“Terima kasih untuk kesempatan mengenalmu, itu adalah salah satu anugerah terbesar hidupku. Cinta memang tidak perlu ditemukan, cintalah yang akan menemukan kita,” (Tentang Kamu, hal. 408)
Sumber : www.bukurepublika.id |
Saya sempat ‘tertipu’ demi membaca penggalan dialog di atas yang dituliskan di cover belakang novel terbaru Tere Liye di tahun 2016 ni. Bukan, novel “Tentang Kamu” bukanlah novel romansa, meski penggalan kehidupan romansa sang tokoh menjadi fragmen novel yang manis dikisahkan. Tentang Kamu adalah novel yang menggabungkan antara romansa, petualangan, penerimaan hidup dan perjuangan untuk memeluk rasa sakit.
Zaman Zulkarnaen merupakan seorang pengacara muda di Thompson & Co, sebuah firma hukum di London yang memiliki reputasi tinggi tentang keberanian dan integritas. Firma hukum yang bergerak di bidang elder law (perlindungan hukum bagi orang-orang tua beserta hartanya) ini memperoleh permohonan penanganan warisan seorang klien yang baru meninggal beberapa hari sebelumnya, seorang perempuan bernama Sri Ningsih yang tinggal di Paris. Warisan dengan jumlah yang teramat fantastis, satu miliar poundsterling!
Sayangnya, permohonan penyelesaian warisan tersebut tak diikuti dengan surat wasiat. Yang lebih menarik, selama enam belas tahun kehidupan terakhirnya, Sri Ningsih menghabiskan waktu di sebuah panti jompo yang tenang. Namanya tak pernah tercatat sebagai orang kaya Indonesia. Itulah awal petualangan Zaman, ia berupaya menelusuri jejak kehidupan Sri Ningsih untuk menemukan ahli waris sekaligus surat wasiatnya.
Jika dalam beberapa hari Zaman tak berhasil menyelesaikan misinya, harta Sri Ningsih akan dialihkan kepada Ratu Inggris sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Berhasilkah Zaman menyelesaikannya?
Belajar dari kesahajaan
Penelusuran Zaman dimulai di panti jompo tempat Sri Ningsih meninggal dunia. Dari sana ia memperoleh buku diary yang menjadi petunjuk selanjutnya. Lima juz dalam buku tersebut berisikan penggalan tiap fase kehidupan Sri Ningsih. Juz pertama membawa Zaman ke Pulau Bungin, pulau di Sumbawa yang disebut sebagai pulau terpadat di dunia. Pulau di mana Sri Ningsih dilahirkan dan menghabiskan hidupnya hingga remaja. Pulau di mana Sri Ningsih pertama kali terluka dan merasakan kehilangan.
Jika mau, dengan harta yang berlimpah, Sri Ningsih bisa saja menghabiskan hidupnya dengan kemewahan. Namun, ia memilih hidup yang bersahaja di sebuah panti jompo di dekat Menara Eiffel. Mengapa?
Dalam novel setebal 524 halaman ini, Tere Liye secara apik menyisipkan pesan bahwa hidup sejatinya adalah bukan tentang seberapa banyak harta yang dimiliki seseorang karena harta tak akan ditinggal mati. Manusia bukanlah atribut dunia yang menempel padanya.
Bagaimana Sri Ningsih memperoleh hartanya? Mengapa ia tinggalkan begitu saja dan tak ia nikmati?
Memeluk rasa sakit dan kehilangan
Selama tujuh puluh tahun kehidupan Sri Ningsih, ia mengalami banyak kehilangan dan rasa sakit. Ia dijahati oleh orang-orang yang selalu diperlakukannya dengan amat baik. Namun, tak pernah sekalipun dalam hidupnya, ia membenci mereka yang menjahatinya. Ia memilih untuk tidak pernah membenci dan tidak pernah berprasangka buruk. Ia memilih berdamai.
“Ibu, Bapak, bagaimana agar kta bisa berdamai dengan begitu banyak kejadian menyakitkan? Bagaimana jika semua hal menyesakkan itu ibarat hujan deras di tengah lapangan, kita harus melewati lapangan menuju tempat berteduh di seberang, dan setiap tetes air hujan laksana setiap hal menyakitkan dalam hidup? Bagaimana agar Sri bisa tiba ditempat tujuan tanpa terkena satu tetes airnya? Sri sekarang tahu jawabannya. Yaitu justru dengan lompatlah ke tengah hujan, biarkan, seluruh tubuh kuyup. Menarilah bersama setiap tetesnya, tarian penerimaan, jangan pernah dilawan, karena sia-sia saja, kita pasti basah…..” (Tentang Kamu, hal 457)
Sri Ningsih yang berdamai dengan setiap episode kehidupannya mengajarkan tentang penerimaan hidup. Salah satu tema yang menjadi ciri khas novel Tere Liye.
Berani dan jujur adalah perisai
Jika berkata jujur akan membuat empat orang penjahat terbunuh mengenaskan, sedangkan berbohong akan membuatnya selamat, maka pilihan apa yang akan Anda ambil? Pertanyaan dari salah seorang senior partner di Thompson & Co pada saat mewawancarai Zaman dijawabnya dengan mantap, ia bersedia memilih mati bersama dengan empat orang jahat itu demi menegakkan kebenaran.
Keberaniannya menelusuri jejak kehidupan Sri Ningsih membawa Zaman pada sebuah fakta mencengangkan tentang seorang tokoh pengkhianat yang ‘merusak’ kehidupan Sri Ningsih.
Bagaimana Zaman menghadapinya?
Seru dan mengharu biru. Novel beralur maju mundur ini menyodorkan kisah demi kisah yang teramat legit. Setiap episode kehidupan Sri Ningsih yang ditemukan oleh Zaman serupa potongan puzzle untuk memecahkan pertanyaan besar tentang wasiat dan warisan sosok perempuan cerdas yang pandai berbisnis tersebut, Sekaligus, tentu saja, apa yang menghantui Sri Ningsih sehingga harus meninggalkan seluruh kehidupannya, menguburnya dalam-dalam dan menjalani kehidupan di panti jompo.
Tere Liye memang salah seorang novelis yang pandai membuat rasa penasaran pembaca untuk terus menekuri halaman demi halaman (saya hanya membutuhkan empat jam untuk menyelesaikan novel ini).
Misalnya, ketika Zaman seakan berhasil menemukan sebuah petunjuk, ketika pula petunjuk tersebut buntu karena suatu kejadian, hal yang menambah greget bagi pembaca. Hal-hal tak terduga dan plot twist yang cukup mengagetkan menambah keistimewaan novel ini.
Namun, tak hanya tentang teka-teki. Novel ini akan mengaduk emosi melalui rentetan peristiwa memilukan, kisah cinta yang hangat, sekaligus refleksi tentang kehidupan. Dan tentu saja, sedikit pengetahuan tentang ilmu ekonomi yang disajikan secara piawai seperti beberapa novel Tere Liye lainnya.
Lima bintang dari saya. Sebuah novel yang sungguh layak untuk Anda baca.
6 Comments. Leave new
merasa marah pas baca soal pembantaian di pesantren cyin :/
Ih iya banget cyin 🙁
4 jam mbak? Cepat banget. Saya butuh 4 harian. Tapi banyak selang seling sih bacanya. Jum'at mulai baca, senin selesai 😀
Iya mba.. Gmn kesannya? hihi
Alur cerita yang maju mnundur butuh konsentrasi ya..sama kayak pas kita nonton film 😀 aku kadang ketinggalan, nanya suami jadinya 😀 bikin doi kesel 😀
kalau aku sehari putus2 masak, mandiin, nyuapin hahaha..
sedih banget sama kisahnya Sri tapi inpiratif banget