Kalau ada teman lama tiba-tiba menyapa, kemungkinan besar dia mau meminjam uang. Percaya atau nggak? Saya sudah membuktikannya. Seluruh teman lama (teman SD/SMP/SMA) yang tiba-tiba kontak, ujung-ujungnya menawari dagangan atau berutang.
Namun, ada catatannya. Teman lama yang berutang itu adalah teman yang dulu memang nggak pernah akrab. Ya, bisa jadi sempat menjadi teman sekelas saja tapi nggak pernah menjadi teman dekat. Kalau teman lama yang dulu pernah akrab kemungkinan besar memang ingin menjalin silaturahmi lagi.
Alkisah, ada teman SD saya yang tiba-tiba kontak. Entah darimana dia dapat nomor HP saya. Sedikit basa-basi, ia pun kemudian mengutarakan tujuannya meminjam uang sebesar Rp3 juta. Katanya, anaknya sakit dan membutuhkan operasi segera. Ia pun mengirim foto seorang bayi dengan tubuh penuh selang. Saya sempat bimbang tetapi kala itu, rasa iba saya lebih kuat. Tak lama kemudian saya menuju ATM dan transfer Rp3 juta. Sesudah transfer, teman lama itu meminta lagi saya transfer Rp1 juta, saya menolak. Kejadiannya di tahun 2015, hingga sekarang uang tak pernah kembali dan nomornya tak bisa dihubungi.
Kisah lain adalah teman SMP saya tiba-tiba kirim direct message (DM) di Instagram. Katanya mau pinjam uang Rp5 juta untuk memperbaiki plafon dapurnya yang rusak. Kala itu, saya malas berbasa-basi dan saya hanya membaca pesannya tanpa membalas.
Yang saya tak habis pikir, betapa mudahnya kedua orang yang tak pernah akrab (dan sudah bertahun-tahun tidak kontak) dengan saya meminjam uang dalam nominal yang cukup besar. Apakah tidak ada rasa sungkan? Seumur-umur saya hanya pernah pinjam uang sekali. Itu pun ke teman yang sangat akrab dan rasanya sungkan luar biasa.
Jadi, kalau saya boleh memberi saran, pikir seribu kali jika mau meminjamkan uang kepada teman lama. Ingat, teman lama di sini adalah teman yang dulu nggak pernah akrab dan sudah bertahun-tahun nggak pernah kontak.
Mengapa?
Begini. Kalau dia tidak pernah akrab denganmu, tidak ada rasa sungkan apabila dia menghilang dan tidak membayar utangnya. Kalau kamu memberi pinjaman kepada orang yang akrab denganmu, setidaknya ada hal yang dipertaruhkannya bila mangkir dari kewajiban yakni persahabatanmu dengannya. Namun, kalau nggak pernah akrab? Boro-boro.
Kedua, kemungkinan besar kamu tidak bisa memverifikasi kebenaran ceritanya. Pada kasus pertama tadi, bagaimana saya memverifikasi bahwa foto bayi malang yang dikirimkannya adalah benar-benar anaknya? Saya sudah lebih dari sepuluh tahun tidak bertukar kabar dan juga saya tak tahu bagaimana kehidupannya.
Ketiga, kalau memang seseorang bisa dipercaya untuk diberi pinjaman dalam jumlah cukup besar, mengapa ia tidak meminjam kepada orang di kehidupannya? Mengapa ia harus jauh-jauh menghubungi teman sekelas yang tak pernah berhubungan sama sekali?
Keempat, amat riskan apabila memberikan pinjaman kepada seseorang tanpa saksi dan tanpa pencatatan. Ingat, salah satu ajaran Islam terkait utang piutang adalah adanya saksi dan pencatatan. Kalau pinjam uang bermodal WhatsApp/DM IG, kira-kira lebih banyak kemungkinan orang mangkir bayar atau tidak?
Saya akui saya termakan iba ketika meminjamkan uang kepada teman SD.
Namun, kalau kamu masih ingin meminjamkan uang kepada teman lama, silakan saja. The choice is yours. Kalau saya memilih untuk memberi uang dalam jumlah yang saya ikhlas jika uang itu tidak pernah kembali.
Meminjamkan uang itu berat. Mulai dari urusan penagihan yang bisa jadi sangat melelahkan hingga hubungan pertemanan yang bisa terancam. Berhati-hatilah masalah utang piutang.