Kata
ta’aruf terdengar amat asing bagi saya ketika masih SMA. Seorang teman berbaik
hati menjelaskannya : “Jadi Mon, ta’aruf itu singkatnya perkenalan antara
laki-laki dan perempuan dengan tujuan menikah. Nggak pakai pacaran gitu,
langsung nikah,” Saya kaget, masih kurangnya pemahaman saya pada waktu itu
sehingga timbul pertanyaan “Kok bisa nikah tanpa pacaran? Nanti gimana tau
sifat aslinya? dan bla bla bla…” “Kan saat perkenalan itu ditanya visi misi
perkenalan, sifat-sifatnya, terus kita kan juga bisa menanyakan sifat orang
tersebut kepada orang terdekatnya,” Saya terdiam, berusaha memikirkan
kata-katanya.
ta’aruf terdengar amat asing bagi saya ketika masih SMA. Seorang teman berbaik
hati menjelaskannya : “Jadi Mon, ta’aruf itu singkatnya perkenalan antara
laki-laki dan perempuan dengan tujuan menikah. Nggak pakai pacaran gitu,
langsung nikah,” Saya kaget, masih kurangnya pemahaman saya pada waktu itu
sehingga timbul pertanyaan “Kok bisa nikah tanpa pacaran? Nanti gimana tau
sifat aslinya? dan bla bla bla…” “Kan saat perkenalan itu ditanya visi misi
perkenalan, sifat-sifatnya, terus kita kan juga bisa menanyakan sifat orang
tersebut kepada orang terdekatnya,” Saya terdiam, berusaha memikirkan
kata-katanya.
Kata
ta’aruf sepertinya hanya sebuah kata yang akan saya temui di cerita-cerita
Islami atau kisah orang-orang yang tak saya kenal hingga dua tahun kemudian salah
seorang kakak kelas yang akrab dengan saya pada waktu itu (beliau lima tahun di
atas saya) memberi berita mengejutkan, “Dek, mbak mau nikah ya,” Hah?” seru
saya terkejut, bukan apa-apa, beliau tak pernah bercerita atau nampak tengah
dekat dengan seseorang. “Kapan mbak?” . “Tanggal 16 dek,” seketika mengingat
tanggal, kala itu tanggal sembilan. “Haaaaah,”
ta’aruf sepertinya hanya sebuah kata yang akan saya temui di cerita-cerita
Islami atau kisah orang-orang yang tak saya kenal hingga dua tahun kemudian salah
seorang kakak kelas yang akrab dengan saya pada waktu itu (beliau lima tahun di
atas saya) memberi berita mengejutkan, “Dek, mbak mau nikah ya,” Hah?” seru
saya terkejut, bukan apa-apa, beliau tak pernah bercerita atau nampak tengah
dekat dengan seseorang. “Kapan mbak?” . “Tanggal 16 dek,” seketika mengingat
tanggal, kala itu tanggal sembilan. “Haaaaah,”
Beliau
kemudian bercerita tentang prosesnya menuju pernikahan bahwa beliau dan sang calon saling bertukar
biodata dengan perantara murobbi sebelum kemudian bertemu pada majelis ta’aruf
yang berlangsung selama 45 menit, saling bertukar visi misi pernikahan dan
mengajukan pertanyaan tentang kehidupan pernikahan maupun kepribadian, mbak
tersebut juga menanyakan sifat-sifat mas itu kepada orang-orang yang
mengenalnya dengan baik, kemudian sholat istikharah beberapa kali sebelum
akhirnya menemukan kemantapan, lamaran dan menentukan tanggal. Cukup sebulan
proses yang dijalani beliau. Yang membuat saya lebih terkejut adalah Mbak dan
calonnya sebelumnya tak saling kenal sama sekali, keduanya memang sesama
alumni STAN tetapi tak pernah kenal. Pertemuan pertama mereka ya di majelis
ta’aruf itu.
kemudian bercerita tentang prosesnya menuju pernikahan bahwa beliau dan sang calon saling bertukar
biodata dengan perantara murobbi sebelum kemudian bertemu pada majelis ta’aruf
yang berlangsung selama 45 menit, saling bertukar visi misi pernikahan dan
mengajukan pertanyaan tentang kehidupan pernikahan maupun kepribadian, mbak
tersebut juga menanyakan sifat-sifat mas itu kepada orang-orang yang
mengenalnya dengan baik, kemudian sholat istikharah beberapa kali sebelum
akhirnya menemukan kemantapan, lamaran dan menentukan tanggal. Cukup sebulan
proses yang dijalani beliau. Yang membuat saya lebih terkejut adalah Mbak dan
calonnya sebelumnya tak saling kenal sama sekali, keduanya memang sesama
alumni STAN tetapi tak pernah kenal. Pertemuan pertama mereka ya di majelis
ta’aruf itu.
“Kok bisa mbak berani banget menikahi orang tak dikenal?”
Mbak
pun bercerita tentang keinginannya memiliki seorang suami yang sholeh serta
keinginannya untuk menjaga diri dan menjadikan pernikahan sebagai jalan menuju
keridaan Allah. ‘Bukan dengan siapa, tetapi mau dibawa kemana’ agaknya ungkapan
yang tepat untuk mewakili keinginan Mbak kala itu. Sesosok perempuan yang
sholehah nan santun yang senantiasa berusaha menjaga dirinya, kata-kata yang
dikeluarkannya pun dipilih dengan hati-hati lantaran takut menyinggung orang
lain. Pendek kata, saya mengenal beliau sebagai seorang yang baik, amat baik
malah.
pun bercerita tentang keinginannya memiliki seorang suami yang sholeh serta
keinginannya untuk menjaga diri dan menjadikan pernikahan sebagai jalan menuju
keridaan Allah. ‘Bukan dengan siapa, tetapi mau dibawa kemana’ agaknya ungkapan
yang tepat untuk mewakili keinginan Mbak kala itu. Sesosok perempuan yang
sholehah nan santun yang senantiasa berusaha menjaga dirinya, kata-kata yang
dikeluarkannya pun dipilih dengan hati-hati lantaran takut menyinggung orang
lain. Pendek kata, saya mengenal beliau sebagai seorang yang baik, amat baik
malah.
Mencari keridaan Allah
Tujuan
yang seharusnya ke sana lah setiap perbuatan seorang Muslim bermuara.
Pernikahan sebagai sebuah ikatan yang kokoh antara laki-laki dan perempuan yang
ditujukan untuk mencari keridaan Allah dengan menyempurnakan setengah agama.
Saya mengangguk, seketika itu mata saya terbuka lebar, pemahaman baru akan arti
sebuah pernikahan melalui kata demi kata yang diucapkan Mbak. Menikah tak
sekadar hanya menikah. Ia adalah ibadah, yang terlalu indah jika dicapai
melalui jalan yang tak diridai-Nya. Ia adalah sarana, sarana menggapai
keridaan-Nya. Ia adalah awal, awal sebuah generasi baru mengenal Tuhannya. Mitsaqan
ghalitza. Perjanjian yang kuat.
yang seharusnya ke sana lah setiap perbuatan seorang Muslim bermuara.
Pernikahan sebagai sebuah ikatan yang kokoh antara laki-laki dan perempuan yang
ditujukan untuk mencari keridaan Allah dengan menyempurnakan setengah agama.
Saya mengangguk, seketika itu mata saya terbuka lebar, pemahaman baru akan arti
sebuah pernikahan melalui kata demi kata yang diucapkan Mbak. Menikah tak
sekadar hanya menikah. Ia adalah ibadah, yang terlalu indah jika dicapai
melalui jalan yang tak diridai-Nya. Ia adalah sarana, sarana menggapai
keridaan-Nya. Ia adalah awal, awal sebuah generasi baru mengenal Tuhannya. Mitsaqan
ghalitza. Perjanjian yang kuat.
Tetap
saja, ketika itu timbul pertanyaan selanjutnya, “Bisa ya mbak menikah dengan
orang yang baru dikenal? Menikahi laki-laki yang belum dicintai?”
saja, ketika itu timbul pertanyaan selanjutnya, “Bisa ya mbak menikah dengan
orang yang baru dikenal? Menikahi laki-laki yang belum dicintai?”
Dan
hey, jangan salah, kemudian saya melihat rona kemerahan dari pipi Mbak, nada
malu-malu Mbak saat menceritakan sang calon seperti dimana kerjanya, asalnya
darimana, dan sebagainya. Mbak, agaknya, mulai memupuk perasaannya kepada
laki-laki yang seminggu kemudian menjadi suaminya.
hey, jangan salah, kemudian saya melihat rona kemerahan dari pipi Mbak, nada
malu-malu Mbak saat menceritakan sang calon seperti dimana kerjanya, asalnya
darimana, dan sebagainya. Mbak, agaknya, mulai memupuk perasaannya kepada
laki-laki yang seminggu kemudian menjadi suaminya.
“Allah dek yang menggenggam hati manusia,”
Ah,
sang pemilik hati. Mudah saja bagi-Nya menautkan hati kedua insan tak dikenal
yang dikehendakinya untuk bersanding di pelaminan atau sebaliknya mudah saja
baginya melepaskan perasaan antara dua orang yang telah berpacaran
bertahun-tahun misalnya. Dialah yang menggenggam hati semua makhluk di muka
bumi. Dialah yang memberi kemantapan kepada seorang laki-laki untuk meminang
seorang wanita dan kepada seorang wanita untuk menerima pinangan laki-laki yang
datang kepadanya.
sang pemilik hati. Mudah saja bagi-Nya menautkan hati kedua insan tak dikenal
yang dikehendakinya untuk bersanding di pelaminan atau sebaliknya mudah saja
baginya melepaskan perasaan antara dua orang yang telah berpacaran
bertahun-tahun misalnya. Dialah yang menggenggam hati semua makhluk di muka
bumi. Dialah yang memberi kemantapan kepada seorang laki-laki untuk meminang
seorang wanita dan kepada seorang wanita untuk menerima pinangan laki-laki yang
datang kepadanya.
Tentu
saja, ta’aruf tak harus dilakukan dengan orang yang tak dikenal. Bisa juga
dilakukan dengan seseorang yang telah dikenal. Meskipun telah saling mengenal
tentu tak serta merta seseorang tahu apa-apa yang diinginkan seseorang dari
sebuah pernikahan dan bagaimana seseorang akan menjalani pernikahan misalnya. Di
sanalah peran ta’aruf, ketika seseorang dapat menanyakan hal tersebut kepada
sang calon. Tentu hal tersebut dilakukan melalui perantara orang yang dapat
dipercaya.
saja, ta’aruf tak harus dilakukan dengan orang yang tak dikenal. Bisa juga
dilakukan dengan seseorang yang telah dikenal. Meskipun telah saling mengenal
tentu tak serta merta seseorang tahu apa-apa yang diinginkan seseorang dari
sebuah pernikahan dan bagaimana seseorang akan menjalani pernikahan misalnya. Di
sanalah peran ta’aruf, ketika seseorang dapat menanyakan hal tersebut kepada
sang calon. Tentu hal tersebut dilakukan melalui perantara orang yang dapat
dipercaya.
Selain
melalui majelis ta’aruf, seorang teman ada yang berta’aruf melalui email. Ya,
keduanya saling bertukar email yang berisi biodata serta pertanyaan-pertanyaan
yang ingin diajukan. Tentu, dengan menghindari interaksi fisik dan interaksi
via email yang tak diperlukan (keduanya pada saat itu saling tahu tetapi belum
kenal, tempat kerja memungkinkan untuk bertemu). Keduanya kemudian
beristikharah untuk memantapkan hati. Kemudian sang laki-laki pun pergi ke kota
sang perempuan untuk menemui orang tua teman saya tersebut dan mengutarakan
keinginannya meminang. Ohya hal yang tak kalah penting saat ta’aruf adalah
mengkondisikan kedua orang tua sebelumnya sehingga tak terkejut jika tiba-tiba sang
anak mengutarakan keinginannya untuk menikah atau jika tiba-tiba ada seorang
laki-laki melamar anak gadisnya. Begitulah.
melalui majelis ta’aruf, seorang teman ada yang berta’aruf melalui email. Ya,
keduanya saling bertukar email yang berisi biodata serta pertanyaan-pertanyaan
yang ingin diajukan. Tentu, dengan menghindari interaksi fisik dan interaksi
via email yang tak diperlukan (keduanya pada saat itu saling tahu tetapi belum
kenal, tempat kerja memungkinkan untuk bertemu). Keduanya kemudian
beristikharah untuk memantapkan hati. Kemudian sang laki-laki pun pergi ke kota
sang perempuan untuk menemui orang tua teman saya tersebut dan mengutarakan
keinginannya meminang. Ohya hal yang tak kalah penting saat ta’aruf adalah
mengkondisikan kedua orang tua sebelumnya sehingga tak terkejut jika tiba-tiba sang
anak mengutarakan keinginannya untuk menikah atau jika tiba-tiba ada seorang
laki-laki melamar anak gadisnya. Begitulah.
Ta’aruf
adalah salah satu jalan menuju pernikahan untuk lebih mengenal calon agar
timbul kemantapan. Bisa juga apabila telah mantap dengan pilihannya (tanpa
melalui ta’aruf, biasanya telah kenal sebagai teman), seperti salah seorang
teman yang secara tiba-tiba ditanya oleh teman sekantornya apakah boleh
melamarnya. Sesederhana itu. Begitulah. Semoga tujuan yang baik dicapai melalui
cara yang baik.
adalah salah satu jalan menuju pernikahan untuk lebih mengenal calon agar
timbul kemantapan. Bisa juga apabila telah mantap dengan pilihannya (tanpa
melalui ta’aruf, biasanya telah kenal sebagai teman), seperti salah seorang
teman yang secara tiba-tiba ditanya oleh teman sekantornya apakah boleh
melamarnya. Sesederhana itu. Begitulah. Semoga tujuan yang baik dicapai melalui
cara yang baik.
“Ya Allah, aku mengharap cinta-Mu, cinta para
hamba yang mencintai-Mu, dan kecintaan terhadap amal yang bisa mendekatkan
diriku pada cinta-Mu,” (HR Tirmidzi)
Wallahu
a’lam.
a’lam.
*disarikan
dari pengalaman-pengalaman teman*
dari pengalaman-pengalaman teman*
18 Comments. Leave new
"Indah."
Orang-orang skeptis akan memandang ta'aruf sebagai "beli kucing dalam karung".
Orang-orang oportunis-liberalis akan mengatakan ta'aruf sebagai judi. Dan judi itu haram dalam Islam, ahaha!
Begitulah orang-orang yang mengandalkan akal jasadinya, sedangkan agama ini senantiasa mendorong umatnya untuk mengutamakan akal ruhani alias iman. Artinya, "kecerdasan tingkat lanjut". 😀
Saya sendiri memahami hukum ta'aruf dan poligami cukup terlambat sebab "didorong" Allah pada agama, waktu menjelang kepala 3, itu pun karena pernah baca sejarah perjuangan seorang alawiyyin yang menyebarkan Islam di nusantara, hehe. (sebelumnya saya ini ya, gitu deh.. islam KTP dan humanis yang hampir jadi liberal, wkwkwkw!)
Salut dan selamat buat kakak yang Neng Monik ceritakan di atas. Utamanya pada bagian ini "kata-kata yang dikeluarkannya pun dipilih dengan hati-hati lantaran takut menyinggung orang lain". <– asli, ane sering gak bisa begini, padahal ane bukan keturunan preman pasar >.<"
Saya sendiri ama istri, dulu emang gak pake pacaran, tapi juga bukan ta'aruf murni (<– lha wong sms-an campur telfonan..wkwkwkw!) dan gak diniatin ta'aruf malah, soale kan waktu itu masih islam ktp hehe..
Dan memang, sebenar-benarnya Allah Sang Penggenggam hati, bukan kita, sama sekali bukan kita, dan gak pernah kita. Allahua'lam.
Makasih komennya kang Adam, entah kenape ane slalu seneng dengan komen2nya kang Adam hehe.. Semoga langkah2 kita selalu dalam koridor yang diridai-Nya ya kang…
aamiin, aku berharap MOnika dan semua ukht bisa taarufan dgn baik.
ehehe, aku ga harys ta'aruf juga sih nur,siapa tau dilamar langsung kan hehe… ya mudah2an jalan apapun menuju pernikahan itu adalah jalan yang baik (ga pacaran)… aamiin.. kamu juga, semoga dimudahkan.. eh udah nikah belum sih Nur? masih kurang ta'aruf nih kita :p
hehe, iya maksdny taarufnya ya bgni aku ma kamu hehe 😛
iyalah dilamar langsung bisa lebih baik ya?
hehhe
aku belum UKHT, MASIH sendiri. walau sudah ada yng melamar tuh kan jadi aku belum bisa nerima hehe.. mngkin belum waktunya ehehe..
ishbir kayak postinganku
iya ukh, insya Allah dengan orang terindah, di waktu terindah 😀
amin, semagnat mbak
dari pada pacaran mending langsung melamar melalui orang tuanya itu bisa di bilang pria pemberani 😀
salam persahabatan
Bener banget mas Fajar.. salam kenal ya 🙂
Pernah berikhtiar utk ta'aruf dgn seseorang di seberang pulau, saat pertama kesana mengutarakan langsung ke orang tua.. tp Allah berkehendak lain..
SEPAKAT!!!
Jadi kapan mon?
Kak Monika ta'arufan yuk 🙂
aamiin, aku berharap MOnika dan semua ukht bisa taarufan dgn baik.
Semua orang memiliki pilihan masing-masing ya mbak, kita tidak bisa menjudge orang seenaknya karena kita gak pernah ada di sepatunya. untuk taaruf juga seperti itu, semua kembali pada pilihan masing-masing mau taaruf atau tidak hihihi. informasinya keren mbak.
klo prinsip saya sihh..
"nikahi atau jauhi" biar Allah, SWT ridho
Assalamualaikum,nama saya siti, mba sy mau nanya, ada seorang cowok yang gak sy kenal tiba2 datang sama sepupunya. Waktu datang ini sy gak tau kalau ternyata ada maksud hati untuk melamar. Padahal hanya saat itu dia melihat sy. Ke esokan harinya hanya sepupunya yg datang untuk menyampaikan maksud kedatangannya kemarin. Sy tidak tau sama sekali orangnya, wajah ataupun namanya sy tidak tahu. Setelah 3 hari berturut kedatangan sepupunya,sy meminta agar di pertemukan dengan pria tersebut. Tetapi katanya sy tidak boleh berlama2 untuk memberikan jawaban. Keinginan keluarganya setelah bertemua 2 jam sy harus langsung memberikan jawaban. Sedang sy belum bena2 tahu satupun tentang dia. Sedang untuk mengetahui dan bertukar informasi butuh waktu paling tidak beberapa minggu. Sy merasa seolah2 sy sedang di paksa untuk menerima tanpa perlu pikir panjang. Apa yg bisa saya lakukan mba dalam situasi seperti ini?
wa'alaikumsalam mba… coba istikharah dulu mba.. hehehe