Pada momen-momen sosial tertentu seperti pertemuan
keluarga besar saat lebaran atau berkumpul dengan teman-teman, pertanyaan “Kapan
kamu nikah?” adalah pertanyaan yang lazim ditanyakan, frequently asked
question. Bahkan pernah setelah lama tak berjumpa dengan seorang teman
kuliah, pertanyaan pertama yang ia lontarkan adalah “Kamu kapan nikah, Mon?”
bukan “Gimana kabarmu?”. Bagi saya sendiri, pertanyaan seperti itu wajar-wajar
saja, entah yang bertanya sekadar basa-basi atau memang ia perhatian atau hanya
sekadar ingin tahu.
keluarga besar saat lebaran atau berkumpul dengan teman-teman, pertanyaan “Kapan
kamu nikah?” adalah pertanyaan yang lazim ditanyakan, frequently asked
question. Bahkan pernah setelah lama tak berjumpa dengan seorang teman
kuliah, pertanyaan pertama yang ia lontarkan adalah “Kamu kapan nikah, Mon?”
bukan “Gimana kabarmu?”. Bagi saya sendiri, pertanyaan seperti itu wajar-wajar
saja, entah yang bertanya sekadar basa-basi atau memang ia perhatian atau hanya
sekadar ingin tahu.
Namun, pertanyaan yang sering ditanyakan bisa saja tak
biasa bagi sebagian orang. Bagi
perempuan yang baru ditinggal menikah seseorang yang pernah ia harapkan,
pertanyaan kapan menikah bisa jadi bagai menyiram garam ke lukanya *duile. Atau
bagi seseorang yang telah menikah sekian lama dan belum dikaruniai momongan,
pertanyaan kapan punya anak bisa jadi menyakitkan.
biasa bagi sebagian orang. Bagi
perempuan yang baru ditinggal menikah seseorang yang pernah ia harapkan,
pertanyaan kapan menikah bisa jadi bagai menyiram garam ke lukanya *duile. Atau
bagi seseorang yang telah menikah sekian lama dan belum dikaruniai momongan,
pertanyaan kapan punya anak bisa jadi menyakitkan.
Pernah suatu ketika saat saya sedang berjalan bertiga
dengan dua orang teman (perempuan), kami berpapasan dengan seorang teman lama
(laki-laki), salah satu teman perempuan ini saat itu sudah (atau bisa disebut ‘baru’)
menikah sekitar lima bulan. Sang teman laki-laki bertanya dengan enteng, “Eh,
apa kabar? Kamu dah hamil belum?”, sang teman perempuan diam saja lalu teman
laki-laki itu melanjutkan,”Oh, belum hamil ya?” sambil senyum-senyum. Deg. Saya
dan teman perempuan satunya berpandang-pandangan. Tak tahu sang teman laki-laki
bahwa teman perempuan kami itu baru saja mengalami masa sulit dalam hidupnya,
ia baru saja kehilangan yang sudah empat bulan dikandungnya.
dengan dua orang teman (perempuan), kami berpapasan dengan seorang teman lama
(laki-laki), salah satu teman perempuan ini saat itu sudah (atau bisa disebut ‘baru’)
menikah sekitar lima bulan. Sang teman laki-laki bertanya dengan enteng, “Eh,
apa kabar? Kamu dah hamil belum?”, sang teman perempuan diam saja lalu teman
laki-laki itu melanjutkan,”Oh, belum hamil ya?” sambil senyum-senyum. Deg. Saya
dan teman perempuan satunya berpandang-pandangan. Tak tahu sang teman laki-laki
bahwa teman perempuan kami itu baru saja mengalami masa sulit dalam hidupnya,
ia baru saja kehilangan yang sudah empat bulan dikandungnya.
Pernah juga saat saya jalan berdua dengan seorang teman
perempuan lain, ia menanyakan kabar salah seorang teman perempuan kami yang
sudah lama tak ia temui. “Baik mbak, kabarnya,” jawab saya singkat. “Sudah
hamil?”, lanjutnya. “Setauku belum,” jawab saya. “Oh, kok belum sih ya? Dia kan sudah enam
bulan nikah?” sambil melanjutkan celotehannya. Saya diam saja tak menanggapi.
Beberapa hari kemudian saya bertemu dengan teman yang kami bicarakan itu, mbak
X bercerita bahwa ia saja keguguran, lantaran jatuh terpeleset. Hiks. Kalau
saja teman saya kemarin mendengar cerita itu.
perempuan lain, ia menanyakan kabar salah seorang teman perempuan kami yang
sudah lama tak ia temui. “Baik mbak, kabarnya,” jawab saya singkat. “Sudah
hamil?”, lanjutnya. “Setauku belum,” jawab saya. “Oh, kok belum sih ya? Dia kan sudah enam
bulan nikah?” sambil melanjutkan celotehannya. Saya diam saja tak menanggapi.
Beberapa hari kemudian saya bertemu dengan teman yang kami bicarakan itu, mbak
X bercerita bahwa ia saja keguguran, lantaran jatuh terpeleset. Hiks. Kalau
saja teman saya kemarin mendengar cerita itu.
Sumber gambar : klik |
Buat saya pribadi, saya memilih untuk tidak menanyakan
pertanyaan seperti kapan menikah atau sudah hamil belum kepada teman yang tak
terlalu akrab. Kecuali sudah ada pembahasan atau tampak tanda-tanda ke arah
sana. Takut jika pertanyaan tersebut yang tampak biasa itu sensitif dan
melukai orang yang ditanya. Apalagi jika pertanyaan hanya disampaikan melalui
pesan yang mana saya tak tahu bagaimana mimik muka teman tersebut. Sederhana
saja, jika mimik muka seseorang berubah, kemungkinan besar ia terganggu dengan
pertanyaan itu. Ingin sekali memang saya menanyakan kabar seorang teman yang
sudah bertahun-tahun menikah dan pernah curhat usaha-usaha yang ia lakukan untuk
memperoleh momongan, tapi jemari saya tak kuasa mengetik pertanyaan apakah ia
telah berhasil atau belum, kalau ia memiliki hal penting untuk diceritakan
pasti ia bercerita sendiri tanpa diminta bukan? ^^
pertanyaan seperti kapan menikah atau sudah hamil belum kepada teman yang tak
terlalu akrab. Kecuali sudah ada pembahasan atau tampak tanda-tanda ke arah
sana. Takut jika pertanyaan tersebut yang tampak biasa itu sensitif dan
melukai orang yang ditanya. Apalagi jika pertanyaan hanya disampaikan melalui
pesan yang mana saya tak tahu bagaimana mimik muka teman tersebut. Sederhana
saja, jika mimik muka seseorang berubah, kemungkinan besar ia terganggu dengan
pertanyaan itu. Ingin sekali memang saya menanyakan kabar seorang teman yang
sudah bertahun-tahun menikah dan pernah curhat usaha-usaha yang ia lakukan untuk
memperoleh momongan, tapi jemari saya tak kuasa mengetik pertanyaan apakah ia
telah berhasil atau belum, kalau ia memiliki hal penting untuk diceritakan
pasti ia bercerita sendiri tanpa diminta bukan? ^^
Jadi, rasa-rasanya lebih bijak jika pertanyaan biasa-tapi-bisa-jadi-sensitif
tidak ‘sembarang’ dilontarkan. Lihat-lihat kondisi dan karakter teman yang
ditanya serta tingkat kedekatan bisa membantu. Apalagi jika hanya sekadar ingin
tahu. Kecuali mungkin yang bertanya memang perhatian atau ingin membantu. Hehe.
tidak ‘sembarang’ dilontarkan. Lihat-lihat kondisi dan karakter teman yang
ditanya serta tingkat kedekatan bisa membantu. Apalagi jika hanya sekadar ingin
tahu. Kecuali mungkin yang bertanya memang perhatian atau ingin membantu. Hehe.
22 Comments. Leave new
harus ekstra jaga mulut meski kadang kelepasan juga *uhuk
maaf br bls koneksi kembang kempis hehe..
bener mbak, nasihat buat diri saya juga.. makasih kunjungannya ^^
begitulah. kadang niatnya menunjukkan kepedulian, tapi caranya bikin bete.
kalo lebaran begini siap2 ditanyain macem2 -_-
*maaf br bls*
Ya namanya jg hidup mba ^^
jadi, Kamu kapan nikah? (hehe piss)
Doain aja^^
Pertanyaan2 ini sebenarnya adalah pertanyaan2 dari org2 yg paling tidak kreatif di dunia? :)))) Kalau saya yg ditanya dgn pertanyaan2 tsb maka akan saya jawab "Kamu yakin bahwa kamu lebih bahagia dari saya?" atau "Kapan bercerai?" hahaha…pengen tahu jawaban mereka spt apa 😀
Waduh jgn dbls gt mb, kasian hihi
Salam kenal ya 😀
Basa-basi tapi nusuk ya…gua juga paling sebel kalo ditanya kayak gitu
Hihi,kalo ak bw sante aja..
"mau tau aja atau mau tau bgt? XD
Naaahh.. harus liat sikon … kadang BeTe-in sih pertanyaan2 seperti yg kita tak pernah tau "kapan" .. , well keep khusnudzan saja ^_^
Betul mba hehe.. Makasi ya kunjungannya ^^
pengen nangis rasanya :((
hehe, pertanyaan yang terkesan wajar tapi berjuta reaksi tergantung situasi orang yang dimaksud 🙂
Jomblo ditanya "kapan nikah?". Sudah nikah ditanya "belum hamil?". Sudah punya anak ditanya "kapan nambah adek lg?". Walahh..yo ga slesai2. Mbok ya skali2 ditanya "kapan sampean mau tak kasi duit?" Kan enak dengernya 😀
Pertanyaan2 yang mungkin bakalan gua dapat pas sudah berkepala dua entar –?
nyesek banget ya kalau dintanya kayak gitu, rasanya mau mati.
salam kenal yaa, kunjungan perdana nih.
kunjungin balik hhe 😀
Kalau saya sih lebih ke santai saja menghadapi pertanyaan seperti itu.. 🙂
Dua tahun ini sudah saya alami pertanyaan itu..
Salam kenla.. Sama seperti si Adittya Regas.. 🙂
bukan cuma pertanyaan itu saja sebenarnya kak, masih ada pertanyaan lain yang kadang say alontarkan tanpa memikirkan hasilnya… ya, dari tulisan ini bisa diambil pelajaran, jaga lisan yang baik
hahhahai, kemarin tanya tapi jawabnya balik tanya sama sepupu.. tapi klo sama orang laen saya mah gak berani… hihihi.. malah jadi bulan-bulan adikku..
hikmahnya adalah bismillah smw kembalikan padaNYA. Allah itu sudah yakin akan menyiapkan selama kitapun siap. Insha Allah
tapi lama tak ketemu saodara ditanya, kerja dimana? hohoo… sorry gak ada THR hehhe
iya bener banget setuju, pertanyaan itu kadang membuat hati orang sakit
sebaiknya dalam pergaulan memang harus membatasi pertanyaan2 yang membuat orang sensitif
hehe.. itu mah pertanyaan masa depan yang bisa dijawab: Insya Allah 🙂