dicari dari google |
Ada kata-kata yang menjatuhkan kita. Ada kata-kata yang membuat kita senang, sedih, jengkel, kecewa dan merasakan perasaan lainnya. Namun akan selalu ada kata-kata yang mengubah hidup kita. Mengubah cara pandang…
Niat saya berjilbab saya utarakan kepada beberapa orang dekat, dua diantaranya mengatakan kata-kata yang tak hanya menguatkan niat saya tetapi juga menjadi kata-kata yang menjadi salah satu dasar cara saya memandang suatu persoalan.
“Sebenernya aku pengen berjilbab tapi gimana ya? Sikapku kan belum baik-baik amat, nanti kalau ada orang bilang orang jilbaban kok sikapnya gitu gimana coba? Ntar imej orang berjilbab jadi buruk gimana? Lagian gimana ya kalau aku pakai jilbab terus ntar di tengah jalan aku pengen lepas lagi?” (Biasa, mau bertambah baik pasti ada bisikan keraguan)
Teman saya yang pertama menjawab, “Mon, justru dengan berjilbab itu kamu akan termotivasi untuk menjadi lebih baik mon, bukan kamu nunggu baik dulu baru berjilbab, jilbab itu akan menjagamu mon”
Teman saya yang kedua berkata, “Mon, kayak sholat deh, kalau kamu nunggu sholatmu khusyuk kapan kamu mau sholat? Kalau kamu nunggu kamu jadi orang baik dulu sebelum berjilbab, kapan kamu mau berjilbab? Sementara kewajiban berjilbab itu telah ada semenjak kamu baligh..”
Bismillah. 17 Agustus 2006 niat itu terwujud menjadi tindakan. Waktu itu saya tidak begitu paham dengan kata-kata ‘jilbab itu akan menjagamu’. Namun seiring berjalannya waktu, kata-kata itu tak hanya sekadar kata-kata, ia membuktikannya. Mulai dari pikiran “Aduh, saya akan pakai jilbab, malu dong sama jilbab saya,” hingga “Nggak pantes orang berjilbab bersikap seperti ini,”. Ya, sedikit banyak jilbab menjadi perisai bagi pemakainya.
Kata-kata ‘ajaib’ dalam hidup saya berikutnya dilontarkan oleh seorang teman dekat saat menyemangati saya yang waktu itu sedang enggan berangkat liqo. Dia berkata, “Kebaikan itu terkadang harus dipaksakan Mon,” katanya tegas. Saya berangkat juga dengan setengah malas dan pulangnya saya bertanya kepadanya, “Kalau kebaikan dipaksakan berarti nggak ikhlas dong? Sementara syarat diterimanya suatu ibadah itu kesesuaian dengan syariat dan niat bukan?” Dia menjawab panjang lebar, ”Mungkin pada awalnya kamu kurang ikhlas melakukan suatu kebaikan, tapi paksakan saja melakukannya. Lama-lama kamu akan terbiasa melakukannya dan setelah kamu terbiasa melakukannya, kamu akan merasa kehilangan jika kamu tidak melakukannya. Tahu nggak mon, suatu perbuatan itu akan menjadi kebiasaan jika dilakukan terus menerus tanpa henti selama minimal dua bulan,”
Mengutip perkataan Mario Teguh yang saya ingat benar, “Tuhan akan menyucikan orang-orang yang mendekatinya”. Bukan, bukan orang menjadi baik terlebih dulu baru ia boleh mendekati Tuhannya. Bukan menjadi baik dulu baru berjilbab. Bukan bisa sholat dengan khusyuk dahulu baru mau sholat. Karena sejatinya saat kita benar-benar menghadapi sesuatu, kesiapan itu akan timbul perlahan-lahan. Seperti diskusi dengan seorang teman saat membicarakan pernikahan, “Kamu sudah siap nikah sekarang?” tanya saya iseng kepadanya. “Kalau aku mikirnya sih justru dengan menikah itu kesiapan akan datang seiring munculnya tanggung jawab” dan alhamdulillah, sebentar lagi teman ini akan menyebar undangan.
Seperti firman Allah dalam Q.S. At-Taubah:41 yang terjemahannya berbunyi,”Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat…”
And i was just thinking, kalau kata-kata dapat membawa seseorang ke surga atau neraka, betapa mulianya posisi seorang dai, yang kata-katanya didengar oleh banyak orang dan diantaranya mengubah hidup beberapa orang, betapa pahala kebaikan akan terus mengalir kepadanya karena kata-kata senantiasa mengalir bagai air meski mungkin ia tak mengetahuinya….
Semangat Ramadhan teman-teman. Mari berlomba-lomba menjadi pemenangnya.
Fastabiqul khoir ^^
3 Comments. Leave new
like it.
😀
all praise to Alloh…
keep istiqomah, ukhti cantikkk \^^//
Inna hamda lillah..
Follow blog ini juga ya hehe….