Kata orang bahasa Arab termasuk bahasa yang susah untuk dipelajari. Pengelompokan kata benda misalnya tak semata tunggal untuk satu orang/benda lalu jamak untuk lebih dari satu orang/benda, dalam bahasa Arab terbagi menjadi mufrod (tunggal), mutsanna (dua orang/benda) lalu baru disebut jama’ untuk lebih dari dua.
Kata kerja pun tak seperti bahasa Indonesia yang tak mengenal perubahan kata kerja, seperti pada bahasa Inggris kata kerja dalam bahasa Arab (disebut fi’il) dibagi menjadi kata kerja sekarang (fi’il mudhari’) dan kata kerja lampau (fi’il madhi). Hurufnya pun berbeda dengan huruf yang kita kenal, disebut huruf Hijaiyah ada 28 huruf dalam bahasa Arab. Bagi umat Islam tentu sudah tak asing dengan huruf-huruf tersebut.
Lantas apa menariknya mempelajari bahasa Arab? Apa alasan belajar bahasa Arab?
Yang utama tentu saja, bagi umat Islam, bahasa Arab adalah bahasa diturunkannya kitab suci. Bahasa pemersatu. Umat Muslim bisa berbeda bangsa dan berbicara berbagai bahasa tetapi sholat (ibadah yang akan dihisab untuk pertama kalinya) tetaplah dilakukan dengan satu bahasa. Kalaupun ada terjemahan untuk Al Qur’an dalam bahasa lokal tetap saja rujukannya adalah Al Qur’an dalam bahasa aslinya.
Ada reduksi makna yang akan terjadi setiap dilakukan pengalihbahasaan. Dalam suatu proses penerjemahan, masalah yang lazim ditemukan adalah fakta bahwa tidak adanya kesamaan arti yang mutlak (absolute synonymy)1. Itulah pentingnya merujuk pada bahasa asli.
Kalau boleh saya ambil contoh ayat Q.S. Al Mu’min/Ghaffir (40):60 :
…. وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُم
Dalam bahasa Indonesia akan diartikan salah satunya : “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku,niscaya akan Kuperkenankan bagimu…”, kata استجب juga dapat diartikan sebagai menanggapi.
Dalam bahasa Inggris akan diartikan salah satunya : “And your Lord said: “Invoke Me, [i.e. believe in My Oneness (Islamic Monotheism)] (and ask Me for anything) I will respond to your (invocation)…” atau “And your Lord says, “Call upon Me; I will respond to you.”… Makna call upon sendiri adalah ‘memanggil’
Tak berbeda makna memang tapi ada nilai rasa yang berbeda bukan jika membaca Al Qur’an melalui terjemahan?
Yang kedua, belajar bahasa Arab sejatinya merupakan suatu bentuk belajar agama mengingat semua hal yang terkait dengan agama Islam diterangkan melalui bahasa ini. Al Qur’an, hadits, perkataan sahabat (atsar) dilafalkan dalam bahasa yang termasuk salah satu bahasa tertua di dunia ini.2
Lalu apalagi?
Membaca sebuah buku petunjuk dengan bahasa yang sama sekali tak dipahami tentu akan membuat sang pengguna kesulitan, begitu pula dengan Al Qur’an petunjuk dari segala petunjuk, petunjuk di dunia dan di akhirat.
Membaca Al Qur’an lalu dilanjutkan dengan membaca terjemahan tentu berbeda dengan membaca ayat demi ayat dan seketika itu memahami apa yang sedang dibicarakan.
Seorang teman pernah menceritakan saudaranya yang bisa menangis tergugu dalam sholatnya (saudaranya merupakan seseorang yang fasih menggunakan bahasa Arab). Bagaimana mungkin seseorang akan menghayati sholatnya apabila ia tak tahu persis apa yang diucapkannya?
Dalam menghafal kitabullah pun akan jauh lebih mudah apabila paham dengan bahasa Arab. Tak akan ada ayat yang tertukar-tukar lantaran ada kata-kata yang mirip misalnya.
Ada perbedaan yang signifikan antara hafal karena menghafal dan hafal lantaran paham. Kesalahan arti pun dapat dihindari. Kecepatan menghafal dapat meningkat dengan pesat apabila dibarengi dengan pemahaman arti. Keindahan Al Qur’an pun akan lebih mengena di hati.
Sebagai contoh, disebutkan dalam Q.S Fathir (35):28,
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء …
“… Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama…”
Perhatikan kata يَخْشَى اللَّهَ, يَخْشَى bermakna takut, اللَّهَ : (kepada) Allah. Kesalahan membaca Allaha menjadi Allahu di sini akan berakibat fatal karena menyebabkan perbedaan makna yang menjadikan ‘syirik secara tak sengaja’. Yakhsyallaha artinya (orang yang) takut kepada Allah, sedangkan Yakhsyallahu adalah Allah takut (kepada). Berbeda jauh bukan?
Last but not least..
Meniatkan lalu belajar bahasa Arab sebagai sarana untuk lebih memahami agama, sebagai ibadah, insya Allah sudah dicatat sebagai pahala. Mengutip perkataan salah satu ustadz : kewajiban seorang Muslim adalah menuntut ilmu, ia tidak dituntut untuk pandai. Jadi, ketika di tengah jalan menemui kesulitan dalam belajar, ia akan tetap mendapatkan pahala atas apa yang diupayakannya. Insya Allah.
Kalau bahasa Arab itu susah, tentu tak akan ada berjuta-juta penghafal Al Qur’an yang tak sedikitpun luput akan satu tanda baca saja…
Kalau bahasa Arab susah, tentu Tuhan Yang Maha Penyayang tak akan menurunkannya dalam bahasa Arab sehingga membuat hamba-hamba-Nya kesulitan dalam memahami surat cinta-Nya…
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya,” (terjemahan Q.S Yusuf:2)
11 Comments. Leave new
wah seperti pelajaran Nahwu Shorop ya, tapi bagi saya belajar bahasa arab itu menyenangkan lho, justru bahasa yg lain yg agak susah, atau mungkin otak saya aja yg ketimpa meteor ya, hihihiy 😀
Ahaha.. lbh susah bahasa Cina menurut sayah, huruf hanzi bikin keriting >.<
subhanallah.. Tulisannya pas banget nih ma kemauan hati..
Lanjutin ya dek beljara dan nulisnya… hebat;)
semangat belajar mbak Awal 🙂
Subhanallah nice posting mba monika, apalagi kalau sudah belajar…nikmat sekali jadi sedikit-sedikit akan faham artinya, keindahan bahasanya terutama AlQur'an..
Bener banget kata "SM-stupid monkey", kayak ketiban meteor hehehe…btw hilangkan kata susah ya…pasti bisa..Semangattt..insya Allah..^_^
Iya, semakin dipelajari semakin mengasyikkan ternyata… dulu mindset-ku bahasa Arab susah, setelah mindset-nya diubah dimudahkan untuk paham (dikit dikit) hehe.. Semangat 🙂
Alhamdulillah….
Membaca postingan Mbak Monika ini menjadikan saya tambah bersemangat untuk nelajar bahasa Arab neh… Makasih banyak ya, Mbak.
Alhamdulillah, inna hamda lillah.. Semangat buat kita.. 🙂
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
momon…. iya pengen banget bisa… ayok ajarin sini…
kata ustadzah di kantor, takut salah itu salah … jadi jangan takut untuk mempraktekan …
kalo skrg masih takut berarti …
saya belajar dari kitab jurumiyah namun ketinggalan eh jadinya malah malas -___-