Suatu hari, saya sedang berjalan dengan dua teman perempuan,
salah satunya baru menikah beberapa bulan sebelumnya. Kemudian kami berpapasan
dengan seorang teman laki-laki yang sudah lama tak berjumpa. Dia pun
berbasa-basi, “Hai, apa kabar? Kamu udah enam bulan nikah kan ya? Kok belum
hamil-hamil?” tanyanya dengan renyah. Teman yang ditanya hanya tersenyum,
tetapi saya bisa mengartikan tatapan nanarnya. Ia baru saja keguguran janin
kembarnya dan saat itu ia sedang menjalani masa pemulihan.
salah satunya baru menikah beberapa bulan sebelumnya. Kemudian kami berpapasan
dengan seorang teman laki-laki yang sudah lama tak berjumpa. Dia pun
berbasa-basi, “Hai, apa kabar? Kamu udah enam bulan nikah kan ya? Kok belum
hamil-hamil?” tanyanya dengan renyah. Teman yang ditanya hanya tersenyum,
tetapi saya bisa mengartikan tatapan nanarnya. Ia baru saja keguguran janin
kembarnya dan saat itu ia sedang menjalani masa pemulihan.
Suatu hari, seorang rekan kantor bertanya kepada saya, “Kamu
kenapa belum nikah-nikah? Umurmu udah 26 kan? Waktu umur 26 aku udah punya anak
dua,” Saya cuma tersenyum dan meminta didoakan saja.
kenapa belum nikah-nikah? Umurmu udah 26 kan? Waktu umur 26 aku udah punya anak
dua,” Saya cuma tersenyum dan meminta didoakan saja.
I was just thinking…
People don’t need to
know our story…
They just need to know
the ending…
Apa orang yang bertanya tentang teman yang belum hamil itu
tahu keguguran yang dialami? Apa dia perlu tahu? Dan apa sebenarnya, dia mau
tahu?
tahu keguguran yang dialami? Apa dia perlu tahu? Dan apa sebenarnya, dia mau
tahu?
Apa orang yang bertanya mengapa belum menikah, apa ia perlu
tahu? Mungkin yang ditanya pernah gagal ta’aruf, pernah terkena harapan palsu,
jatuh bangun menata hati? Apa ia perlu tahu? Dan apa dia mau tahu? Apa dia mau
bantu?
tahu? Mungkin yang ditanya pernah gagal ta’aruf, pernah terkena harapan palsu,
jatuh bangun menata hati? Apa ia perlu tahu? Dan apa dia mau tahu? Apa dia mau
bantu?
No, I believe no…
Mungkin si penanya cuma bertanya, sekadar ingin tahu, atau malah ingin
mengomentari.. ingin menggurui…
Mungkin si penanya cuma bertanya, sekadar ingin tahu, atau malah ingin
mengomentari.. ingin menggurui…
Seperti kemarin, saat saya menunggu pengumuman lomba, saya
bercerita ke salah satu rekan kantor, “Doain ya mas, pengumuman lomba nih,
hadiahnya Macbook,”. Setelah pengumuman dan ternyata saya tak berhasil, si Mas
dengan santainya berkomentar, “Oh, nggak menang Mon? Cuma segitu aja
kemampuanmu?”
bercerita ke salah satu rekan kantor, “Doain ya mas, pengumuman lomba nih,
hadiahnya Macbook,”. Setelah pengumuman dan ternyata saya tak berhasil, si Mas
dengan santainya berkomentar, “Oh, nggak menang Mon? Cuma segitu aja
kemampuanmu?”
Bukan masalah menang-kalah lomba. Tetapi bagaimana orang-orang
dengan mudahnya berkomentar terhadap orang lain, seperti :
dengan mudahnya berkomentar terhadap orang lain, seperti :
“Makanya jangan kebanyakan pilih-pilih. Terima saja siapa
saja yang datang,”
saja yang datang,”
“Makanya jangan jual mahal,”
Komentar untuk teman yang belum hamil, “Makanya kamu jangan
ini, jangan itu….”
ini, jangan itu….”
Karena si penanya mungkin sudah terlebih dahulu mengalami.
Sudah menikah duluan sehingga dengan mudahnya mengomentari yang masih
sendirian. Sudah hamil duluan sehingga dengan mudahnya menghakimi.
Sudah menikah duluan sehingga dengan mudahnya mengomentari yang masih
sendirian. Sudah hamil duluan sehingga dengan mudahnya menghakimi.
Padahal…
Everyone has his or
her own battle
Kita semua diuji.
Dengan
kertas soal yang berbeda
Dan baju yang kita
kenakan juga berbeda ukuran
Ada yang diuji dengan jodoh, belum punya anak, keluarga
bermasalah, penghasilan pas-pasan, penyakit, dsb. Kalau hidupnya seperti
lancar-lancar saja tak punya masalah? Bisa jadi ujian yang dihadapi adalah
ujian nikmat. Apakah nikmat itu kemudian membuatnya bersyukur? Apakah nikmat
itu kemudian membuatnya tidak memandang rendah atau menyakiti hati orang lain
yang belum merasakan nikmat itu?
bermasalah, penghasilan pas-pasan, penyakit, dsb. Kalau hidupnya seperti
lancar-lancar saja tak punya masalah? Bisa jadi ujian yang dihadapi adalah
ujian nikmat. Apakah nikmat itu kemudian membuatnya bersyukur? Apakah nikmat
itu kemudian membuatnya tidak memandang rendah atau menyakiti hati orang lain
yang belum merasakan nikmat itu?
Ya, mungkin orang tak perlu tahu perjuangan kita, kisah
kita. They don’t need to know, yet, probably,
they don’t wanna know…
kita. They don’t need to know, yet, probably,
they don’t wanna know…
Tak usah bercerita sedang dekat dengan siapa, tahu-tahu
mengirim undangan saja. Toh, orang juga mungkin mau tahu tentang hasilnya saja.
Sudah menikah atau belum. Titik.
mengirim undangan saja. Toh, orang juga mungkin mau tahu tentang hasilnya saja.
Sudah menikah atau belum. Titik.
Tak usah tahu sedang berjuang apa, tahu-tahu dengar kisah suksesnya saja. Toh, orang juga mungkin mau tahu tentang hasilnya saja. Sukses atau gagal. Titik.
At the point, I realize…
Choose your friends
wisely
Choose whom you can trust
Choose whom you can share your story with
Choose what story you can share…
Because (Perhaps) People
Don’t Need to Know Our Story
Don’t Need to Know Our Story
25 Comments. Leave new
I can relate all well with the post. Judgement is passed easily memang Mbak Monika dan parahnya judgement itu ya berdasarkan standar orang yang menjudge. Sampe sekarang sih masih ada kecenderungan seperti itu cuma saya mati-matian berusaha simpan dalam hati aja. Ngerasain sendiri sih jadi korban perlakuan serupa. And indeed people don't need to know all of our story.
Ehehe.. Iya mas.. judgement sesuai standar org yg nge-judge.. Thanks for your comment mas Dani 🙂
Duh..mak pas banget. Aku juga lagi bersabar dengan komentar2 sejenis itu. Memang orang mau tau endingnya aja. Gak pikir2 perasaan yg ditanya
Hiks.. sama mba Sari.. berusaha sabar dan sabar dg komentar orang :')
Kayaknya yangbtanya hal ginian akan selalu ada ya..,
Eh kita seangkatan nih berarti hihi
Ahihi.. tos mba.. angkatan lahir tahun 89 *eh
sebenernya pertanyaan basabasi tapi mengganggu -__-
Hihi.. gatau niatnya apa si cyin -_-
Mba aku terharu bacanya :")
Thank you for writing these 🙂
Peluk mba Hana :')
ah, aku prnh dapet temen2 yg seperti itu.. ga bisa ngerti perasaan org lain, dan seenaknya aja ngucapin something yg sbnrnya nyakitin… biasanya sih mba, aku lgs jauhin org2 yg begini… mnding pilih teman yg pendiam, tp at least ga prnh ngucapin sesuatu yg bikin sakit ati…
Hiks.. bener mba.. sama orang yg kira2 suka berkomentar menyakitkan aku jg pilih berinteraksi seperlunya saja 🙁
Aku suka ditanya tuh, Mak. kapan nikah? Aku cuma nyengir aja. Bosen sih jawabnya. Dulu sebel. Sekarang udah kebal, masih ada sih sebelnya,dikit hihihi Cara paling gampang buat jawabnya suka aku jawab gini aja. Situ mau sponsorin saya kalau nanti nikah? Biasanya pada ketawa hehehe 1-1. #lho?
Iya mba.. Kadang ngejawabnya sambil dibawa santai gt.. Kadang pas lagi baper ya bisa nggak sante *eh
sepakat bahwa hakekatnya hidup adalah ujian. tapi yang lagi di atas, yang lagi heppi, yang lagi kaya, suka lupa kalau itu adalah ujian, sama halnya dengan yang lagi sedih, miskin, mbermasalah dsb..dsb. Seringnya org menganggap kalau dia lapang bahwa Allah sayang padanya. Suka ngasih komentar menjatuhkan, dan meremehkan orang lain. memang paling baik adaalh lebih banyak diam menghdapi orang-org begini.
Iya bener bgt mba.. ujian nikmat lebih melenakan yah :')
Ih jahat banget deh komentar Masnya yang bilang cuma segitu kemampuanmu Mon.
Emang dia pernah ngikutin lomba yg rivalnya Gila2an (dalam artian jago desain/bikin video)? Orang itu lebih mudah mengomentari sesuatu hal daripada melakukan apa yg dikomentarinya itu. Biasanya gak maju2. Palingan yah segitu-segitu aja. Flat.
Udah Mbak Semangat aja. Hal luar biasa itu udah berani mencoba. Perkara gagal tidak urusan belakangan. Toh selalu ada faktor X dalam setiap hasil. Misal selera dwean juri, luck factor, ada yg lebih layak mendapatkannya de el el. Terus mencoba mbak 🙂
*BacaSambilEmosi *PenginNantangSiMasBuatIkutLombaBlog
Hihi… entahlah.. komen orang beda2…
Iya mba, yg penting usaha. Namanya juga kompetisi, menang kalah biasa hihi
setujuh, kebanyakan hanya melihat hasil akhir dan tidak mau tau proses yang telah ato sedang qta jalani. semangaaat 🙂
ya begitulah kira2 mba 🙁
makasi ya mba
orang tuh kalo komentar suka gak dipikir dulu sih mbak… mereka sering gak tahu bahwa ucapan mereka yg cuma berapa detik itu meninggalkan bekas di hati orang yg denger entah berapa lama…
Orang indo emng dikenal ramah, saking ramahnya semua dikepoin.
Kadang kalo mudik ga nanya tetangga, si emak lapor dinyinyirin tetangga. Padahal malea aja ngepo urusan orang
mond… i need to know all your stories kokk…..
Hay mon.. Aku Diana APWA hehe..
Waah blognya rameee yaa kereeen.. Jadi mau ninggalin jejeaaak hihi…
Hehe iya mon. I feel you.. Kadang bcanda kadang juga cuma kepo doang tapi ya kok dalem yaaa.. trs lagi ga enak hati jadinya baper deh.. hehe..
Smangat mon.. Pelajaran untuk kita biar kalo berkata di pikir dulu. Kalau sekiranya tidak bermanfaat ya lebih baik diam khan 🙂
Diana
onlybona.wordpress.com
kalo ditanya kenapa belom nikah sih, aku bakal bilang gini:
udah nikah ya? bahagia nggak? kok nggak keliatan bahagia *terus kabur
iya, satu kejahatan dibalas kejahatan. habis gimana dong? dibales baik2 juga nggak paham hehe