Tips ampuh agar anak tak kecanduan gadget adalah tak mengenalkannya sama sekali dengan gadget, apalagi di usianya yang belia. Namun, apa bisa di zaman sekarang seperti itu? Bahkan dari usia di bawah satu tahun pun, terkadang anak sudah diberikan gadget agar katanya tenang ketika makan.
Saya bertemu anak seorang teman, sebut saja nama si anak Sarah. Usianya sudah tiga tahun dan dia baru bisa berkata “ta ta ta”. Sarah paham pembicaraan tetapi belum bisa berbicara. Ketika ditelusuri, sang ibu menyampaikan kalau anaknya bisa berjam-jam menonton televisi dan menatap layar handphone dalam sehari. Kondisi sang ibu yang sedang hamil dan bekerja dari rumah secara intensif dengan hanya satu asisten rumah tangga membuatnya kewalahan sehingga memberikan gadget untuk anak dalam durasi penggunaan berjam-jam setiap harinya.
Namun, ternyata ada harga mahal yang harus dibayar. Setelah dikonsultasikan dengan dokter, Sarah mengalami telat wicara dan harus menjalani terapi wicara yang harganya mahal dan menguras energi.
Orang Tua Harus Paham Tahapan Perkembangan Bicara Normal Anak
Setiap anak mengalami perkembangan yang berbeda-beda. Namun, ada bare minimum perkembangan anak sesuai tahapan usianya. Terkait dengan tahapan perkembangan bicara normal anak, berikut ringkasan panduannya sesuai buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) revisi 2021 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
Bayi usia 9-12 bulan = bayi menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
Anak usia 12-18 bulan = anak bisa memanggil ayah dengan kata “papa”, memanggil ibu dengan kata “mama”
Anak usia 18-24 bulan = anak bisa menyebut 3-6 kata yang mempunyai arti
Anak usia 2-3 tahun = anak bisa bicara dengan baik, menggunakan dua kata
Anak usia 3-4 tahun = anak bisa menyebut nama, umur, tempat
Adapun berdasarkan situs Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ringkasan tahapan perkembangan bicara normal sebagai berikut :Usia 0-6 bulan = orang tua perlu waspada apabila anak tidak menoleh jika dipanggil namanya, tidak ada babbling atau mengoceh dengan suku kata tunggal seperti papapapapa atau mamamamama.
Usia 6-12 bulan = waspadai jika bayi tidak menunjuk dengan jari pada usia 12 bulan atau ekspresi wajah kurang pada usia 12 bulan.
Usia 12-18 bulan = perlu waspada bila tidak ada kalimat dua kata yang dapat dimengerti pada usia 24 bulan.
Usia 2-3 tahun = hampir semua kata yang diucapkan anak sudah dapat dimengerti orang lain. Anak sudah bisa menggunakan 3 kata atau lebih, bahkan menggunakan kalimat tanya.
Usia 3-5 tahun = anak bisa menyebutkan nama, umur, dan jenis kelaminnya. Ia juga menggunakan kalimat-kalimat panjang (lebih dari empat kata) saat berbicara.
Hubungan Antara Gadget dan Kemampuan Bicara
Nah, sekarang pertanyaannya, adakah hubungan penggunaan gadget terhadap kemampuan bicara anak? Sebagaimana dirilis Halodoc. Pediatric Academic Societies telah melakukan penelitian terhadap hampir 900 anak dari usia 6 bulan – 2 tahun dan menemukan hasil yang mengejutkan. Anak yang menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain gadget memiliki risiko keterlambatan kemampuan bicara yang semakin meningkat. Untuk setiap 30 menit memainkan gadget, terjadi risiko peningkatan keterlambatan bicara sebesar 49 persen.
Artikel lain pada HelloSehat mengabarkan penelitian EAI yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan gadget dan kemampuan berbicara anak.
Kenapa?
Karena pada saat menggunakan gadget, anak akan fokus melihat layar serta tidak melakukan komunikasi dan kontak sosial. Kalau anak lagi fokus melihat Youtube, dipanggil saja nggak nengok kan?
Padahal, komunikasi dan kontak sosial amat dibutuhkan untuk perkembangan kemampuan bahasa anak.
Syarat Penggunaan Gadget pada Anak
Fitrah balita memang aktif, berlari ke sana ke mari. Terkadang, orang tua mengambil ‘jalan pintas’ menggunakan gadget untuk mendiamkan anak. Anak diam karena sibuk menonton layar.
Dikutip dari TentangAnak, Akademi Pediatri (dokter anak) Amerika memberikan rekomendasi durasi penggunaan gadget pada anak sebagai berikut :
- Usia <18 bulan : tidak disarankan, kecuali untuk video call
- Usia 18-24 bulan : < 1jam sehari
- Usia 2-5 tahun = maksimal 1 jam sehari
Berikan gadget untuk menonton konten edukatif interaktif dan seyogianya didampingi orang tua/pengasuh ketika anak menonton.
Tentu, aturan penggunaan gadget dilakukan agar anak jangan sampai kecanduan gadget. Ciri umum anak kecanduan gadget ada tiga :
- tidak berminat melakukan aktivitas lain selain menonton atau bermain gadget
- merasa kesal, gelisah, sedih saat tidak melihat gadget
- Tidak mau atau tidak tertarik untuk berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya
Pengalaman Memberikan Gadget kepada Anak untuk Menonton Youtube
Memang menjadi orang tua itu sungguh menantang. Contohnya, kami berdua yang bekerja dari rumah/WFH sambil mengasuh anak berdua saja. Ketika kami berdua sama-sama hectic, gesekan kadang terjadi.
Namun, kami bertekad tidak bermudah-mudah dalam memberikan gadget kepada anak. Kasihan mata kecilnya.
Di usia <18 bulan, kami memberikan gadget hanya untuk video call dengan kakek nenek Rafandra yang berada ratusan dan ribuan kilometer jauhnya dari kami. Baru di usia 20 bulan, kami memberikan Rafandra tontonan Youtube, sedikit lebih cepat dari rekomendasi AAP.
Nggak dipungkiri memang kalau kami sedikit terbantu ketika Rafandra menonton Youtube karena perhatiannya tak teralihkan dari layar. Apalagi ketika ada deadline pekerjaan.
Di usia 2 tahun lebih 2 bulan, kami mulai kewalahan dengan semakin banyaknya tuntutan pekerjaan dan semakin seringnya WFO. Akhirnya, Rafandra pun kami titipkan ke daycare ketika kami WFO 3 kali seminggu hingga saat ini Rafandra berusia 2 tahun lebih 8 bulan.
Alhamdulillah, perkembangan bahasa Rafandra amat baik, mulai usia 2,5 tahun ia sudah sangat lancar berbicara lebih dari 5 kata. Misalnya, “Abang mau nitip baterai ya buat bajaj (mainan dia),” ketika ayahnya keluar rumah. Bahkan kami seringkali ‘kewalahan’ dengan keceriwisannya, “Mama mau ke mana?”, “Ke kamar mandi,” “Ngapain Mama ke kamar mandi? Kenapa Mama ke kamar mandi?”
Saya percaya kemampuan bahasa Rafandra yang amat baik ada pengaruhnya dengan pembatasan penggunaan gadget yang kami terapkan. Mulai usia 2 tahun, ia hanya boleh menonton Youtube maksimal satu jam sehari. Jarang sekali kami kecolongan.
Boleh nonton Youtube? Boleh, tapi ada aturannya.
Berikut tips agar anak tak kecanduan gadget berdasarkan pengalaman kami.
7 Tips Anak Tidak Kecanduan Gadget
Saya percaya, hal terbaik ada di tengah-tengah. Bukan menihilkan penggunaan gadget sama sekali, bukan pula berlebih-lebihan dalam menggunakan gadget.
Berikut tips jitu agar anak tidak kecanduan gadget :
Miliki mindset bahwa memberikan gadget adalah opsi terakhir
Memberikan gadget kepada anak kami lakukan setelah hal-hal lain untuk mengalihkan perhatian atau membuat anak menangis gagal. Jadi, memberikan tontonan kepada anak sama sekali bukanlah opsi pertama agar anak diam.
Berikan mainan atau kertas dan crayon, misalnya. Baru apabila berbagai cara dicoba dan gagal, kami memberikan gadget.
Hal ini kami lakukan agar nggak bermudah-mudah alias menggampangkan. Anak yang kecanduan gadget berawal dari orang tua yang nggak memberikan kontrol alias aturan dalam penggunaan gadget jadi kami mencoba menghindarinya.
Nonton Youtube hanya di tablet
Anak mengenal gadget dari orang tua, anak mengenal Youtube karena orang tua lah yang memperkenalkannya. Maka, kami pun mengenalkan Rafandra menonton Youtube hanya dari tablet. Ya, dia hanya boleh nonton dari tablet.
Kenapa? Karena tablet itu nggak kayak handphone yang selalu dibawa ke mana-mana. Tablet seringkali kami tinggal di rumah.
Jadi, Rafandra kalau melihat handphone nggak cranky.
Salah satu pelajaran berharga tentang parenting yang saya baca di berbagai buku adalah orang tua harus konsisten. Ketika di suatu waktu melakukan tindakan A, maka di kesempatan lain yang serupa orang tua harus bertindak A juga agar anak tidak bingung.
Contohnya, penggunaan gadget ini. Ketika Rafandra tantrum di mal, mudah saja dia diam jika kami membuka Youtube dan membiarkannya menonton melalui handphone. Namun, di situlah konsistensi kami diuji. Rafandra hanya boleh menonton melalui tablet yang ada di rumah.
Jadi, ya biarkan ia tantrum sebentar. Tentu, kami harus sedikit menebalkan muka ketika anak menangis di tempat umum.
Gunakan gadget dalam durasi yang diatur
Mengikuti rekomendasi AAP, kami memperbolehkan Rafandra menonton Youtube maksimal 1 jam dalam sehari. Tentu tidak dalam sekali menonton, tetapi beberapa kali misalnya 10-15 menit dalam sekali menonton.
Apakah dia menolak berhenti? Tentu saja. Solusinya kami mematikan WIFI untuk sementara.
Beri pemahaman terus menerus kepada anak
Ketika Rafandra asyik menonton Youtube, saya mengingatkannya, “Lima menit lagi udah ya,” “Nontonnya jangan lama-lama ya,”.
Jadi, dia nggak kaget ketika tiba-tiba tontonannya berhenti.
Dulu, saya berpikir anak usia 2 tahun mana paham aturan. Ternyata, jangan salah, anak-anak itu pintar. Ketika saya berulang kali sounding ke anak, “Kalau tab diambil sama Mama, nggak boleh nangis ya,” ia pun mengulang pernyataan itu ketika saya memberikan tablet untuk menonton. “Nanti abang nggak boleh nangis ya kalau tab diambil Mama,” dan benar tak menangis ketika saya mengambil tablet darinya.
Dampingi anak ketika menonton dan ajak ia berinteraksi
Ketika anak menonton Youtube, bukan berarti orang tua berlepas tangan begitu saja. Sesekali saya mengajak Rafandra ngobrol, “Abang lagi nonton apa? Itu kakaknya lagi ngapain?” Biarkan ia bercerita.
Saya juga terus mengingatkannya agar tidak menatap layar terlalu lama. “Liat Mama sebentar (agar pandangan teralih). Kedip-kedip matanya,”
Tidak memberikan tontonan Youtube agar anak mau makan
Anak memang akan diam ketika menonton tetapi berdasarkan artikel Tentang Anak yang saya baca, memberikan anak tontonan agar mau makan akan mengganggu feeding rules.
Anak akan mengasosiasikan makan = menonton dan akhirnya ia hanya akan mau makan bila dilakukan sambil menonton.
Maka, kami sepakat untuk tidak memberikan tontonan ketika makan agar bisa menerapkan feeding rules dengan baik. Apalagi kadang-kadang kami makan di luar sementara aturan kami nonton hanya di tablet yang ada di rumah.
Sesekali kami memberi makan ketika anak dalam posisi menonton. Itu pun baru kami lakukan ketika anak berusia lebih dari dua tahun.
Biarkan anak menangis ketika ia dihentikan menonton
Kalau mengikuti mau anak, ia akan menonton Youtube dalam waktu lama karena memang ia masih belia untuk mengenal batasan. Maka, berhenti nonton harus dipaksa misalnya dengan mematikan WIFI. Awalnya Rafandra menangis ketika tontonannya berhenti, tetapi lama kelamaan ia paham dan langsung melakukan aktivitas lain.
Jadi, ketika anak menangis karena dipaksa berhenti menonton, biarkan saja. Lambat laun ia akan paham tentang aturan menonton karena dibiasakan. Apalagi setelah berulang kali di-sounding. “Nggak boleh nangis ya kalau nontonnya udahan,”
Memberi tontonan Youtube kepada anak merupakan jalan pintas agar anak diam. Namun, ada risikonya, salah satunya terkait dengan perkembangan kemampuan bicara anak. Jadi, penggunaan gadget pada anak balita khususnya harus dibatasi.
Sebelum anak kecanduan gadget, lebih baik orang tua mengatur penggunaan gadget pada anak.
Karena kalau sudah kecanduan akibat penggunaan gadget berlebihan seperti pada kasus Sarah, ada beragam konsekuensi yang mahal harganya seperti keterlambatan kemampuan bicara dan harus melakukan terapi wicara. Belum lagi risiko mata minus yang meningkat.
Yuk, parents, adakah tips agar anak tak kecanduan gadget versi kalian? Kasih komentarmu, yuk!
9 Comments. Leave new
Waw, aku baru tahu tentang kurang ekspresi di infografis ke-2. Kalo bayi gimana kita ngerti ekspresinya ya? kebanyakan bukannya nangis aja? Hehe maklum jarang merhatiin bayi. Aku punya adik yg masih SD tp lupa udahan hehe
Soal gadget ini emang tricky sih. Aku dan mama pun nyesel dulu pas adik masih kecil dan kami pada sibuk, sering dikasih tablet. Lupa pas umur brp di bawah 2 thn rasanya. Alhamdulillah tp nggak kenapa2. Cuma ya itu sampe skrg susah bgt lepasnya
Bener banget kaak. Saladin sempat speech delay sampai usia 3 tahunan karena kebanyakan nonton di TV ama laptop. Anak2 emang perlu batasan screen time yg ketat karena kalau tidak terkendali malah bikin kecanduan dan berbahaya banget. Jangan dikit2 HP lah biar anteng blablabla karena sebenernya bisa dialihkan ke kegiatan lain.
Ada lo mbak temen aku yg anaknya mengalami bingung bahasa krn kebanyakan nonton YT. Jd emaknya sibuk di dapur anaknya dikasih gadget nonton lah di krtun bahasa Inggria bahasa cina dan macam2 agi. Walhasil si anak ngomonfnya jd ga jelas setelah dibawa ke terapis tyt ni anak bingung nia nonton banyak bahsa dia ga tau harus pake bahasa apa sedangkan emaknya jarang ngajak omong. Akhirnya harus menjalani terapi cukup lama
Masalah kecanduan gadget ini menjadi suatu tantangan bagi orangtua karena memang sudah jamannya. Namun, balik lagi ortu tetap pegang peranan penting dalam membatasi.
Bahaya banget kalau anak sudah kecanduan gadget ya
Makanya orang tua butuh strategi seperti ini
Agar anak anak bisa memanfaatkan gadget dengan baik
Tahu waktu kapan harus akses gadget
Dulu suka miris kalau lagi makan di luar dan menemukan suasana makan bersama keluarga dan anak-anak balita sudah dikasih gadget sembari makan. Rasanya si anak memang anteng banget sih.. Tapi gak kebayang, momen yang terlewatkan.
Jadi memang merindukan suasana zaman kecilku yang tanpa gadget dan asik memperhatikan Ibu Bapak ngobrol, meski yang katanya anak gak boleh ikut-ikutan nimbrung, hehehe.. Aku sama masku juga asik colong-colongan makanan.
Sebegitu daruratnya hubungan orangtua dan anak karena pengaruh besar dari gadget yaa..
Sebenernya kejadian seperti anak telat berbicara karena kecanduan game ini ada di lingkungan sekitar rumah juga, mbak.
Memang betul sih tips di atas membantu banget, tapi emang orangtua harus tegas supaya anak tidak berlama lama dengan gadget, sekalipun anak merengek tsb
Klo di kakakku, ponakan dulu perkembangannya bagus banget mbak, sampai krna sakit, dan sering masuk rumkit, begitu sudah sembuh, perkembangan bicaranya mulai tertata satu persatu, walau termasuk ketinggalan di antara teman seusianya, tapi alhamdulillah smakin ksini sudah lebih baik, ya itu, gadget jadi opsi terakhir yang diberikan kepada ponakan
Bener banget ini. Prihatin, miris dan sedih lihat banyak anak-anak yang kecanduan gadget.
Semoga kita dimampukan jadi orang tua yang tegas, dan juga tidak menjadi contoh buruk dari pemanfaatan gagdet yang berlebihan.
Aamiin ya Allah
Emang kalau anak sudah kecanduan ini yang bahaya ya, Mbak. Setuju kalau penggunaan gadget untuk anak ini dibatasi