Bagaimana
jika negara Indonesia menjadi negara liberal tanpa agama? Bagaimana jika negara
dianggap sebagai sumber kekacauan?
Jakarta tahun 2036.Ketika hak asasi manusia
merupakan hal yang didewakan, Indonesia menjadi sebuah negara liberal. Salat di tempat umum
dianggap sebagai suatu hal yang aneh, taat beragama dianggap sebagai sebuah simbol kekolotan. Masjid berubah menjadi gudang, pondok pesantren
diberangus, orang-orang yang menggunakan simbol agama dicap sebagai teroris.
merupakan hal yang didewakan, Indonesia menjadi sebuah negara liberal. Salat di tempat umum
dianggap sebagai suatu hal yang aneh, taat beragama dianggap sebagai sebuah simbol kekolotan. Masjid berubah menjadi gudang, pondok pesantren
diberangus, orang-orang yang menggunakan simbol agama dicap sebagai teroris.
Adalah Alif (diperankan
oleh Cornelius Sunny), seorang penegak hukum yang berupaya menjunjung tinggi
keadilan. Kariernya yang cemerlang menjadi ternoda dengan tuduhan menggunakan
peluru tajam, sesuatu yang dilarang di masa itu, tatkala ia berhadapan dengan sang
kriminal. Ia bersahabat karib dengan Herlam (diperankan oleh Abimana
Aryasatya), seorang jurnalis cerdas di kantor berita Libernasia. Suatu kejadian
pemboman di sebuah kafe yang diduga
dilakukan oleh sekelompok orang berjubah membawa Alif kepada Mimbo (diperankan
oleh Agus Kuncoro), sahabat karibnya ketika berguru di Pesantren Al Ikhlas
bersama dengan Herlam yang kini menjadi pengurus pesantren tersebut. Konflik
pertama dalam film ini adalah perseteruan antara dua sahabat, Alif dan Herlam,
yang kini berada di dua kubu berseberangan.
oleh Cornelius Sunny), seorang penegak hukum yang berupaya menjunjung tinggi
keadilan. Kariernya yang cemerlang menjadi ternoda dengan tuduhan menggunakan
peluru tajam, sesuatu yang dilarang di masa itu, tatkala ia berhadapan dengan sang
kriminal. Ia bersahabat karib dengan Herlam (diperankan oleh Abimana
Aryasatya), seorang jurnalis cerdas di kantor berita Libernasia. Suatu kejadian
pemboman di sebuah kafe yang diduga
dilakukan oleh sekelompok orang berjubah membawa Alif kepada Mimbo (diperankan
oleh Agus Kuncoro), sahabat karibnya ketika berguru di Pesantren Al Ikhlas
bersama dengan Herlam yang kini menjadi pengurus pesantren tersebut. Konflik
pertama dalam film ini adalah perseteruan antara dua sahabat, Alif dan Herlam,
yang kini berada di dua kubu berseberangan.
Bisa dibilang, film
berdurasi 122 menit ini bergenre action
dengan efek visual yang keren. Pesan demi pesan religi dikemas secara bernas
melalui dialog atau laku para tokoh. Tengoklah misal ketika Herlam sang
jurnalis ditegur oleh bosnya lantaran melakukan salat sementara ia bekerja di
sebuah media liberal yang melepaskan diri dari simbol agama. Ia menjawab, “Apa
urusannya tulisan saya dengan salat?”
berdurasi 122 menit ini bergenre action
dengan efek visual yang keren. Pesan demi pesan religi dikemas secara bernas
melalui dialog atau laku para tokoh. Tengoklah misal ketika Herlam sang
jurnalis ditegur oleh bosnya lantaran melakukan salat sementara ia bekerja di
sebuah media liberal yang melepaskan diri dari simbol agama. Ia menjawab, “Apa
urusannya tulisan saya dengan salat?”
Atau ketika akhirnya Kyai
Mukhlis pemimpin utama pondok pesantren dengan suka rela ‘menyerahkan diri’
dengan adanya surat penangkapan yang dibawa oleh Alif, ia mengatakan
ketundukannya pada aturan negara. Pun ketika sang kyai memiliki kesempatan
untuk ‘melarikan diri’ di tengah kacaunya suatu peristiwa, ia tak
menggunakannya.
Mukhlis pemimpin utama pondok pesantren dengan suka rela ‘menyerahkan diri’
dengan adanya surat penangkapan yang dibawa oleh Alif, ia mengatakan
ketundukannya pada aturan negara. Pun ketika sang kyai memiliki kesempatan
untuk ‘melarikan diri’ di tengah kacaunya suatu peristiwa, ia tak
menggunakannya.
Inilah film yang pada
awalnya terasa “abu-abu”. Siapakah yang salah? Siapakah yang benar? Bagaimana
kejadian yang sebenarnya? merupakan intrik legit yang disajikan kepada para
penonton. Penonton akan dibuat tercengang mengetahui fakta di akhir film,
ketika semua telah terungkap. Disajikan dengan sedikit bumbu drama melalui
pengungkapan kisah cinta Alif dan Laras (diperankan oleh Prisia Nasution) yang
menjadi pemeran kunci tak terduga, Anggy Umbara sang sutradara mampu
menghasilkan sebuah karya yang ciamik dalam hal visual, pesan moral dan
penceritaan. Kekuatan film ini juga ditunjang oleh akting menawan para tokoh utama, juga tokoh ‘penjahat’ yang muncul di akhir yang membuat greget dengan mimik muka dan caranya berbicara. Two thumbs up!
awalnya terasa “abu-abu”. Siapakah yang salah? Siapakah yang benar? Bagaimana
kejadian yang sebenarnya? merupakan intrik legit yang disajikan kepada para
penonton. Penonton akan dibuat tercengang mengetahui fakta di akhir film,
ketika semua telah terungkap. Disajikan dengan sedikit bumbu drama melalui
pengungkapan kisah cinta Alif dan Laras (diperankan oleh Prisia Nasution) yang
menjadi pemeran kunci tak terduga, Anggy Umbara sang sutradara mampu
menghasilkan sebuah karya yang ciamik dalam hal visual, pesan moral dan
penceritaan. Kekuatan film ini juga ditunjang oleh akting menawan para tokoh utama, juga tokoh ‘penjahat’ yang muncul di akhir yang membuat greget dengan mimik muka dan caranya berbicara. Two thumbs up!
Jujur, saya mengetahui
informasi tentang film ini dari akun Indonesia Tanpa JIL yang saya anggap tak
sembarangan memberikan rekomendasi. Nyatanya, film ini benar-benar memukau dan
amat layak Anda tonton. Film ini sejatinya mengangkat sebuah hadits bahwa Islam muncul dari
keadaan asing dan akan berakhir dalam keadaan asing, sebuah hal yang mengerikan
bila agama dikesampingkan.
informasi tentang film ini dari akun Indonesia Tanpa JIL yang saya anggap tak
sembarangan memberikan rekomendasi. Nyatanya, film ini benar-benar memukau dan
amat layak Anda tonton. Film ini sejatinya mengangkat sebuah hadits bahwa Islam muncul dari
keadaan asing dan akan berakhir dalam keadaan asing, sebuah hal yang mengerikan
bila agama dikesampingkan.
Bagi Anda yang tertarik menyaksikan (dan juga
berdomisili di Jakarta), bisa nonton bareng di Epicentrum Walk XXI Kuningan
pada hari Minggu, 1 November 2015 dengan komunitas Indonesia Tanpa JIL dan
RISKA (Remaja Islam Sunda Kelapa) melalui registrasi terlebih dahulu (lebih
lengkapnya silakan cek postingan Indonesia Tanpa JIL). Film ini sungguh
merupakan sebuah sajian segar di tengah film yang mengaku-ngaku menjunjung
Islam atau berisi pesan hubungan sesama jenis.
berdomisili di Jakarta), bisa nonton bareng di Epicentrum Walk XXI Kuningan
pada hari Minggu, 1 November 2015 dengan komunitas Indonesia Tanpa JIL dan
RISKA (Remaja Islam Sunda Kelapa) melalui registrasi terlebih dahulu (lebih
lengkapnya silakan cek postingan Indonesia Tanpa JIL). Film ini sungguh
merupakan sebuah sajian segar di tengah film yang mengaku-ngaku menjunjung
Islam atau berisi pesan hubungan sesama jenis.
Tonton trailer film 3 berikut :
4 Comments. Leave new
Jadi penasaran dan pengen nonton… sekarang film Indonesia sudah banyak yg bagus ya mbak. Alhamdulillah.
pengen nonton film iniiiiii…. tapi ga tayang di bioskop. denger kabar katanya filmnya ditarik
Mungkin terlalu ekstrim fantasinya sutradaranya. Agak bertolak belakang / kontradiksi dgn perkembangan pesat Islam yg sehat di Indonesia.
Pernah luhat flim ini sempat ke download tpi kehapus aku cari lgj pengen nonton lagi ech dihilangkan