapi memiliki kehidupan yang sangat berbeda.
Tanpa listrik, tanpa internet, tanpa peralatan elektronik. Saya merenung dalam-dalam dalam rengkuhan alam, memejamkan mata. Merebahkan tubuh yang lelah di atas Sulah Nyanda, rumah panggung berdinding anyaman bambu dan beratap ijuk. Kesederhanaan adalah kemewahan.
Tiga belas tahun telah berlalu, tapi pengalaman menginap satu malam itu sungguh tak terlupakan.
Suku Baduy Dalam, Takzim Menjaga Alam
Temaram lampu teplok menemani kami malam itu di kampung Baduy Dalam. Maklum, tak ada listrik lantaran masyarakat Baduy masih menganggap listrik sebagai hal yang tabu. Tak ada pula produk berbahan kimia yang diperkenankan, jadi tak ada pasta gigi, sabun, sampo, atau deterjen pabrikan yang biasa digunakan. Alasannya karena bahan kimia dikhawatirkan akan merusak alam.
Tak ada pula toilet di dalam rumah. Oleh karena itu, urusan membuang hajat dilakukan di sungai yang ada di belakang rumah.
Ya, suku Baduy Dalam amat menjaga harmoni dengan alam. Orang Baduy Dalam juga tidak mengenakan alas kaki kemanapun mereka pergi. Mereka juga tidak menggunakan alat transportasi apa pun sebagai bentuk keselarasan dengan alam.
Keselarasan dengan alam lainnya dapat dilihat dari bagaimana orang Baduy menjaga hutan. Masyarakat adat Baduy bukan sekadar penyedia komoditas sumber daya alam yang bisa dinikmati sebanyak-banyaknya. Hutan adalah milik bersama yang dapat dimanfaatkan bersama dengan tetap dijaga kelestariannya. Kelestarian hutan adalah buah dari hubungan yang selaras antara masyarakat adat dan alam.
Masyarakat adat Baduy amat paham bahwa alam memberikan manusia kehidupan. Oleh karenanya, menjaga alam menjadi prinsip orang Baduy.
Padahal, semestinya, menjaga alam haruslah menjadi prinsip semua orang. Karena ketika alam tidak dijaga, maka manusia sendiri yang akan merasakan dampaknya.
Rusak Alam, Manusia Terancam
Keteladanan masyarakat adat Baduy dalam menjaga alam patut diacungi jempol. Mereka memahami bahwa menjaga hutan sejatinya menjaga keberlangsungan kehidupan. Sebagai paru-paru dunia, hutan menghasilkan oksigen bagi manusia dan hewan untuk bernafas. Hutan juga menyerap karbondioksida yang membantu mengurangi emisi karbon di lapisan ozon yang menjadi penyebab pemanasan global.
Pemanasan global dan perubahan iklim telah menjadi ancaman yang serius. Dari segi pertanian, kenaikan suhu bumi berkorelasi erat dengan kenaikan muka air laut yang menyebabkan semakin berkurangnya sawah sebagai lahan pertanian produktif. Tak hanya itu, kenaikan muka air laut dapat menyebabkan menurunnya produktivitas padi dikarenakan tingkat salinitas air yang tinggi. Dampaknya, produksi beras terancam akibat perubahan iklim tersebut.
Dari segi kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa perubahan iklim dapat berdampak pada kesehatan karena memicu cuaca ekstrem. Akibatnya, terjadi gelombang panas, musim hujan berkepanjangan, badai, dan banjir. Perubahan iklim juga dapat menyebabkan musim kemarau berkepanjangan yang menyebabkan kelembaban udara tinggi sehingga bakteri, virus, jamur, dan parasit dapat berkembang biak dengan pesat dan menyebabkan berbagai penyakit terkait.
Perubahan iklim menyebabkan kejadian ekstrem lebih sering terjadi. Contohnya, kemunculan siklon (badai dengan kekuatan sangat besar) tropis Seroja yang mengakibatkan bencana banjir bandang dan longsor di provinsi Nusa Tenggara Timur pada April 2021. Selama sepuluh tahun terakhir, siklon tropis semakin sering terjadi padahal fenomena siklon sangat jarang terjadi di wilayah tropis seperti Indonesia.
Bahkan, saking gawatnya dampak perubahan iklim dan pemanasan global, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengajak seluruh masyarakat Indonesia bersama-sama berkontribusi dalam pengendalian pemanasan global dan perubahan iklim.
“Perubahan iklim menjadi isu yang harus diperhatikan karena ini memiliki dampak dan resiko yang besar terlebih pada keberlangsungan makhluk hidup dan generasi di masa mendatang. Karenanya, perlu aksi pengendalian perubahan iklim yang konkret dari seluruh lapisan masyarakat,” tegas Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, pada puncak peringatan Hari Meteorologi Dunia (HMD) ke-73 bulan Maret 2023 lalu.
Memang, apa yang bisa masyarakat umum lakukan untuk hal sebesar pemanasan global dan perubahan iklim?
Cinta Alam : Pikiran dan Perbuatan
Menjaga keseimbangan alam telah menjadi prinsip Baduy. Prinsip yang kemudian menjelma menjadi pola pikir dan perilaku. Sederhananya, bagaimana seseorang akan menjaga lingkungan jika ia tidak memiliki orientasi menjaga lingkungan?
Orientasi menjaga lingkungan seyogianya dimiliki semua orang seperti seruan pengendalian perubahan iklim yang disampaikan oleh Kepala BMKG.
Jika seseorang berpikir tidak apa-apa membuang sampah ke sungai karena nanti akan ada petugas yang membersihkannya, maka sampah di sungai akan terus menumpuk. Jika seseorang beranggapan tak apa-apa membakar sampah, maka kumpulan seseorang yang berpikiran sama akan berkontribusi terhadap polusi udara.
Sebagai makhluk berakal, manusia merupakan penanggungjawab kelestarian alam demi warisan kehidupan generasi mendatang. Maka, apa saja yang dapat kita lakukan?
Bersama Tahan Laju Perubahan Iklim
Kepala BMKG menyebutkan berbagai bentuk kontribusi yang dapat dilakukan oleh masyarakat mulai dari hal-hal yang terlihat gampang dan sepele. Mulai dari pengelolaan sampah seperti tidak membuang sampah sembarangan dan menerapkan reduce, reuse, recycle (3R) hingga menanam tanaman atau pohon, berjalan kaki, bersepeda, atau menggunakan transportasi umum, dan menghemat energi sebanyak mungkin.
Berikut beberapa hal sederhana yang coba saya terapkan:
- Menghindari plastik sekali pakai
Membawa tas belanjaan sendiri adalah jalan ninjaku. Jika saya lupa membawanya, saya akan menyimpan plastik yang saya dapatkan, minimal sebagai wadah membuang sampah.
- Tidak membuang sampah sembarangan
Rasa-rasanya tidak membuang sampah sembarangan merupakan etika dasar. Namun, saya masih banyak menjumpai sampah berserakan. Jika belum menemukan tempat sampah, saya akan menyimpannya terlebih dahulu.
- Mematikan listrik dan mencabut peralatan listrik yang tidak terpakai
Pemakaian listrik menghasilkan emisi karbon dihasilkan sehingga berdampak pada pemanasan global.
- Mengurangi membeli barang yang tidak dibutuhkan
Setiap barang berpotensi menjadi sampah. Maka, pembelian barang baru seyogianya dilakukan dengan lebih mindful terkait dengan kegunaannya.
Namun, memang menahan laju perubahan iklim tak bisa dilakukan sendirian. Pemerintah memegang andil yang signifikan. Misalnya, Pemerintah dapat memasukkan kurikulum menjaga lingkungan dari jenjang pendidikan terendah, melarang penggunaan kantong sampah sekali pakai, menggalakkan penggunaan transportasi umum, hingga membuat kebijakan lebih ketat tentang perlindungan hutan.
Ya, tugas kita bersama. Bukan hanya masyarakat adat atau Pemerintah saja. Seperti kata Gary Syner, “Nature is not a place to visit, it is home,”. Menjaga alam adalah menjaga rumah kita bersama.
Referensi :
- https://news.detik.com/berita/d-3487454/tradisi-seba-dan-prinsip-suku-baduy-jaga-keseimbangan-alam
- https://www.kompas.com/sains/read/2022/01/02/211000923/7-alasan-pentingnya-hutan-dalam-kehidupan-manusia#Paru-Paru%20Dunia%20Dan%20Mencegah%20Pemanasan%20Global
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/48014/kondisi-bumi-kian-mengkhawatirkan-bmkg-ajak-masyarakat-kontribusi-tahan-laju-perubahan-iklim/0/artikel_gpr
- https://distanpangan.baliprov.go.id/ulasan-krisis-iklim-ancam-2-komoditas-andalan-indonesia-beras-dan-kopi/
- https://health.kompas.com/read/2022/04/22/203100468/8-dampak-perubahan-iklim-terhadap-kesehatan?page=all
1 Comment. Leave new
Memang sudah mengkuatirkan kondisi alam dan perubahan iklim Skr ya mba . Berasa BANGETTTT bedanya. Dan jadi bikin virus bakteri semakin banyak dan bermutasi makin kuat.
Semoga sih, ini semua bisa bikin seluruh lapisan masyarakat paham, kalo menjaga alam bukan hanya tugas pemerintah atau suku Baduy. Memang kita semua ☺️.
Aku sendiri setidaknya mengajarkan anak2ku dulu pentingnya utk jaga kebersihan, pemakaian plastik, listrik atau ttg sampah. At least kalo sejak anak2 mereka sudah paham, diharapkan mereka tetap aware di saat besarnya.