12 Oktober
2010. Sentul International Convention Centre (SICC).
2010. Sentul International Convention Centre (SICC).
Matahari belum menunjukkan sinarnya ketika kami
menuju Bogor. Diantarkan Om (adik Mama), Mama dan Budhe (Papa waktu itu tak
bisa hadir) telah berdandan cantik mengenakan kebaya mengantarkan saya yang
hari itu mengikuti prosesi wisuda. Ah, kalau mengingat betapa saya tiba pertama
kali di kampus STAN dengan perasaan minder “Bisa nggak ya bertahan satu
semester di sini?” mengingat kuliah di STAN katanya susah dan tiap semester
selalu terdapat puluhan orang yang DO, ada haru kebahagiaan yang buncah saat
menginjakkan kaki di SICC. Melihat Mama
tersenyum bahagia itu sungguh… rasanya tak terkira.
menuju Bogor. Diantarkan Om (adik Mama), Mama dan Budhe (Papa waktu itu tak
bisa hadir) telah berdandan cantik mengenakan kebaya mengantarkan saya yang
hari itu mengikuti prosesi wisuda. Ah, kalau mengingat betapa saya tiba pertama
kali di kampus STAN dengan perasaan minder “Bisa nggak ya bertahan satu
semester di sini?” mengingat kuliah di STAN katanya susah dan tiap semester
selalu terdapat puluhan orang yang DO, ada haru kebahagiaan yang buncah saat
menginjakkan kaki di SICC. Melihat Mama
tersenyum bahagia itu sungguh… rasanya tak terkira.
Sudah dua tahun rupanya. Tak terasa. Sepertinya
masih tengiang buku-buku tebal berbahasa Inggris (buku-buku Akuntansi) yang
suka saya ringkas dengan catatan warna-warni (kangen juga), ruang perpustakaan
tempat menyusun KTTA, kos-kosan, kampus dan sekitarnya. Ah, saya rindu kuliah. Masa-masa tiga tahun di STAN adalah
masa-masa terbaik dalam hidup saya, sejauh ini. STAN bukan hanya sekadar
kampus, STAN mengajari banyak hal yang tak ternilai.
masih tengiang buku-buku tebal berbahasa Inggris (buku-buku Akuntansi) yang
suka saya ringkas dengan catatan warna-warni (kangen juga), ruang perpustakaan
tempat menyusun KTTA, kos-kosan, kampus dan sekitarnya. Ah, saya rindu kuliah. Masa-masa tiga tahun di STAN adalah
masa-masa terbaik dalam hidup saya, sejauh ini. STAN bukan hanya sekadar
kampus, STAN mengajari banyak hal yang tak ternilai.
Kejujuran. Dari awal masuk, sudah
diwanti-wanti kalau sekali ketahuan mencontek, langsung di-DO. Sudah beberapa
kali terjadi. Sikap mental itu sudah ditanamkan dari awal masuk sehingga
iItulah yang membuat kami (nggak tahu ya kalo masih ada yang nekad) tak berani
mencontek, walaupun ujian tanpa diawasi. Rasanya sayang sekali kalau
susah-susah masuk STAN lalu dikeluarkan hanya karena mencontek. Sampai
sekarang, buat saya, membekas sekali. Bangga dengan tidak mencontek, bangga
dengan apa-apa yang diusahakan sendiri.
diwanti-wanti kalau sekali ketahuan mencontek, langsung di-DO. Sudah beberapa
kali terjadi. Sikap mental itu sudah ditanamkan dari awal masuk sehingga
iItulah yang membuat kami (nggak tahu ya kalo masih ada yang nekad) tak berani
mencontek, walaupun ujian tanpa diawasi. Rasanya sayang sekali kalau
susah-susah masuk STAN lalu dikeluarkan hanya karena mencontek. Sampai
sekarang, buat saya, membekas sekali. Bangga dengan tidak mencontek, bangga
dengan apa-apa yang diusahakan sendiri.
Sikap mental juga dibentuk dengan
pakaian yang diitentukan (tak ada seragam, hanya saja warna kemeja yang
ditentukan : putih, biru, krem, abu-abu) dan ketatnya aturan. Absen yang ketat
dan peraturan tak tertulis seperti ‘nggak boleh menginjak rumput’. Kalau yang
ini sampai sekarang saya juga masih penasaran benarkah kalau menginjak rumput
bisa di-DO. Disiplin kampus plat merah masih terasa hingga sekarang.
pakaian yang diitentukan (tak ada seragam, hanya saja warna kemeja yang
ditentukan : putih, biru, krem, abu-abu) dan ketatnya aturan. Absen yang ketat
dan peraturan tak tertulis seperti ‘nggak boleh menginjak rumput’. Kalau yang
ini sampai sekarang saya juga masih penasaran benarkah kalau menginjak rumput
bisa di-DO. Disiplin kampus plat merah masih terasa hingga sekarang.
Yang kedua kesederhanaan.
Rasa-rasanya di kampus semua orang bisa membaur, tak nampak perbedaan yang
mencolok di antara kami. Tak terlalu mencolok anak orang berada dan biasa.
Penampilan yang rata-rata sederhana. Bahkan bisa dikenali ‘gaya anak STAN’
bukan saat sudah bekerja di Kemenkeu. Bukan berarti yang lain terus serta merta
tak sederhana ya, rasa-rasanya ada yang khas saja. Hehe.
Rasa-rasanya di kampus semua orang bisa membaur, tak nampak perbedaan yang
mencolok di antara kami. Tak terlalu mencolok anak orang berada dan biasa.
Penampilan yang rata-rata sederhana. Bahkan bisa dikenali ‘gaya anak STAN’
bukan saat sudah bekerja di Kemenkeu. Bukan berarti yang lain terus serta merta
tak sederhana ya, rasa-rasanya ada yang khas saja. Hehe.
Dan di atas semuanya : lingkungan
STAN adalah ‘madrasah kehidupan’ yang dahsyat. Salah satu titik balik saya
dalam memahami agama (dan saya rasa banyak orang yang pernah berada di dalamnya). Lingkungan yang
begitu agamis. Dari awal masuk sudah diarahkan untuk berkelompok mempelajari
agama. Sebut saja mentoring. Awalnya, jujur, saya terpaksa ikut lantaran ‘nggak
enak’ dengan mentor dan teman-teman
lain. Sungkan. Lama-lama merasakan manfaatnya. Bisa disebut ia adalah charger ruhiyah pekanan.*walaupun saya
bukan orang yang meletakkan liqo di atas segalanya.
STAN adalah ‘madrasah kehidupan’ yang dahsyat. Salah satu titik balik saya
dalam memahami agama (dan saya rasa banyak orang yang pernah berada di dalamnya). Lingkungan yang
begitu agamis. Dari awal masuk sudah diarahkan untuk berkelompok mempelajari
agama. Sebut saja mentoring. Awalnya, jujur, saya terpaksa ikut lantaran ‘nggak
enak’ dengan mentor dan teman-teman
lain. Sungkan. Lama-lama merasakan manfaatnya. Bisa disebut ia adalah charger ruhiyah pekanan.
bukan orang yang meletakkan liqo di atas segalanya.
Lingkungan STAN yang katakanlah yang membatasi
pergaulan lawan jenis (misal rapat yang memisahkan tempat duduk laki-laki dan
perempuan, rapat yang menggunakan hijab),pandangan mata sebagian orang tatkala
berjalan berdua (jalan kaki secara literal) dengan lawan jenis di wilayah
kampus, hingga teman sekelas laki-laki yang ‘membuang muka’ saat berpapasan (khusnudzon
saja, mungkin saking ghodul bashor-nya), kajian pekanan yang bisa beberapa kali
tiap minggu dan banyak hal lainnya.
pergaulan lawan jenis (misal rapat yang memisahkan tempat duduk laki-laki dan
perempuan, rapat yang menggunakan hijab),pandangan mata sebagian orang tatkala
berjalan berdua (jalan kaki secara literal) dengan lawan jenis di wilayah
kampus, hingga teman sekelas laki-laki yang ‘membuang muka’ saat berpapasan (khusnudzon
saja, mungkin saking ghodul bashor-nya), kajian pekanan yang bisa beberapa kali
tiap minggu dan banyak hal lainnya.
![]() |
semoga suatu hari nanti bisa mengajar di sini 😀 |
Tiga tahun yang tak terlupakan, tiga tahun yang
membentuk diri saya sekarang. Terutama dalam masalah agama. Dari saya yang mengenakan
jilbab sebatas leher, kaos panjang dan celana jeans dan berpikir pakaian
seperti itu ‘sudah cukup’ bertemu dengan perempuan-perempuan berjilbab lebar
yang dulu saya anggap ‘berlebihan’, dari saya yang nyaman dengan pakaian
seperti itu lalu lama-lama risih sendiri karena merasa ‘belum sempurna menutup
aurat’, bertemu dengan orang-orang luar biasa yang tak hanya mengerti agama
tetapi juga mengaplikasikannya dan memberikan keteladanan, bukan hanya sekadar ‘judging
somebody’. Lingkungan yang ‘dikondusifkan’ kata seorang teman.
membentuk diri saya sekarang. Terutama dalam masalah agama. Dari saya yang mengenakan
jilbab sebatas leher, kaos panjang dan celana jeans dan berpikir pakaian
seperti itu ‘sudah cukup’ bertemu dengan perempuan-perempuan berjilbab lebar
yang dulu saya anggap ‘berlebihan’, dari saya yang nyaman dengan pakaian
seperti itu lalu lama-lama risih sendiri karena merasa ‘belum sempurna menutup
aurat’, bertemu dengan orang-orang luar biasa yang tak hanya mengerti agama
tetapi juga mengaplikasikannya dan memberikan keteladanan, bukan hanya sekadar ‘judging
somebody’. Lingkungan yang ‘dikondusifkan’ kata seorang teman.
Meminjam salah satu judul catatan Tere Liye :
Harga Sebuah Pemahaman. Priceless.
Harga Sebuah Pemahaman. Priceless.
Dan ya, lingkungan berperan besar dalam
membentuk sebuah pemahaman. And all my
life I would feel so blessed that I have been there. Lingkungan STAN yang
membuat saya ingin bekerja di sana, menjadi bagiannya *qodarullah tak
kesampaian. Teman-teman yang luar biasa baiknya, I met lots of great people there. Dan semuanya. STAN bukan sekadar
kampus. Semoga suatu hari nanti masih bisa mengajar untuknya *tetap menyimpan
keinginan ini selalu.
membentuk sebuah pemahaman. And all my
life I would feel so blessed that I have been there. Lingkungan STAN yang
membuat saya ingin bekerja di sana, menjadi bagiannya *qodarullah tak
kesampaian. Teman-teman yang luar biasa baiknya, I met lots of great people there. Dan semuanya. STAN bukan sekadar
kampus. Semoga suatu hari nanti masih bisa mengajar untuknya *tetap menyimpan
keinginan ini selalu.
Yes, I just miss it right now.
· * Catatan
ini rencananya dipublikasikan tanggal 12 Okt lalu bertepatan dengan dua tahun
wisuda tapi belum selesai dan postingan ini tentu sama sekali nggak
bermaksud meletakkan STAN melebihi kampus lain, kebetulan saja saya pernah
kuliah di sana. Hehe
ini rencananya dipublikasikan tanggal 12 Okt lalu bertepatan dengan dua tahun
wisuda
bermaksud meletakkan STAN melebihi kampus lain, kebetulan saja saya pernah
kuliah di sana. Hehe
5 Comments. Leave new
hemm, semoga pengalaman yg didapet di STAN, tentang kejujuran dan kesederhanaan bisa diaplikasikan dalam dunia kerja mbak
aamiin, doanya 😀
Saya bersyukur karena tahun ini murid saya termasuk lulusan terbaik STAN.
Dan tiap tahun pasti ada yg diterima di STAN
Ini kampus idaman saya mbak, tapi sayang tahun ini (2012) tdk dibuka pendaftarannya… tetap bersyukur masih keterima di negeri heheheh 😀
berharap bisa ngajar di kampus ini juga mon … habis lulus D4 insyaAllah, aamiin