Ketika SMA, keluarga kami bangkrut. Mama ditipu. Akibatnya, keluarga kami harus menjual segala harta. Mobil, emas, dan sebagainya.
Bahkan keuangan keluarga minus. Untuk makan saja kami harus berutang.
Pada saat-saat itu Mama sering sekali menekankan, “Ini lho buat makan aja kita ngutang,”
Jika ada makanan pun dibagi. Sedikit-sedikit untuk kami berlima. Agar semua kebagian.
Pengalaman di masa sulit itu sangat membekas.
Efeknya, saya semakin mensyukuri adanya makanan. Enak nggak enak harus saya telan. Pantang pilih-pilih makanan, pamali. Wong ada makanan saja itu rejeki.
Kecuali, tentu saja makanan itu udah basi.
Di kantor, saya sedih kalau ada orang yang makan dan bersisa. Saya sedih juga kalau ada oramg yang mengambil makanan ketika ada acara makan-makan lalu tidak dimakannya.
Dalam urusan makanan, saya sangat hati-hati. Jika ada prasmanan di depan mata, saya betul-betul mengukur kapasitas perut. Jangan sampai lapar mata lalu menjadi sia-sia.
Ketika sudah bekerja dan alhamdulilllah bisa membeli makanan apa saja, saya bisa makan segala. Mau makan di hotel bintang lima ayo aja tapi makan dengan nasi kecap dan gorengan pun tak mengapa.
Nggak ribet soal makanan.
Baru saya sadari bahwa masa sulit itu memberikan pengalaman berharga. Tentang mensyukuri rejeki. Tentang menghargai makanan.
Hidup dengan keterbatasan penuh dengan pelajaran. Tentang perjuangan Mama bangkit dari keterpurukan semata agar anaknya bisa makan dan melanjutkan pendidikan.
Maka, jika kamu pernah atau sedang mengalami masa sulit dalam hidup, bersyukurlah.
Pengalaman nggak enak itu akan bikin kamu semakin tangguh.