biru untuk mengantarkan dari Gambir ke Utan Kayu. Namun, agaknya siang
ini menjadi lebih istimewa lantaran hari ini kuping saya dibuat sedikit
memerah oleh perkataan sang pengendara bajaj.
“Tadi mbak bilang apa,”
“Ya iya bahasa Indonesia tapi kalau orang Islam itu bilangnya astaghfirullah hal adzim mbak”
“Ya saya refleks aja pak tadi, kadang kalau kaget keluar astaga kadang istighfar. Teman-teman saya juga sering pakai astaga kok pak. Lagipula bapak kok nanya gitu tadi, kan bapak lihat saya berjilbab,”
“Berjilbab itu nggak jaminan seseorang muslim mbak. Saya tahu pasti ada orang-orang di luar Islam yang pakai jilbab dan gamis juga mbak. Jadi berjilbab itu hanya sekadar busana,”
Bapak itu berkata sambil tetap mempertahankan nada-nggak-percaya atas jawaban saya.
Bapak itu melihat plang di depannya dan terdiam. Duh duh.
Wallahu’alam, entah benar cerita Bapak itu atau tidak, yang jelas saya merasa amat tertohok dengan pertanyaan Bapak itu. Yang pertama, ternyata perkataan-perkatan islami belum sangat mendarah daging dalam tubuh dengan masih terucapnya kata astaga alih-alih istighfar meski kadang-kadang. Setelah saya pikir-pikir, bersyukur saya diingatkan Bapak ini tadi siang, meskipun kata astaga adalah kata dari bahasa Indonesia yang mungkin lazim digunakan, alangkah indahnya kalau kata yang terucap adalah doa seperti kalimat istighfar yang maknanya sebagai permohonan ampun kepada Allah daripada menggunakan kata astaga yang hanya ekspresi kekagetan semata. Kata-kata adalah doa, alangkah indahnya jika kaget saja dicatat sebagai doa hehe. Selain itu juga turut membumikan kata-kata thayyibah di bumi Allah.
Yang kedua, ternyata tampilan luar mengenakan jilbab tak cukup untuk membuat bapak itu percaya bahwa saya seorang muslim(ah). Ngeri membayangkan kalau nanti ketika tak ada lagi pengadilan yang lebih tinggi, Yang Maha Tinggi bertanya, “Kamu muslimah?”
“Iya Tuhanku, saya muslimah. Saya sholat, puasa, (dan mungkin menyebutkan ibadah lain),”
“Benarkah?”
Saya (anggap saja) mengangguk.
“Kamu sholat, tapi pikiran kamu kemana-mana. Kamu puasa tapi masih puasamu masih belum bisa mengendalikan nafsumu sepenuhnya…….”
DUAR. Na’udzubillah. Jangan sampai Dia menganggap ibadah-ibadah yang saya lakukan hanya bersifat zahir semata. Ampun. Mau lari kemana, mau ngeles apa lagi ketika pintu amal sudah tertutup.
Ah, sungguh terima kasih pak sudah mengingatkan saya siang ini :’)
1 Comment. Leave new
Ya elah itu bapak, cuma karena ngomong "astaga" doang masa' sampe segitu gak percaya sih… 🙁
Saya rasa yang berlebihan adalah bapak itu.