Indonesia disebut sebagai negeri tanpa ayah (fatherless country) nomor tiga sedunia. Bukan berarti ayahnya sudah tiada, melainkan peran pengasuhannya yang tidak ada. Indikasinya adalah jumlah waktu yang dihabiskan ayah beserta anaknya.
Apa bahaya terbesar dari minimnya keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak adalah tidak ada role model bagaimana menjalani peran hidup di dunia ini. Anak tak memiliki teladan sehingga mencari panutan sembarangan. Beruntung apabila anak menemukan sosok yang memberikan nilai positif, bagaimana jika tidak?
Tentu, sangat gawat. Misalnya, anak perempuan yang tak punya panutan di rumah cenderung mudah terjebak pada pelukan laki-laki dalam pergaulan bebas.
Buku Saatnya Ayah Mengasuh yang disusun oleh Ulum A. Saif bertujuan menyadarkan para pembaca agar jangan sampai anak menjadi “yatim” padahal ayahnya masih hidup semasa dengan sang anak. Berikut beberapa pelajaran berharga dari buku setebal 199 halaman ini :
Jika anak menyimpang fitrahnya maka sebabnya adalah ayah
Sebuah hadits Rasulullah SAW menyebutkan, “Tidak ada satu pun bayi yang terlahir kecuali dalam keadaan fitrah, maka dua orangtuanya lah yang menyebabkannya menjadi (berkarakter seperti) Yahudi, Nasrani, atau Majusi,”
Hadits tersebut menggunakan kata “fa abawaahu” sebagai pihak yang menyebabkan fitrah seorang anak menyimpang.
Menurut Okina Fitriani, penulis buku “Enlightening Parenting”, anak yang lahir sudah memiliki fitrah dari sang pencipta sebagai bekal untuk bahagia, selamat, dan sukses hidup di dunia. Ketujuh fitrah itu meliputi fitrah iman, bertahan hidup, belajar hingga piawai, kasih saying, interaksi, seksualitas, dan tanggung jawab.
Pihak yang harus banyak bicara pada anak adalah ayah
Ayah adalah sosok yang harus banyak bicara kepada anak, terutama tugas ayah adalah membicarakan soal aturan keluarga dan rumah. Mengapa? Karena ayah cenderung to the point sehingga aturan dapat diterima dengan jelas oleh anak.
Adapun fungsi ibu adalah menguatkan aturan yang sudah diputuskan oleh ayah.
Benteng agar anak tidak melewati batas adalah ayah
Ketika Nabi Yusuf as digoda, perbuatan dosa hampir dilakukan tetapi Allah SWT menyelamatkannya dengan cara menghadirkan wajah Nabi Ya’qub sang ayah di dinding kamar tempat nyaris terjadinya perzinaan. Mengapa wajah ayah dihadirkan?
Karena ayah merupakan sosok penting yang memiliki kewajiban membuat dan menegakkan aturan.
Kunci menjadi ayah adalah kemauan membersamai anak
Belum banyak ayah yang mau benar-benar membersamai anak. Temukanlah alasan yang kuat untuk membersamai anak.
Ikhtiar “One Day with Ayah” untuk memperbanyak waktu bersama anak
Ayah seringkali tak memiliki waktu kebersamaan yang lama dengan anak dibandingkan dengan ibu setiap harinya. Oleh karena itu, ayah bisa menggantikan kekurangan waktu tersebut. Mungkin sebagaimana sebuah film “Sabtu Bersama Bapak”. Dalam satu hari itu anak bersama ayah, ibu bisa melakukan me time.
Di sisi lain, ayah harus mengupayakan untuk hadir 100% ketika bersama anak. Artinya, tidak terganggu aktivitas lain ketika sedang bersama dengan anak.
Kehadiran 100% akan memunculkan kehangatan sehingga dengan demikian ayah akan memberikan pengaruh yang luar biasa kepada anak. Pengaruh ayah merupakan kekuatannya. Kekuatan untuk mempertanggungjawabkan amanat pengasuhan.
“Anak-anak yang mendapatkan kehangatan dari rumahnya, terutama dari ayahnya, maka tidak akan lagi mencari kehangatan di luar rumah….” (Saatnya Ayah Mengasuh, hal. 180)
Maka, bersemangatlah para ayah. Buku Saatnya Ayah Mengasuh ini memotivasi dan menunjukkan peran penting ayah dalam pengasuhan anak. Tak hanya tentang teori, tetapi dilengkapi beberapa pengalaman pengasuhan para ayah yang memberikan banyak hikmah.