Berapa lama seorang anak benar-benar bersama orangtuanya?
Saat kesibukan sekolah mulai menyapa
dan lebih menyenangkan
bersama dengan teman sebaya
dan lebih menyenangkan
bersama dengan teman sebaya
Saat pergi meninggalkan rumah untuk kuliah lalu bekerja
Saat menikah dan kemudian sibuk dengan rumah tangga
Mungkin hanya sesekali sang anak bisa datang menyapa
Saat orang tua lemah dan tak berdaya
Bisa jadi hanya ada perawat di sisinya
Tak sebanding sungguh jasa mereka
Melahirkan, membesarkan hingga menjadikan
sang anak seperti sekarang
Dengan berapapun biaya yang bisa disandingkan
Kebersamaan bersama orang tua, bisa jadi
Sedikit sekali
Tahun ini usia beliau menginjak tujuh
puluh dua tahun. Saat tadi sore saya sowan ke rumah beliau, beliau sedang
disuapi kue bandung (sebutan orang Semarang untuk martabak manis) oleh tante.
Saya memanggilnya Yangti (singkatan dari Eyang Puteri), satu-satunya Simbah
yang masih ada, perempuan yang melahirkan Papa. Bernama asli Siti Halimah
tetapi mungkin seumur hidupnya dipanggil Bu Radji, istri dari Pak Soeradji, Eyangkung
(Eyang kakung/Eyang laki-laki) yang sudah terlebih dahulu menghadap Tuhan lima
belas tahun yang lalu. Anaknya tujuh, lima laki-laki dan dua perempuan. Papa
anak pertama dan tante yang sedang menyuapi beliau adalah anak keenam.
puluh dua tahun. Saat tadi sore saya sowan ke rumah beliau, beliau sedang
disuapi kue bandung (sebutan orang Semarang untuk martabak manis) oleh tante.
Saya memanggilnya Yangti (singkatan dari Eyang Puteri), satu-satunya Simbah
yang masih ada, perempuan yang melahirkan Papa. Bernama asli Siti Halimah
tetapi mungkin seumur hidupnya dipanggil Bu Radji, istri dari Pak Soeradji, Eyangkung
(Eyang kakung/Eyang laki-laki) yang sudah terlebih dahulu menghadap Tuhan lima
belas tahun yang lalu. Anaknya tujuh, lima laki-laki dan dua perempuan. Papa
anak pertama dan tante yang sedang menyuapi beliau adalah anak keenam.
Tak berani saya menanyakan “Apa kabar?”
kepada Yangti mengingat tentu saja saya tahu kondisi beliau dari Mama dan takut
kalau bertanya lalu Yangti menjadi sensitif dan tersinggung. Hingga awal Maret
lalu beliau masih bisa berjalan tetapi akhir Maret beliau sudah tak bisa
berjalan lagi. Penyakit rematik dan osteoporosis menggerogoti kinerja syaraf dan
tulang sehingga untuk mendudukkan diri sendiri saja sekarang sudah tak mampu.
Praktis beliau kini hanya bisa berbaring di atas ranjang. Untuk kebutuhan
sehari-hari dibantu oleh seorang ibu yang membantu merawatnya dan tante yang
rumahnya bersebelahan dengan rumah Yangti dengan pintu belakang yang
menyambung.
kepada Yangti mengingat tentu saja saya tahu kondisi beliau dari Mama dan takut
kalau bertanya lalu Yangti menjadi sensitif dan tersinggung. Hingga awal Maret
lalu beliau masih bisa berjalan tetapi akhir Maret beliau sudah tak bisa
berjalan lagi. Penyakit rematik dan osteoporosis menggerogoti kinerja syaraf dan
tulang sehingga untuk mendudukkan diri sendiri saja sekarang sudah tak mampu.
Praktis beliau kini hanya bisa berbaring di atas ranjang. Untuk kebutuhan
sehari-hari dibantu oleh seorang ibu yang membantu merawatnya dan tante yang
rumahnya bersebelahan dengan rumah Yangti dengan pintu belakang yang
menyambung.
Yangti adalah Eyang yang paling dekat
dengan saya, saya juga cucu yang paling dekat dengan beliau mengingat saya
pernah tinggal bersama Eyang saat sekolah dasar hingga SMP, pulang ke rumah
orang tua hanya pada akhir pekan saja. Yangti jago memasak, masakannya lezat
sekali (Mama saja kalah) dan tiap tahunnya saya menunggu lebaran untuk
menikmati masakan beliau, tahun ini mungkin tak bisa mengingat kondisi beliau
tentu saja. Yangti pandai menjahit, saat kecil pakaian-pakaian jahitannya hampir
setiap hari saya kenakan hingga kekecilan. Yangti suka bercerita, apa saja,
pernah beliau bercerita bahwa dulu saat masih gadis pernah didekati seorang
laki-laki Belanda. “Yah. Yangti kok nggak mau sama orang Belanda itu? Kan nanti
aku ada bule-bulenya Yang,” kata Monika kecil yang masih polos. Hehe. Hingga
sekarang pun Yangti masih suka bercerita (ingatan beliau tajam dan kemampuan
berkomunikasi baik).
dengan saya, saya juga cucu yang paling dekat dengan beliau mengingat saya
pernah tinggal bersama Eyang saat sekolah dasar hingga SMP, pulang ke rumah
orang tua hanya pada akhir pekan saja. Yangti jago memasak, masakannya lezat
sekali (Mama saja kalah) dan tiap tahunnya saya menunggu lebaran untuk
menikmati masakan beliau, tahun ini mungkin tak bisa mengingat kondisi beliau
tentu saja. Yangti pandai menjahit, saat kecil pakaian-pakaian jahitannya hampir
setiap hari saya kenakan hingga kekecilan. Yangti suka bercerita, apa saja,
pernah beliau bercerita bahwa dulu saat masih gadis pernah didekati seorang
laki-laki Belanda. “Yah. Yangti kok nggak mau sama orang Belanda itu? Kan nanti
aku ada bule-bulenya Yang,” kata Monika kecil yang masih polos. Hehe. Hingga
sekarang pun Yangti masih suka bercerita (ingatan beliau tajam dan kemampuan
berkomunikasi baik).
Ah, Yangti. Saya tak bisa sering-sering
menemuimu apalagi berbuat sesuatu untukmu. Yang bisa saya lakukan mungkin
hanyalah mendoakanmu, mendoakanmu selalu berada dalam lindunganNya, mendoakan
segala yang terbaik untukmu..
menemuimu apalagi berbuat sesuatu untukmu. Yang bisa saya lakukan mungkin
hanyalah mendoakanmu, mendoakanmu selalu berada dalam lindunganNya, mendoakan
segala yang terbaik untukmu..
Semoga engkau masih bisa melihat cucu
menantu dariku seperti yang sering engkau tanyakan, semoga engkau masih bisa
melihatku menggendong cucu dari anakmu, semoga dan semoga.. Panjang umur dan
selalu kuat…
menantu dariku seperti yang sering engkau tanyakan, semoga engkau masih bisa
melihatku menggendong cucu dari anakmu, semoga dan semoga.. Panjang umur dan
selalu kuat…
2 Comments. Leave new
Insya Alloh…
semoga Yangti sehat wal afiat selalu, ya, Mon, hingga menyaksikan keluarga barumu kelak..
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.