Terkisah, seorang laki-laki mengendarai keledai dan anaknya berjalan di sampingnya. Mereka melewati perkampungan dan orang-orang berkata : “Laki-laki itu tidak penyayang, membiarkan anaknya berjalan sendirian,”.
Laki-laki itu pun turun dari keledainya dan membiarkan sang anak mengendarai keledai sementara ia berjalan kaki mengiringi. Orang-orang kemudian berkata : “Anak itu tidak menghormati orang tuanya, ia mengendarai keledai sementara ayahnya berjalan kaki,”
Mendengar kata orang, laki-laki itu kemudian memutuskan untuk bersama-sama sang anak menaiki keledainya. Orang-orang kemudian berkata : “Kedua orang itu telah bertindak zalim terhadap keledai itu dengan menaiki keledai itu bersamaan,”
Si laki-laki itu pun kemudian mengajak anaknya turun dari keledai dan kemudian mereka bersama-sama berjalan kaki melanjutkan perjalanan. Orang-orang yang mereka temui berkata : “Kedua orang itu bodoh, mempunyai keledai tetapi mereka malah berjalan kaki,”
Laki-laki itu pun tersenyum mendengar perkataan orang-orang dan kemudian berkata kepada anaknya : “Ya walad, kalamunnas laa yantahii (perkataan orang tak akan habis) meskipun kita memikul keledai itu dengan tangan,”
Cerita tersebut merupakan cerita dari negeri Arab. Kalau dipikir-pikir, agaknya cerita tersebut benar juga. Hampir lima tahun yang lalu, ketika itu saya belum berhijab tetapi sudah memiliki niatan yang kuat untuk segera melaksanakan niatan tersebut, saya mengutarakan keinginan itu kepada seorang kerabat dan beliau berkata, “Halah yang penting itu hatinya, Mon. Banyak orang berjilbab kelakuannya malah nggak lebih baik daripada orang yang berjilbab,”
Atau kata-kata seperti “Orang berjilbab itu nggak jaminan kok,”
Saya juga ingat betul perkataan seorang teman mengomentari teman saya lainnya yang dikenal dengan prestasi akademiknya yang biasa-biasa saja saat SMA tetapi berhasil menembus SPMB jurusan kedokteran pada sebuah universitas favorit, “Halah, paling-paling nyumbangnya ratusan juta mon atau orang tuanya dokter punya koneksi,”.
Entah kenapa hati saya ikut tertusuk mendengar perkataannya lantaran saya tahu bahwa teman yang dibicarakannya itu (yang dikenal dengan prestasinya yang biasa-biasa saja di sekolah) belajar dengan sangat keras mempersiapkan ujian SPMB dan ia mendapatkan buah manis perjuangannya. Tak ada yang tak mungkin bukan?
Pernah juga ketika tengah berbincang santai ada yang bercerita “Pak X mobilnya baru, wah hebat ya,” tetapi tanggapan yang saya dengar mengejutkan “Halah paling-paling hasil korupsi,” Astaga, saya tak habis pikir bagaimana kata-kata tersebut bisa terlontar mengingat Pak X dikenal cukup sukses dalam kariernya.
Pernah pula suatu ketika saya membaca suatu status Facebook yang menurut saya sangat mengganggu saya secara pribadi. Ia berkata kira-kira intinya seperti ini mengomentari orang-orang yang menulis status doa atau kata-kata sejenisnya, “Berdoa kok di Facebook, mau terlihat religius atau bagaimana?”
Menurut saya pribadi, masalah niat seseorang adalah perkara hati yang tak seorang pun tahu melainkan Allah semata sehingga menurut pandangan saya hal tersebut tak perlu ditanyakan (atau setidaknya cukup ia simpan dalam hatinya saja) apalagi dikatakan kepada orang lain. Toh, karena kita tak pernah tahu niat sebenarnya dari seseorang, mengapa kita tidak berbaik sangka dan mengambil hikmahnya saja, dengan adanya update status/note yang berisi doa, saya sering diingatkan atau ditegur ketika lalai.
Seorang teman pernah bercerita, “Mon, apa aku nggak usah update status atau nulis note aja ya? Nanti ada yang mikir kalau aku sok banget atau gimana,”. Saya hanya berkata “Yang tahu masalah niat itu kan cuma kamu sama Allah, kalau niatmu baik ya lakukan aja,”. Teringat Fudhail bin ‘Iyad pernah berkata “Melakukan sesuatu karena orang lain adalah syirik dan meninggalkan sesuatu karena orang lain adalah riya’ “.
Ya, mengikuti perkataan orang, seperti cerita dari Arab itu, tak akan ada habisnya. Akan selalu ada orang yang berpikir bahwa kita ‘menjilat’ jika berbuat perbuatan baik atau menyangsikan perbuatan baik kita, akan ada yang menyangsikan kemampuan kita saat kita memperoleh sesuatu , akan selalu ada kata-kata yang berhasil menjatuhkan kita ke titik terendah, akan selalu ada kata-kata orang….
Mungkin terkadang ada saat kita harus mendengar kata-kata orang dan melakukan sarannya karena tak semua yang kita rasakan atau lakukan benar adanya tetapi mungkin ada saat ketika kita perlu menutup telinga dan berjalan tegap dengan cara yang kita punya…..
Andai saja saya mendengar perkataan-perkataan miring tentang jilbab mungkin hingga sekarang saya masih membiarkan aurat saya terbuka….
1 Comment. Leave new
monikaa..menemukanmu disini
wew..blog baru tapi sudah aktif sekali^^
nice share, mon! 🙂