“Berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah…”
Agustin
Wibowo agaknya tahu benar arti sebuah perjalanan. Tatkala ia
menghadirkan sebuah buku berjudul Garis Batas, ia menemani pembaca ikut
melanglang buana ke negara-negara pecahan Uni Soviet yang mungkin selama
ini hanya sekilas terdengar namanya. Negara-negara yang berakhiran
-stan : Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan dan Turkmenistan.
Siapa yang tak kenal Jalur Sutera? Bersiaplah mengenalnya lebih dekat.
Bersiap-siaplah mengikuti sebuah negara tetapi juga lebih dekat lagi
dengan ‘nafas’ negara tersebut, dari sejarah berdirinya hingga filosofis
yang membersamai setiap derap langkah kehidupan negeri nun jauh di
sana.
Akhiran -stan sendiri berasal dari bahasa Persia,
istan, yang bermakna tanah. Tajikistan adalah tanah orang Tajik,
Uzbekistan adalah tanah orang Uzbek. Tatkala negeri adidaya bernama Uni
Soviet yang pernah menjadi negara terluas di dunia pecah, itulah awal
mula suatu garis batas dimulai. Garis batas fisik yang membagi satu
negara-negara besar menjadi beberapa negara pecahan. Sebut saja wilayah
teritorial.
Jika mendengar kata ‘Uzbekistan’ mungkin
yang terbayang di benak kita adalah kecantikan perempuan Uzbekistan yang
menjadi istri dari orang terkenal di negara ini. Di negara mayoritas
Muslim ini lahirlah Imam Bukhari, seorang perawi hadits terkenal yang
lahir di kota bernama Bukhara. Ibnu Sina, seorang ilmuwan mahsyur yang
menguasai ilmu kedokteran dan filsafat belajar di kota ini. Kota ini
adalah kota penting pada zamannya, kota yang melahirkan seniman, ilmuwan
hingga penyair.
Walaupun wajah Asia Tengah yang
digambarkan oleh penulis dalam buku ini adalah wajah negara yang
mayoritas penduduknya adalah penganut agama Islam, tetapi lantaran
pengaruh komunis yang pernah mengakar sedemikian kuat, penganut Islam di
sana adalah orang Islam yang meminum minuman keras, memakan babi hingga
tak berpuasa di bulan Ramadhan.
Mungkin seperti halnya
sebutan ‘Islam abangan’ di negara ini. Selain itu, Islam juga
digambarkan memiliki berbagai tarekat seperti Tajikistan yang kental
dengan Islam Ismaili hingga Uzbekistan tempat pendiri aliran
Naqshabandi, Bahauddin Naqshabandi menjadi pahlawan nasional.
Kelebihan
buku ini terletak pada kekuatan penggambaran latar cerita sehingga
pembaca sekan-akan mengikuti perjalanan penulis, ikut tegang saat
penulis menyelundup ke suatu negara dan tertangkap polisi setempat,
kekuatan filosofis arti kata ‘garis batas’ yang mengalir melalui
kata-kata sarat emosi yang mengalun perlahan, penceritaan sejarah dengan
detail dan foto-foto indah yang dilampirkan di buku ini.
Ah,
terlalu panjang rasanya untuk menceritakan buku setebal 510 halaman
ini. Buku yang menurut saya tak bagus untuk dibaca cepat-cepat lantaran
dari buku ini seorang pembaca melakukan suatu perjalanan, perjalanan
yang menembus suatu garis batas hingga perjalanan yang membuka mata
betapa terkadang manusia dikotak-kotakkan hingga dibatasi oleh ras,
warna kulit, bahasa atau hal-hal lainnya.
Hidup
sejatinya adalah sebuah perjalanan panjang. Ayat yang saya nukil untuk
menjadi pembuka tulisan ini adalah ayat Al Qur’an yang disebut hingga
lebih dari tiga kali. Adakan perjalanan dan perhatikan. Perhatikan.
Mungkin lantaran banyaknya hikmah dari suatu perjalanan. Hikmah tercecer
dari luasnya jagad raya. Dan kali ini Agustin Wibowo berhasil membuka
mata saya untuk belajar dari negara-negara nun jauh di sana.
Recommended!
Mon’s rating : 5 stars ^^
3 Comments. Leave new
pengen nyoba cari di toko buku, ah
kayaknya bagus.
kalo dibanding naked traveller gmn?
Bagus banget malah menurutku hehe..
Menurutku sih beda style antara TNT dan Garis Batas ini… TNT 'pure' cerita perjalanannya sang penulis dgn bahasa sehari2, klo GB bahasanya berfilosofis gitulah hehe..
Btw makasih komennya ^^
Kayaknya oke bukunya. Tapi, kata temenku muahaaal T,T