“Aku nggak menikahi kamu karena aku jatuh cinta sama kamu. Tapi, setiap harinya cinta itu tumbuh dan tumbuh,”
Dulu, saya dan suami sama-sama beranggapan bahwa kami akan menikah dengan seseorang yang telah kami kenal selama setidak-tidaknya satu tahun. Kami sama-sama tak percaya bahwa kami menikah melalui jalur ta’aruf, sesuatu yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Bagaimana mungkin kamu menikah dengan seseorang yang tidak kamu cintai?
That didn’t make sense for us. Until we met.
Apa yang membuat seseorang jatuh cinta? Bisa jadi ketertarikan fisik, kenyamanan, kecocokan, macam-macam. Bisa juga tanpa alasan. Bukankah cinta itu terkadang tak butuh alasan?
Namun, apa yang dapat menumbuhkan perasaan? Apakah jatuh cinta selamanya bertahan?
Dari sebuah artikel psikologi yang pernah saya baca, jatuh cinta hanya bertahan empat tahun. Selanjutnya adalah komitmen.
Komitmen terbentuk melalui ikatan.
Ikatan awal yang menumbuhkan perasaan cinta di antara kami adalah pernikahan. Bagaimana mungkin kami saling jatuh cinta sementara kami bertemu sebelum pernikahan hanya sebanyak tiga kali (di luar memberikan perintilan terkait pernikahan yang hanya sekitar lima menit)? Interaksi via chat pun terbatas.
Akad nikah adalah pondasi awal yang kokoh.
Setelah akad nikah, dua insan manusia sudah bebas mencurahkan seluruh kasih sayang. Segala aktivitas yang disebut zina (kecil atau besar) jika dilakukan sebelum menikah menjadi berpahala setelah pernikahan.
Mengapa Kamu Jatuh Cinta pada Orang Asing?
Sebelum ta’aruf, saya sama sekali tidak pernah mendengar nama suami atau mengetahui wajahnya.
Ia berawal dari seseorang yang sama sekali asing. Lalu menjelma menjadi teman hidup yang selalu berjalan seiring.
Cinta itu tumbuh subur pada hati kami, semakin kuat dari hari ke hari, dengan izin-Nya.
Saya selalu berdoa agar saya jatuh cinta dengan lelaki yang saya nikahi, siapapun ia. Karena jatuh cinta adalah soal hati yang ada dalam genggaman sang pemilik-Nya.
Kalau kamu tertarik ta’aruf dan bertanya-tanya apakah kamu bisa jatuh cinta tanpa pacaran, jawabannya sangat bisa.
Bagaimana cara menumbuhkan cinta dalam pernikahan?
Pertama, nikahilah seseorang yang kamu tertarik dengannya.
Setelah saling bertukar CV maka proses selanjutnya adalah pertemuan/nadzor. Di sini, kamu akan dipertemukan dengan bakal calon pasangan. Kamu boleh memandang wajahnya dan bertanya kepadanya hal-hal yang menurutmu penting.
Saya tak akan mau menikah dengan suami saya jika saya tidak memiliki ketertarikan yang kuat kepadanya. Ketertarikan tersebut berupa ketertarikan fisik, pola pikir, dan cara berbicara.
Ada teman saya yang bercerita bahwa ia baru tahu wajah istrinya setelah akad nikah. Ketika pertemuan/nadzor, ia dengan sengaja tidak mau melihat wajah sang perempuan, alasannya untuk menjaga keikhlasan.
Namun, sependek pemahaman saya, justru disunahkan untuk melihat untuk menambah ketertarikan karena memang fitrah manusia menyukai rupa.
Kedua, nikahilah seseorang yang memiliki kesamaan nilai
Karakter boleh berbeda, tetapi nilai-nilai yang diyakini harus sama untuk dua orang menjalani kehidupan bersama.
Yang termasuk karakter : cerewet, sensitif, pemurung, dll.
Yang termasuk nilai : kejujuran, kesetiaan, rendah hati, dsb.
Misalnya, saya tipe orang yang tak bisa tenang jika memiliki utang, apalagi kalau sampai berutang di bank. Maka, ketika ta’aruf saya menanyakan hal tersebut untuk mengetahui nilai yang dianut oleh bakal calon pasangan. Syukurlah ia memiliki nilai yang sama.
Kami memutuskan mengontrak meski secara penghasilan insya Allah lebih dari cukup untuk mengambil cicilan KPR.
Ketiga, nikahilah seseorang yang keluarganya bisa menerimamu
Menikah bukan hanya menyatukan dua insan, tetapi juga menyatukan dua keluarga. Tentu langkahmu akan lebih mudah ke depannya apabila keluargamu bisa menerima sosoknya, begitu juga sebaliknya. Sebelum menikah, pastikan bahwa kamu sudah mendapatkan restu keluarganya.
Misalnya, ketika ta’aruf dengan suami, saya memastikan benar apakah keluarga Minang mau menerima menantu Jawa? Setelah khitbah/lamaran, saya melakukan pendekatan kepada mertua. Mengingat posisi beliau di Sumatera Barat, pendekatan yang saya lakukan melalui telepon.
Keempat, syukuri kehadirannya
Ingatkah masa-masa ketika jomblo dan begitu mendambakan kehadiran pendamping? Sosok yang dipanjatkan dalam doa di sepertiga malam telah berada di samping. Ia yang akan menemani langkah-langkahmu dalam dunia yang fana ini.
Kelima, ingat kebaikannya
Tak ada hubungan tanpa gesekan. Oleh karena itu, ketika saya merasa sangat kesal dengan suami lantaran kami berselisih paham, saya akan mencoba mengingat kebaikan-kebaikannya. Emosi saya pun mereda perlahan.
Tak ada orang yang sempurna dalam pernikahan. Namun, ada dua orang yang saling menyempurnakan.
Keenam, ingat tujuan bersama
Apakah tujuan besar yang ingin kamu capai dari pernikahan? Saya sangat berharap jika pernikahan ini akan menjadi jalan menuju surga-Nya mengingat begitu banyak pahala dan kebaikan yang bisa diperoleh melalui pernikahan.
Selain itu, saya juga sangat ingin agar kami bisa sama-sama sehidup sesurga, di dunia dan di akhirat yang abadi nanti. Aamiin.
Ketujuh, jangan menumpuk bom waktu emosi
Pernahkah kamu mendengar cerita rumah tangga yang seolah-olah tidak ada apa-apa, lalu berpisah setelah menikah puluhan tahun? Ya, bisa jadi salah seorang di antaranya (utamanya, perempuan) memilih diam dan memendam emosinya lantaran ingin menghindari konflik atau alasan lainnya.
Lambat laun, emosi tersebut menjadi bom waktu yang membinasakan pernikahan. Perasaan cinta perlahan memudar dan hilang, yang tersisa hanyalah amarah dan kebencian.
Oleh karena itu, jangan menumpuk emosi. Saya dan suami berusaha kekesalan hari itu agar selesai di hari itu, jangan sampai kami tidur dalam keadaan marah kepada pasangan.
Last but not least, di atas segala upaya, Allah lah sang penggenggam hati. Mintalah kepada-Nya agar Dia selalu menjaga perasaan di antara dua insan yang telah terikat pernikahan.
Menikahi orang yang kita cintai adalah sebuah keberuntungan, tetapi mencintai orang yang kita nikahi adalah sebuah keharusan.
Selamat menumbuhkan cinta.
**
Intip alasan saya Menikah Tanpa Cinta.
10 Comments. Leave new
“Menikahi orang yang kita cintai adalah sebuah keberuntungan, tetapi mencintai orang yang kita nikahi adalah sebuah keharusan.”
Lalu di dunia nyata manusia tidak selalu bisa memilih untuk menikahi seseorang yang dicintai, tapi harus bisa mencintai seseorang yang dinikahi ya kakak? #dalem
Betul kak. Menurut saya seperti itu, misalnya kedua orang saling mencintai, tetapi terhalang restu orang tua karena berbagai alasan. Artinya, memang tidak berjodoh.
Kalau sudah menikah ya harus mencintai pasangan hehe…
Menikah, mencintai pasangan, dan bertahan.
Betul sekali, bund. Insya Allah
Alhamdulillah, 22 tahun yang lalu menjalani proses menikah seperti ini.
Selalu bersyukur semua Allah mudahkan.
Jadi buat yang masih single, jangan khawatir ya…☺️
Keluarga bilang, usiaku sudah cukup untuk menikah. Tapi, sejujurnya aku belum siap. Bahkan, memiliki kekasih saja belum. Membayangkan hidup selamanya dengan seseorang membuatku kadang … takut. Lalu, setelah membaca tulisan Kakak … entahlah. Beberapa hal langsung muncul di kepalaku.
MasyaAllah, barakallah..
“nikahilah seseorang yang keluarganya bisa menerimamu” >> Noted
Menikah ditambah dengan niat beribadah, menggenapkan agama agar bisa beribadah bersama, sehingga menikah menjadi ibadah terindah
Mbak, ini relate bgt sama kehidupanku. Kebetulan aku dan suami jg dulu menikah melalui proses ta’aruf dan tdk pacaran sama sekali. Alhamdulillah hati kami dicondongkan satu sama lain sm Allah, pdhl baru 4 bln kenal.
Semoga bs menjadi inspirasi bwt yg lain ya mbak. Barakallahu fiik.