Pernahkah bertemu dengan satu orang yang keberadaannya
begitu berarti dalam suatu komunitas? Yang jika tak ada dia maka akan ada satu
hal yang berjalan secara berbeda.
Sebut saja namanya Ani. Seorang perempuan yang tinggal satu
rumah dengan saya. Berbulan-bulan tinggal bersamanya, saya menyadari ada satu
hal yang istimewa dari perempuan yang usianya terpaut tiga tahun ini. Ia tak
lelah untuk mengajak teman-teman satu kos berjama’ah. Kalau saya paling-paling
berteriak “Ada yang mau jama’ah nggak?”, Ani dengan sukarela mengetuk pintu
kamar satu-satu dan mengajak sang
penghuni kamar “Sholat yuk”. Kalau ia
sedang di kosan dan dengan ‘kerajinannya’ mengajak sholat berjama’ah, banyak
anak yang ikut berjama’ah. Jika tidak ada dia (kebetulan ia anak Jakarta yang
sering pulang ke rumahnya), hanya segelintir yang berjama’ah.
rumah dengan saya. Berbulan-bulan tinggal bersamanya, saya menyadari ada satu
hal yang istimewa dari perempuan yang usianya terpaut tiga tahun ini. Ia tak
lelah untuk mengajak teman-teman satu kos berjama’ah. Kalau saya paling-paling
berteriak “Ada yang mau jama’ah nggak?”, Ani dengan sukarela mengetuk pintu
kamar satu-satu dan mengajak sang
penghuni kamar “Sholat yuk”. Kalau ia
sedang di kosan dan dengan ‘kerajinannya’ mengajak sholat berjama’ah, banyak
anak yang ikut berjama’ah. Jika tidak ada dia (kebetulan ia anak Jakarta yang
sering pulang ke rumahnya), hanya segelintir yang berjama’ah.
Aih…
Yang dilakukannya mungkin tak susah, mengetuk pintu dan
mengajak. Semua orang bisa kalau mau.
Pantaslah jika Allah menyediakan pahala bagi orang yang mengajak kepada
kebaikan karena tak semua orang bersedia untuk menjadi perintis atau orang yang
memulai. Banyak orang yang memilih untuk menunggu ajakan orang atau jikapun ia
baik, kebaikannya hanya untuk diri sendiri, ia tak mau bersusah-susah mengajak
orang lain.
mengajak. Semua orang bisa kalau mau.
Pantaslah jika Allah menyediakan pahala bagi orang yang mengajak kepada
kebaikan karena tak semua orang bersedia untuk menjadi perintis atau orang yang
memulai. Banyak orang yang memilih untuk menunggu ajakan orang atau jikapun ia
baik, kebaikannya hanya untuk diri sendiri, ia tak mau bersusah-susah mengajak
orang lain.
Yang dilakukannya mungkin tak susah, mengetuk pintu dan
mengajak. Namun, sekecil apapun kebaikan tak ada yang sia-sia. Sekecil apapun
kontribusi atas suatu kebaikan, ia akan membuat perbedaan. Bahkan jika satu buah tusuk gigi saja amat berharga
mengambil sisa makanan yang terselip, apalagi perbuatan baik yang dilakukan
oleh manusia. Sekecil apapun itu. Membuangkan bungkus permen yang tertinggal di
atas meja, memberikan senyuman,menyapa dengan hangat, apa saja. Bukan tentang besar
kecilnya kebaikan tetapi setiap kebaikan pasti akan meninggalkan jejak, entah
di hati sang penerima kebaikan atau pada lingkungan yang sempat merasakan sentuhan
tangannya.
mengajak. Namun, sekecil apapun kebaikan tak ada yang sia-sia. Sekecil apapun
kontribusi atas suatu kebaikan, ia akan membuat perbedaan. Bahkan jika satu buah tusuk gigi saja amat berharga
mengambil sisa makanan yang terselip, apalagi perbuatan baik yang dilakukan
oleh manusia. Sekecil apapun itu. Membuangkan bungkus permen yang tertinggal di
atas meja, memberikan senyuman,menyapa dengan hangat, apa saja. Bukan tentang besar
kecilnya kebaikan tetapi setiap kebaikan pasti akan meninggalkan jejak, entah
di hati sang penerima kebaikan atau pada lingkungan yang sempat merasakan sentuhan
tangannya.
Mewarnai, bukan sekadar diwarnai. 🙂
*notetomyself
4 Comments. Leave new
masyAllah 🙂
Subhanallah, mba monik.. tulisan yg menginspirasi..
sepakat sekali. berbuat baik itu tidak hanya pada hal yang besar… dari hal yang terkecilpun kita bisa membiasakan diri untuk berbuat baik…
salam
ihiy jadi mbak Ani.. colek.. dia lebih muda apa lebh tua tiga tahun MOn?
salam yah buat mba ani