Masak sih nikah sama orang yang nggak dikenal. Nanti kalau orangnya nggak bener gimana? Nggak masuk akal ah
Begitu awalnya saya berpikir tentang ta’aruf. Saya dan suami sebelumnya sama-sama berpikir bahwa kami akan menikah dengan orang yang sudah kenal setidaknya minimal dalam waktu satu tahun. Namun, pada akhirnya, tepat satu tahun lalu kami duduk di sebuah kafe didampingi dengan tiga orang perantara. Berbincang sekitar empat jam lamanya setelah sebelumnya kami saling bertukar CV. Saya mencecar laki-laki yang seumur-umur baru sekali saya temui itu (boro-boro bertemu, mendengar namanya sebelumnya saja tak pernah) dengan tiga puluh pertanyaan yang saya persiapkan dalam satu lembar kertas.
“Kayak sidang kompre ya,” katanya setelah selesai. Saya menahan senyum saja, jaim. Tak seperti saya yang detail, dia hanya menanyakan sepuluh pertanyaan.
Tiga puluh pertanyaan itu saya bagi menjadi beberapa bagian, di antaranya tentang diri pribadi, karier, kehidupan rumah tangga, keluarga, dan kepribadiannya. Misalnya, saya menanyainya apakah saya boleh mengambil beasiswa pascasarjana atau berkarier jika ada kesempatan, bagaimana pandangannya tentang poligami, bagaimana pandangan keluarganya jika memiliki menantu yang berbeda suku (saya Jawa dan dia Minang), dan sebagainya.
Selesai ta’aruf saya langsung merasa mantap. Insya Allah inilah laki-laki yang saya cari-cari selama ini.
Suatu perasaan yang tak bisa saya buat-buat. Toh, ketika saya memutuskan menerima penawaran seorang teman untuk memperkenalkan (ta’aruf) saya dengan temannya, saya berada dalam posisi nothing to lose. Kalau jadi alhamdulillah berarti memang kami berjodoh, kalau tidak pun tak ada ruginya.
**
Usia saya dua puluh sembilan tahun ketika kami bertemu untuk pertama kalinya. Teman-teman di sekitar, khususnya perempuan, rata-rata sudah menimang momongan. Saya? Menemukan “the right one” saja belum. Namun, apakah hal itu yang membuat saya asal menerima siapa saja laki-laki yang datang?
Tentu tidak. Masak sudah menunggu sampai usia segitu lalu menikah secara asal-asalan?
Lantas, apa yang membuat saya yakin menikah dengan laki-laki itu hanya dalam satu kali perjumpaan?
Perkara jodoh adalah hal yang benar-benar saya upayakan. Saya benar-benar mengemis kepada Allah SWT sang pemilik segala. Urusan jodoh adalah urusan dunia akhirat. Saya tak hanya mencari laki-laki untuk menjadi teman hidup tetapi juga menjadi pemimpin dan juga ayah bagi anak-anak saya kelak.
Dulu pada usia dua puluh lima, seorang teman berkata,”Udah terima aja siapa aja yang datang, umurmu udah berapa, mau punya anak umur berapa,”
Ada juga perkataan teman lainnya pada usia saya ke-dua puluh enam,”Udah Mon, stok ikhwan udah menipis loh, udah terima aja,”
Lah, masak iya asal terima saja kalau hati tak berkata iya?
Saya pernah bertanya kepada beberapa teman tentang apa yang membuatnya mantap memilih pasangan hidupnya. Mereka menjawab,”You know when you know,”. How? Waktu itu saya masih belum paham.
Hingga akhirnya, saya bertemu dia…..
That feeling. You know when you know…
Yeah, I know he is the one I am looking for…
Selain itu, jujur, saya orangnya pemilih. Ada enam kriteria minimal yang saya jadikan acuaan terkait jodoh yang tak bisa diganggu gugat. Dan dia memenuhi semua kriteria itu, banyak lebihnya malah…
***
Hingga sekarang saya masih merasa takjub. Begitu mudah Allah membolak-balikkan hati hamba-Nya. Seumur-umur saya tidak pernah mau dikenalin (untuk menjajaki hubungan serius) dengan orang yang sama sekali tak pernah saya kenal sebelumnya, meskipun itu temannya teman. Saya harus kenal sendiri, setidaknya pernah berinteraksi untuk jatuh hati. Untuk urusan teman saja, saya sangat pemilih dan mengutamakan kecocokan. Bahkan salah seorang teman dekat saya berkata,“Udah coba kenalan aja kenapa, siapa tahu jodohmu memang orang yang belum kamu kenal,”. Dia kesal karena saya selalu tak mau jika dikenalkan.
Namun, dengannya semua berbeda….
Saya tidak menikah dalam keadaan jatuh cinta. Bagaimana mau jatuh cinta jika kami hanya bertemu beberapa kali sebelum nikah (itu pun sebagian besar untuk keperluan pernikahan dan hanya sebentar-sebentar). Total pertemuan intens kami sebelum menikah hanya tiga kali : ketika nadzor (ta’aruf), ketika dia silaturahim ke tempat Om (adik mama), dan ketiga ketika lamaran. Sebulan setelah nadzor, ia melamar saya.
Saya tidak menikah dalam keadaan jatuh cinta. Namun, saya menikah dalam keadaan mantap. Suatu perasaan yang benar-benar bulat. Tentu, setelah istikharah berulang kali.
Kalau kata suami, dia yakin banget bahwa saya adalah jodohnya bahkan ketika baru baca CV saya, sebelum kami dipertemukan di majelis ta’aruf.
***
Jadi, jangan takut menikah dengan orang yang tak dikenal jika hatimu mantap. Percaya hati kecilmu, ikuti petunjuk illahi.
Menikahlah jika kamu yakin bahwa bersama dengannya, kalian bisa melangkah ke arah yang sama… Menikahlah jika kamu yakin bahwa bisa tumbuh bersama…
***
16 Comments. Leave new
Wah iya juga nih Mbak, memang terkadang ada yang seperti itu. Seiring berjalannya waktu juga akan tumbuh cinta. Iya kan hehe
betul mba… seiring akhlak bagus, memperlakukan pasangan dengan bagus, lain2 bagus… insya Allah perempuan gampang luluh lah ya 😀
Setuju banget nih Mbak, kita harus bisa memantabkan hati dan mengikuti petunjuk ilahi ya
iya mba.. apalagi untuk urusan serius seperti menikah hehe
Meskipun tidak kenal dan tidak ada cinta, tapi lama-lama cinta juga akan muncul sendiri
betul… karena Allah yang membolak-balikkan hati, minta jatuh cinta hanya pada pasangan halal 😀
Wah hebat banget nih Mbak. Alhamdulillah ya bahagia. Semoga hubungannya bahagia selalu nih Mbak
Alhamdulillah… makasi doanya mba… semoga doa baik kembali pada empunya…
Kalau zaman sekarang susah nih ya Mbak menemukan yang seperti ini hehhe
hihi… sy juga ga nyangka bakal begini 😀
momen jatuh cintanya itu pas nadzor
pas istriku buka cadarnya
lalu tssaatttt
mulai muncul benih" cinta di hati
dipelihara dipupuk dijaga
sampai hari pernikahan 2 bulan setelahnya
betul, pasti ada ketertarikan lah walo belum merasa jatuh cinta saat nikah.. klo nggak ada benih ya ngga mau lanjut lah ya :p
Dulu aku baru jatuh cinta dengan Suamiku saat sudah punya anak satu
Menikah dulu… Jatuh Cintronggg Kemudian 😀
Apakah ada tulisan mengenai 10 pertanyaan yg diajukan suami kak monika? Jika ada mohon berkenan sya ingin baca juga. Terima kasih kak
halo.. mohon maaf baru merespon.. pertanyaan suami dibagi menjadi dua : duniawi dan agama… pertama kali yang ditanyakan tentang tauhid, tauhid menurutmu gimana.. trus tentang riba, pandangan tentang utang, memilih keluarga apa organisasi (karena dulu saya orangnya aktif) dan lainnya maaf lupa
Alhamdulillah kak luar biasa sekali. Banyak hikmah disetiap cinta yang terjalin setelah menikah. Karena disalah satunya terselip doa kita dipertemukan dengan jodoh terbaik yang Allah SWT berikan pada kita. Terima kasih sudah mengajarkan definisi ilmu ikhlas dan berbaik sangka pada apa yang diajarkan dalam islam.