“Bapakku, sopir angkot yang tak bisa mengingat tanggal lahirnya. Dia hanya mengecap pendidikan sampai kelas 2 SMP. Sementara ibuku, tidak bisa menyelesaikan sekolahnya di SD. Dia cermin kesederhanaan yang sempurna. Empat saudara perempuanku adalah empat pilar kokoh. Di tengah kesulitan, kami hanya bisa bermain dengan buku pelajaran dan mencari tambahan uang dengan berjualan pada saat bulan puasa, mengecat boneka kayu di wirausaha kecil dekat rumah, atau membantu tetangga berdagang di pasar sayur. Pendidikanlah yang kemudian membentangkan jalan keluar dari penderitaan. Cinta keluargalah yang akhirnya menyelamatkan semuanya.”
Bagaimana rasanya berdamai dengan masa lalu? Mengambil kepingan-kepingan terdalam dari sebuah puzzle besar bernama kehidupan? Memanggil kenangan, menyusunnya pada lembaran kini dan perlahan-lahan menyembuhkan luka yang timbul ketika sebelumnya hidup dengan keterbatasan?
Iwan Setyawan, seorang anak sopir di kota apel berhasil menembus batas mimpinya saat ia menjejakkan kaki di The Big Apple, salah satu kota megapolitan di tengah gemerlapnya negeri Paman Sam. Dalam buku setebal 221 halaman ini, ia menceritakan tentang lika-liku perjalanannya dari Sekolah Dasar hingga berhasil menjadi direktur di New York. Betapa ia, dengan segala keterbatasannya, menjelma menjadi seorang yang pembelajar dan pekerja keras berkat kegigihannya untuk mengubah nasib keluarganya dan berkat doa serta cinta kasih keluarganya yang begitu besar.
Dalam buku yang menurut pandangan saya merupakan perpaduan antara novel dan autobiografi ini, Iwan mengajak pembacanya untuk menyelami masa lalu untuk kemudian menyembuhkan perasaan sepi yang pernah mendiami hati seperti puisi “Hampa” karya Chairil Anwar dikutipnya dalam buku ini :
Sepi.
Tambah ini menanti menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
Ya, terkadang kita perlu menggali masa lalu dan mungkin membagikannya melalui cerita, untuk sembuh dari luka yang pernah ada, untuk tumbuh dan bertambah kuat. Seperti kata Iwan :
“I can imagine if there’s nothing in my pocket
But I can not imagine if there’s no knowledge in my mind and religion in my heart.
They are my other suns in my life”
1 Comment. Leave new
like this, mon…