We never know the love of a parent till we become parents ourselves.” –Henry Ward Beecher
Tujuh belas tahun kehidupan pertama saya diwarnai dengan teriakan demi teriakan. Takut berbuat salah, takut dimarahi, atau takut dipermalukan. Kemudian saya pergi jauh dari rumah ketika kuliah. Hingga sekarang saya sudah memiliki anak satu, luka itu menganga, di alam bawah sadar.
Kata-kata yang saya ucapkan kepada anak saya yang berusia dua setengah tahun adalah kata-kata yang orang tua ucapkan kepada saya. Tanpa sadar, saya meniru perkataan atau intonasi mereka ketika mengatakan berbagai hal.
Saya tahu saya harus memutus mata rantai itu. Saya tak ingin membuat anak merasakan kepedihan yang sama.
Salah satu cara memutus mata rantai adalah dengan memaafkan orang tua atas ketidaksempurnaan mereka.
Sebelum saya menjelaskan lebih lanjut, perkenankan saya membuat disclaimer terlebih dahulu agar tidak ada yang salah paham.
Saya sama sekali tidak membenci orang tua. Na’udzubillah. Hanya saja, hubungan kami kaku dan seperlunya. Ada jarak yang sudah terbentuk, ada bonding yang terlanjur nyaris tidak ada. Misalnya, ketika SD saya hanya bertemu orang tua di akhir pekan karena tinggal di rumah nenek.
Saya juga tidak menyalahkan orang tua atas kekurangan atau ketidaksempurnaan mereka karena mereka telah melakukan yang terbaik yang bisa mereka lakukan pada saat itu. Di tengah segala keterbatasan yang mereka punya dan segala permasalahan hidup yang mereka hadapi.
Namun, saya tidak bisa memungkiri bahwa ada luka dan trauma yang ditimbulkan oleh orang tua. Luka yang harus saya sembuhkan agar tidak saya wariskan ke generasi selanjutnya.
Maka, saya harus memaafkan orang tua.
Anak Hanya Merasakan Emosi
Ada postingan menarik dari akun Dr. Nicole LePera di Instagram (@the.holistic.psychologist). Ketika kecil kita tidak menggunakan logika tetapi perasaan. Misalnya ketika anak ‘terpaksa’ menjadi ‘dewasa’ seperti mendengarkan pertengkaran rumah tangga atau mengurus saudara, anak tidak akan berpikir bahwa orang tuanya kewalahan dan membutuhkan bantuan. Namun, anak akan berpikir bahwa kebutuhan dan perasaanku tidak penting.
Ketika dewasa, apalagi ketika menjadi orang tua, seorang anak akan paham bahwa orang tua adalah sosok yang melakukan yang terbaik yang bisa mereka lakukan di tengah keterbatasan dan kesulitan yang mereka hadapi.
Maka, sudah semestinya jika anak dapat memaafkan orang tua. Agar bisa berdamai dengan masa lalu.
Memaafkan Orang Tua atas Luka dan Trauma yang Mereka Timbulkan
Saya amat paham bahwa apapun yang anak lakukan tidak akan mampu membalas jasa orang tua ke anak. Di sisi lain, perintah Al Qur’an adalah berbuat baik kepada orang tua. Memaafkan orang tua atas luka yang pernah mereka timbulkan adalah salah satu cara agar bisa berbuat lebih baik kepada orang yang telah menjadi perantara kita terlahir ke dunia ini.
Memaafkan orang tua agar hati lebih lapang dan berdamai dengan segala luka.
Maka, ada hal-hal yang harus disadari agar perjalanan memaafkan menjadi lebih mudah :
Sadarilah bahwa orang tua adalah manusia yang tidak sempurna
Ketika saya kecil, saya merasa bahwa orang tua adalah sosok yang bisa melakukan apapun, sosok yang sempurna. Semakin dewasa saya semakin paham bahwa orang tua adalah manusia biasa yang memiliki kelemahan.
Karena mereka tidak sempurna, mereka melakukan kesalahan kepada anaknya. Itu wajar tapi bukan berarti mereka sengaja melukai sang anak.
Sadarilah bahwa orang tua telah melakukan yang terbaik yang bisa mereka lakukan
Menjadi orang tua itu susah dan tidak akan bisa sempurna. Namun, orang yang tak sempurna itu telah melakukan apa yang mereka mampu untuk memenuhi kebutuhan anaknya.
Perbanyaklah mengingat kebaikan orang tua.
Orang tua tidak memiliki internet ketika kita kecil
Di era sekarang, orang tua baru dimudahkan dengan berbagai ilmu mengasuh anak yang tersedia di internet dan berbagai seminar parenting. Bagaimana dengan orang tua kita yang membesarkan kita tanpa internet?
They were young and clueless, forgive them
Orang tua tidak tahu bahwa apa yang mereka lakukan itu membawa luka
Ada perbedaan pandangan antara generasi orang tua dan anak. Generasi orang tua mungkin generasi yang masih sulit mendengarkan pandangan berbeda. Mereka memposisikan orang tua sebagai sosok yang superior.
Generasi anak mungkin generasi yang memiliki pemikiran lebih terbuka dan memposisikan anak secara setara.
Akibatnya, anak membutuhkan validasi orang lain karena tak pernah didengarkan orang tua. Orang tua tidak paham bahwa apa yang mereka lakukan memberikan luka karena itulah yang mereka tahu sebagai sebuah kebenaran.
Orang tua mungkin hanya melakukan apa yang orang tua mereka lakukan
Mungkin orang tua hanya meniru apa yang orang tua mereka lakukan karena beranggapan bahwa hal tersebut lah yang benar.
Berbuat baik kepada orang tua adalah sebuah kewajiban. Memaafkan orang tua akan mempermudah melakukan kewajiban itu
Kalaupun orang tua tidak berbuat baik kepada anak, itu adalah urusan mereka kepada Yang Maha Kuasa. Kewajiban anak adalah berbuat baik kepada orang tua yang akan lebih mudah dilakukan dengan hati yang lapang. Hati yang sudah berdamai dengan luka dan trauma masa kecil.
Maka, maafkan orang tuamu atas segala luka yang mereka torehkan. Maafkanlah bukan karena mereka meminta maaf tetapi memaafkan untuk melepaskan segala luka dan berdamai dengan masa lalu.
Lebih baik lagi jika luka masa kecil bisa sembuh sebelum menjadi orang tua agar generasi penerus tak perlu merasakan dampaknya.
Your children deserve the best version of you. Yes, you. You can do it.
The Golden Rule of Parenting is do unto your children as you wish your parents had done unto you!” –Louise Hart