Pertanyaan seperti itu beberapa kali dilontarkan teman setelah saya menikah. Jamaknya pengantin baru langsung mengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR), bahkan sebagian orang belum mau menikah jika belum memiliki rumah.
“Ya, lagi nabung dulu,” jawab saya singkat.
Rasa-rasanya kami tak perlu menjelaskan kepada orang-orang bahwa kami memiliki kewajiban moral untuk membantu orang tua meski mereka tidak pernah meminta.
**
Baru saya sadari bahwa memiliki orang tua yang tak perlu dibantu secara finansial adalah sebuah privilese. Pada waktu saya lulus kuliah, teman kampus saya banyak yang segera menikah. Resepsi pernikahan yang meriah. Rumah yang nyaman ditempati meski tak mewah. Uang siapa? Sebagai pegawai negeri dari sekolah kedinasan, nominal gaji sudah pasti sekian rupiah.
Obrol punya obrol dengan beberapa teman, pernikahan mereka dibiayai orang tua. Rumah yang dihuni merupakan pemberian atau pinjaman yang boleh dibayar kapan saja. Setidaknya uang muka pembelian rumah sudah disediakan orang tua, mereka tinggal mencicil seketika gaji tiba. Gaji mereka utuh untuk keperluan mereka, toh orang tua tak butuh.
**
Literasi keuangan masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNILK) tahun 2019 yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan, indeks literasi keuangan berada pada angka 38,03 persen. Adapun indeks inklusi keuangan mencapai 76,19 persen. Indeks literasi keuangan menunjukkan tingkat pemahaman keuangan masyarakat sedangkan indeks inklusi keuangan menunjukkan tingkat akses masyarakat atas produk dan layanan jasa keuangan.
Boro-boro orang tua mengenal perencanaan keuangan. Bisa makan tanpa berutang adalah sesuatu yang patut disyukuri. Bisa membiayai pendidikan meski harus menggadaikan SK PNS adalah sebuah pencapaian bagi keluarga kami.
Qadarullah, orang tua pernah tertipu dalam jumlah yang besar sehingga membuat keluarga kami sempat merasakan kesulitan keuangan.
**
Ada istilah generasi sandwich yang pertama kali diperkenalkan oleh Dorothy A. Miller, seorang profesor di Universitas Kentucky pada tahun 1981. Pada jurnalnya, sang profesor mengemukakan bahwa generasi sandwich adalah generasi orang dewasa yang harus menanggung finansial anak dan juga orang tua mereka. Bagai sandwich, dari atas kena dari bawah kena. Terhimpit.
Untungnya, saya tidak memiliki kewajiban harus menanggung utang orang tua. Utang gadai SK telah lunas. Kami ‘hanya’ perlu membantu keperluan sehari-hari dan juga keperluan tak terduga.
Menjadi generasi sandwich artinya harus melakukan pengorbanan yang lebih dibandingkan dengan mereka yang memiliki orang tua berpunya. Maka, melek literasi keuangan harus menjadi sebuah keniscayaan.
Perencanaan Keuangan untuk Generasi Sandwich
Pertama, tambah sumber penghasilan atau kurangi pengeluaran agar tak ada yang kekurangan.
Jangan sampai besar pasak daripada tiang. Syukur-syukur jika kita memiliki penghasilan/gaji yang lebih dari cukup. Namun, jika tidak maka pilihan ada dua agar kondisi keuangan terjaga : menambah penghasilan atau mengurangi pengeluaran. Mana pengorbanan yang lebih bisa kita lakukan : bekerja lebih keras atau berhemat lebih kencang.
Bagaimana cara menambah penghasilan? Kita bisa melakukannya dengan berjualan, barang atau keahlian. Tahun 2013-2015 saya berjualan busana Muslim dan bisa mendapatkan keuntungan bersih 3-5 juta rupiah per bulan. Saya pernah juga jualan wallpaper pada saat momen Car Free Day di Simpang Lima Semarang, berjualan selama tiga jam laku 20 buah dengan keuntungan 5 ribu rupiah per buah. Berjualan keahlian misalnya dengan menulis blog seperti ini, khususnya pada postingan berbayar.
Kedua, sebisa mungkin hindari utang, apalagi utang konsumtif yang tak menghasilkan.
Menjadi generasi sandwich artinya tanggungan kita sudah cukup banyak. Tak usah menambah tanggungan dengan berutang, apalagi untuk utang konsumtif yang tak menghasilkan. Utang konsumtif misalnya berutang untuk memuaskan keinginan seperti membeli ponsel terbaru atau jalan-jalan. Mengambil utang bisa dipertimbangkan hanya jika utang tersebut bersifat produktif.
Artinya, utang tersebut akan menghasilkan manfaat keuangan sehingga manfaat keuangan tersebut mampu digunakan untuk membayar utang dan menambah penghasilan. Misalnya, berutang untuk membeli barang modal seperti oven yang kamu gunakan untuk berjualan kue.
Sebelum memutuskan mengambil utang produktif, kita harus merencanakannya secara matang dengan membuat proyeksi keuangan secara teliti. Jangan sampai malah zonk. Saya memiliki saudara yang mengambil kredit mobil dengan harapan mobil tersebut akan memberinya tambahan penghasilan melalui aplikasi sewa mobil online. Sayangnya, penghasilan yang diperoleh tidak mampu untuk menutup cicilan mobil, apalagi menambah pendapatan. Saya melihat ia mengambil mobil dengan cicilan yang cukup mahal yang tidak sesuai dengan hasil yang didapatkannya.
Ketiga, susun prioritas keluarga. Penting untuk mendahulukan kebutuhan primer dan sekunder dibandingkan dengan kebutuhan tersier. Mengapa? Karena kebutuhan kita bisa jadi tak terbatas sementara sumber daya yang kita miliki terbatas. Maka, penting sekali untuk membuat skala prioritas keuangan. Kita susun daftar kebutuhan (atau keinginan) dan buat urutan mulai dari yang terpenting. Berpikir cermat sebelum mengeluarkan uang.
Misalnya, membeli mobil. Kami sempat berpikir membeli mobil bekas secara tunai setelah memiliki anak (karena kebetulan saya dan suami berusaha tidak memiliki utang). Namun, setelah dipikir lebih matang, kami belum benar-benar membutuhkan mobil sementara mobil merupakan barang yang membutuhkan biaya tinggi seperti biaya pembelian, bensin, pajak tahunan, parkir, dan sebagainya. Pada waktu itu (sebelum Corona menyerang) berpikir punya mobil untuk membawa anak bayi dari dan ke daycare, kasihan kalau naik motor. Namun, setelah dihitung menggunakan analisis biaya dan manfaat, opsi menggunakan gocar/grabcar relatif lebih murah sehingga kami pun memutuskan tidak jadi membeli mobil.
Keempat, menabung. Ini adalah saran keuangan klasik yang sangat membantu. Ingat, jangan menabung di akhir bulan dengan menggunakan sisa gaji, tetapi sisihkanlah gaji di awal bulan untuk menabung. Tentukanlah nominal gaji yang disisihkan untuk ditabung dengan mempertimbangkan kebutuhan rata-ratamu dalam sebulan. Semisal, kamu memiliki gaji lima juta rupiah. Biaya kos lima ratus ribu sebulan dan biaya makan rata-rata sebulan satu juta rupiah. Artinya ada 1,5 juta rupiah yang menjadi pengeluaran pokok. Kamu bisa mengambil satu juta rupiah di awal bulan untuk ditabung.
Mengapa menabung penting dilakukan di awal bulan? Agar gaya hidup kita menyesuaikan sisa gaji dan kita memiliki target tabungan yang terukur.
Kelima, berinvestasi. Entah berapapun sisa gaji saat ini, sangat penting untuk berinvestasi. Investasi bisa dilakukan di sektor riil seperti menjadi pemilik modal dagang atau investasi sektor keuangan seperti reksadana atau saham. Investasi logam mulia juga bisa dilakukan sebagai instrumen investasi jangka panjang (lebih dari lima tahun). Pelajari berbagai instrumen investasi dengan cermat sebelum memutuskan.
Sejauh ini investasi yang saya lakukan adalah investasi logam mulia untuk lindung nilai, investasi pada reksa dana dan saham dalam jangka panjang (>3 tahun).
Pelajaran penting dari investasi adalah jangan tergiur investasi yang menjanjikan imbal hasil yang terlalu menggiurkan. Semisal, ada seseorang menjanjikan imbal hasil 30% dalam sebulan atas investasi yang kamu berikan, kita harus curiga. Tanyakan uang kita akan diinvestasikan pada instrumen/industri apa dan pelajari berapa imbal hasil rata-rata di industri tersebut. Jika terlalu jauh perbedaannya, kemungkinan besar investasi yang dilakukan adalah investasi bodong alias tidak ada investasi yang benar-benar dilakukan. Silakan googling penipuan skema Ponzi untuk lebih lengkapnya. Saya sudah menuliskan Tips Terhindar dari Investasi Bodong Skema Ponzi.
Keenam, siapkan dana darurat. Dana darurat berbeda dengan tabungan atau investasi. Dana darurat adalah dana yang hanya akan digunakan dalam keadaan yang sangat mendesak, semisal mendadak terkena musibah yang membutuhkan sejumlah biaya. Sifat dana darurat harus likuid artinya harus gampang ada jika dibutuhkan. Kita bisa menggunakan rekening yang terpisah untuk tabungan dan dana darurat, bisa juga dana darurat tersebut dalam bentuk instrumen yang mudah untuk dicairkan seperti logam mulia.
Ketujuh, siapkan dana untuk hari tua/pensiun. Pelajaran paling penting dari menjadi generasi sandwich adalah jangan sampai anakmu menjadi generasi sandwich berikutnya! Untuk itu, kita harus mempersiapkan dana kebutuhan hidup setelah pensiun. PNS/ASN mungkin mendapatkan uang pensiun bulanan tapi jumlahnya tak seberapa. Pegawai swasta mungkin mendapatkan uang pensiun secara lumpsum, tapi ingat uang dalam jumlah besar yang diperoleh seketika rawan menguap begitu saja.
Tidak ada penyesalan menjadi generasi sandwich sebagaimana orang tua telah bekerja mati-matian demi anak-anak mereka. Tidak usah berandai-andai memiliki nama belakang Bakrie atau Tanusudibyo. Hidup adalah sekumpulan takdir dan pilihan.
Menjadi generasi sandwich tak mengenakkan, cukup saya atau kamu yang merasakan. Bukan berarti tak ikhlas atau mencoba mengungkit kebaikan. Namun, cukuplah menjadi sebuah pelajaran.
Pilihan terbaiknya adalah cukup berhenti sampai sini. Mata rantai generasi sandwich selaiknya tak perlu diteruskan ke generasi selanjutnya. Anak memiliki bebannya tersendiri tanpa orang tua menambah tanggungan mereka.
Anak bukanlah investasi. Jika mereka kelak memberi, biarkan itu karena ia ingin berbagi. Bukan karena melihat orang tua perlu dibantu secara materi. Bukan pula karena ia merasa iba hati. Sayangi mereka dengan setulus hati dengan segenap kebaikan yang bisa diberi.
Salah satunya dengan tidak menjadikan mereka sebagai generasi sandwich berikutnya!
Jadi, sudah siap merencanakan keuangan sebaik-baiknya?
***
Langkah pertama memperbaiki kondisi finansial adalah dengan mencatat pengeluaran. Sudahkah kamu memulainya?
4 Comments. Leave new
Aku belum merasakan generasi sandwich (semoga tidak) karena orangtuaku masih bekerja. Tapi, aku setuju untuk mempersiapkan tabungan apapun kondisi kita. Waktu kuliah aku selalu menabung sisa dari uang bulanan dan hasilnya dikit sekali, tidak menjanjikan. Sejak kerja aku habis gajian langsung menyisihkan uang tabunganku ke rekening khusus menabung, jadi aku memang belajar hidup dari uang yang pas-pasan.
Penting banget bagi milenialis untuk belajar menabung, karena sekarang apa-apa mahal dan apa-apa tentang gengsi. Terima kasih sudah berbagi 🙂
Iya bener banget mba Tiara, emang kudu nabung dari awal biar terbiasa, apalagi sekarang banyak godaan buat konsumtif hehe
Makasi udah berkenan mampir 🙂
Bener banget sih kak! orang tua nggak pernah minta, tapi kalau kita melihat keadaan mereka susah ya pasti bantu dong. terimakasih tipsnya! beneran membantu untuk aku yang lagi menjadi generasi sandwich tapi belum menikah haha
Hehe.. Iya, sebagai wujud rasa sayang kita ke mereka… Bagus malah kalau dari sebelum nikah uda merencanakan keuangan 😉